Ads

Monday, October 21, 2024

Setan Mabuk 06

Matahari sudah naik tinggi ketika di kejauhan Dewa Arak melihat tembok batas sebuah desa. Kontan wajah pemuda berambut putih keperakan itu jadi berseri. Dia memang merasa agak lelah, dan ingin singgah sebentar di sebuah kedai. Di samping untuk minum dan sedikit melepaskan lelah, juga untuk mengisi guci araknya kembali.

Memang, guci araknya telah hampir kosong. Terdorong perasan ingin buru-buru tiba, Dewa Arak menambah kecepatan larinya. Hasilnya, dalam waktu sekejap saja sudah berada dalam jarak sekitar delapan tombak dari tembok batas gerbang desa.

Mendadak dahi pemuda berambut putih keperakan ini berkernyit, ketika melihat sesuatu pada tembok batas desa itu. Perasaan penasaran mendorongnya untuk bergerak lebih mendekati.

Hanya dalam sekejap saja, Dewa Arak telah berada di dekat tembok batas desa itu. Sepasang matanya yang sejak tadi menatap penuh rasa ingin tahu, kini malah terbelalak.

Pada tembok batas desa itu tertancap sebatang kayu sebesar jari telunjuk sepanjang tiga jengkal. Tapi bukan itu yang menyebabkan Dewa Arak terkejut. Sebagai seorang pendekar yang telah memiliki kekuatan tenaga dalam tinggi, dia tidak kaget melihat ada sebatang kayu tertancap di tembok batu sedalam lebih dari setengah jengkal. Dia sendiri pun mampu melakukan hal yang sama. Bahkan tidak hanya dengan kayu, tapi sebatang lidi!

Yang membuat Arya terkejut adalah sehelai kain berisi tulisan yang tertancap oleh kayu itu. Dengan perasaan ingin tahu, pemuda berpakaian ungu itu membacanya.

Dewa Arak.... Melalui surat ini, kuberitahukan padamu.... Kalau kau sampai tidak datang menemuiku, di Kuburan Desa Koneng, kejadian yang menimpa desa ini akan terulang lagi di desa lain. Setan Mabuk

"Setan Mabuk..?" sebut Dewa Arak dengan kening berkernyit.

Lagi-lagi didengarnya julukan tokoh itu. Pertama kali dari mulut Mayat Kuburan Koneng. Dan kini dari surat tantangan yang ditancapkan di tembok desa. Tokoh itu sendirilah yang mengirimkannya.

Baru saja Arya mengulurkan tangan hendak mencabut kayu itu, pendengarannya yang tajam menangkap suara langkah kaki. Arahnya dari dalam desa. Maka, terpaksa niatnya diurungkan. Kemudian kepala-nya menoleh ke arah asal suara itu. Dari suara langkah kaki itu, Arya tahu kalau orang yang datang memiliki kepandaian. Dan dari situ pula, diketahui kalau kepandaian yang dimiliki orang itu tidak terlalu tinggi.

Sesaat kemudian, di hadapan Dewa Arak telah muncul seorang gadis cantik. Rambutnya digelung ke atas. Pakaiannya kuning dan ada gambar seekor naga yang disulam dari benang berwarna hijau pada dada kiri pakaiannya. Jelas kalau gadis itu ada hubungannya dengan Perguruan Naga Hijau.

"Kaukah orang yang berjuluk Dewa Arak?!" tanya gadis berambut digelung itu tatkala telah berada di hadapan Arya.

"Benar," jawab Arya sambil menatap gadis itu penuh selidik.

Pemuda berambut putih keperakan ini sama sekali tidak terkejut mendengar gadis yang baru saja dilihatnya itu telah tepat menebak dirinya. Dan memang, ciri-ciri yang dimilikinya amat mencolok.

Yang membuat Arya terkejut adalah ketika melihat ada kesedihan di wajah gadis cantik itu. Bahkan sepasang matanya yang bening dan indah itu terlihat menyimpan kesedihan yang mendalam. Bisa diterka kalau gadis itu telah mengalami kejadian yang menyedihkan.

"Kau harus bertanggung jawab atas semua musibah yang terjadi di sini, Dewa Arak!"

Keras dan penuh tekanan ucapan yang keluar dari mulut gadis berpakaian kuning itu. Sepasang matanya pun berkilat-kilat pertanda hatinya tengah dilanda kemarahan hebat. Bahkan tangannya pun telah menyentuh gagang pedangnya.

"Sabar, Nisanak..!" bujuk Arya menenangkan, sambil menjulurkan kedua tangan ke depan untuk mencegah gadis itu melanjutkan tindakannya. "Aku sama sekali tidak mengetahui maksudmu."



Gadis berambut digelung itu menatap wajah Arya penuh selidik. Dia melihat adanya kesungguhan, baik pada raut wajah maupun pada ucapan pemuda yang berdiri di hadapannya. Maka perlahan tangan yang telah mengejang itu mengendur, kemudian turun kembari ke sisi pinggang.

"Kau benar-benar tidak mengerti?'' tanya gadis itu berusaha memastikan. Nada suaranya terdengar bergetar.

Arya menggelengkan kepala sambil tersenyum pahit. "Apakah wajahku mirip wajah seorang penipu?" pemuda berpakaian ungu itu balas bertanya, setengah bergurau "Aku baru saja tiba di daerah sini, Nisanak. Jadi, sama sekali tidak mengerti maksud pembicaraanmu ini!"

Gadis berpakaian kuning itu mengalihkan pandangan ke arah kain yang tertancap di tembok batas desa.

"Kau sudah membaca tulisan itu?" tanya gadis berambut digelung itu lagi, seraya menudingkan telunjuknya ke arah kain yang terpampang di tembok batas desa.

"Sudah," jawab Dewa Arak, mantap.

"Dan kau masih belum mengerti?!" tanya gadis berpakaian kuning itu setengah tidak percaya. Dahinya nampak berkernyit ketika mengajukan pertanyaan itu.

"Sedikit," sahut Arya kalem.

Semakin dalam kerutan pada dahi gadis berambut digelung itu. "Apa kesimpulan yang kau dapat dari surat itu?" desak gadis berpakaian kuning.

"Ada orang yang mengajakku bertarung untuk alasan yang aku sendiri belum tahu. Anehnya, kenapa dia membawa-bawa penduduk dalam masalah ini?"

"Karena Setan Mabuk khawatir kau tidak berani memenuhi tantangannya," sabut gadis berambut digelung, cepat.

"Hm..." gumam Arya pelan, untuk menyambuti ucapan gadis berpakaian kuning itu.

"Kau tahu..., sudah berapa lama surat itu terpampang di situ?"

Arya menggelengkan kepala. Dan memang, hal itu sama sekali tidak diketahuinya.

"Sudah dua hari. Setan Mabuk tidak sabar lagi menunggu. Dikiranya, kau menganggap ancamannya hanya gertak sambal belaka. Maka, ancamannya pun diwujudkan. Gerombolannya kemudian menghancurkan Desa Gempol."

"Ah...!"

Dewa Arak mendesah kaget. Memang pemuda berambut putih keperakan itu terkejut bukan kepalang. Betapa tidak? Dia sama sekali tidak tahu tentang tantangan, tapi kenapa para penduduk yang menjadi sasaran.

"Kalau hari ini kau tidak datang menemuinya..., desa lain akan menjadi giliran selanjutnya," sambung gadis berambut digelung itu. "Di mulut Desa Gempol pun dipancangkan surat tantangan seperti ini."

Sambil berkata demikian, gadis berpakaian kuning itu menudingkan telunjuk kanannya ke arah carikan kain yang terpampang di tempat batas Desa Koneng.

"Apakah..., tidak ada orang yang menentang tindakan Setan Mabuk itu?" tanya Arya setelah beberapa saat lamanya terdiam.

"Memang ada. Tapi hanya ada beberapa gelintir saja. Dan mereka adalah murid Perguruan Naga Hijau." jawab gadis berambut digelung seraya tersenyum getir.

"Lalu..., hasilnya bagaimana?" tanya Dewa Arak setengah hati.

Namun Arya seketika baru menyadari, betapa bodoh pertanyaannya, ketika teringat sesuatu. Tidak mungkin usaha murid-murid Perguruan Naga Hijau akan berhasil. Buktinya sudah jelas, sudah banyak desa dihancurkan. Itu saja sudah merupakan jawaban ketidak berhasilan usaha mereka.

"Mereka semua tewas,"

Jawab gadis berpakaian kuning dengan suara bergetar. Jelas kalau ucapannya diutarakan penuh perasaan.

Arya pun mengerutkan alisnya. Terdengar ada nada kesedihan yang mendalam pada suara gadis berambut digelung itu. Apakah ada hubungan antara gadis itu dengan murid-murid Perguruan Naga Hijau yang terbunuh? Tanpa sadar, pandangan Dewa Arak tertumbuk pada sulaman benang hijau bergambar naga yang menempel di bagian dada kiri pakaian gadis itu. Naga hijau! Apakah gadis ini juga murid Perguruan Naga Hijau? Kembali pertanyaan itu menggayuti benak Dewa Arak.

"Apakah mereka saudara seperguruanmu?" tanya Arya hati-hati.

Gadis berambut digelung itu hanya menganggukkan kepala. Tapi hal itu sudah cukup untuk menjadi jawaban bagi pertanyaan yang diajukan Dewa Arak.

"Ah...! Maaf...!" ucap Arya buru-buru. "Aku sama sekali tidak mengira akan hal itu. Aku turut berduka cita."

"Terima kasih," hanya ucapan itu yang keluar dari mulut gadis berpakaian kuning itu.

"Apakah hal itu sudah kau beritahukan pada gurumu?" tanya Arya lagi.

Gadis berambut digelung itu menggelengkan kepalanya.

"Mengapa?" kejar Arya lagi.

"Guruku yang sekaligus ayah kandungku tengah bersemadi di puncak Gunung Koneng. Beliau tak ingin terjun dalam rimba persilatan, karena sudah benar-benar tidak mau mencampuri urusan duniawi lagi. Dan yang jelas, Perguruan Naga Hijau telah musnah."

"Ah...!"

Keluh keterkejutan keluar dari mulut Dewa Arak begitu gadis berambut digelung itu mengakhiri ucapannya. Ada isak tertahan yang keluar dari mulut gadis itu seiring ucapannya selesai.

Terdengar suara gemeretak dari mulut Dewa Arak. Jelas, pemuda berambut putih keperakan ini dilanda kemarahan yang amat sangat.

"Keji...!" Arya mendesis pelan, tapi tajam penuh tekanan karena keluar dari hati yang penuh diliputi amarah. "Siapa yang melakukan semua kekejian itu?"

"Setan Mabuk..." jawab gadis berpakaian kuning masih dengan suara serak. "Dia seorang diri mengamuk dan membasmi semua murid Perguruan Naga Hijau, dalam usahanya untuk memancing kedatanganmu. Itulah sebab-nya, ada beberapa murid Perguruan Naga Hijau yang tidak dibinasakannya. Dia berharap, murid-murid itu akan menyampaikan pesannya kepadamu. Apakah kau bertemu mereka?''

Arya menggelengkan kepala.

"Sedangkan murid-murid Perguruan Naga Hijau yang berada di desa-desa dibasmi kaki tangan Setan Mabuk. Memang, dengan lenyapnya Perguruan Naga Hijau, mereka bebas berbuat kejahatan."

"Heh...?!" Dewa Arak terperanjat "Mengapa begitu?"

"Karena selama ini, semua orang yang bermaksud jahat selalu berhasil dipukul mundur murid-murid Perguruan Naga Hijau," gadis berpakaian kuning tersenyum getir. Rupanya, dia teringat kembali sewaktu Perguruan Naga Hijau masih berdiri.

Kali ini Arya sama sekali tidak menyahuti ucapan gadis berpakaian kuning itu. Dan karena gadis itu sendiri tidak melanjutkan ucapannya, suasana pun menjadi hening.

"O, ya.... Siapakah namamu, Nisanak?" tanya Arya tiba-tiba. "Rasanya aneh kalau kita telah berbincang-bincang sekian lamanya, tapi belum saling mengenal nama."

"Aku sudah tahu julukanmu," kalem suara gadis berambut digelung itu. Sebuah senyuman yang dipaksakan tersungging di bibirnya.

"O, ya?"

Dewa Arak yang ingin membuat gadis itu terlupa dengan kesedihannya mencoba melucu.

"Ayah sudah sering membicarakanmu. Rupanya beliau amat mengagumimu."

Dewa Arak hanya tersenyum getir mendengar namanya banyak dikagumi tokoh persilatan. Dia memang paling risih namanya dipuja-puja orang.

"Lalu, bagaimana kejadiannya hingga murid-murid Perguruan Naga Hijau dibantai Setan Mabuk?" tanya Dewa Arak mengalihkan pembicaraan.

"Aku tidak tahu bagaimana kejadiannya. Yang jelas, kutemui mayat Wakil Ketua Perguruan Naga Hijau bersama mayat Kakang Subarji di tengah jalan..."

"Kakang Subarji..?" Dewa Arak mengerutkan alisnya.

"Murid Perguruan Naga Hijau yang telah keluar perguruan," jelas putri Ketua Perguruan Naga Hijau itu dengan suara yang tidak begitu serak lagi. Rupanya dia sudah mulai bisa menguasai perasaannya.

Dewa Arak menganggukkan kepala pertanda mengerti. "Jadi..., kau tidak melihat siapa pembunuh mereka?"

Gadis berpakaian kuning itu mengangguk.

"Lalu..., dari mana kau tahu kalau pembunuhnya adalah Setan Mabuk?" desak Dewa Arak ingin tahu.

"Dari mulut Kakang Subarji, sebelum tewas," jawab gadis berambut digelung itu.

"Rupanya kau mengikuti kepergian mereka secara diam-diam...," tuduh Arya dengan nada mendesah.

Wajah gadis itu kontan memerah. "Ayah telah berpesan agar aku tidak pergi ke mana-mana. Maka diam-diam aku mengikuti Paman Buntara. Aku juga ingin mengetahui, seperti apa orang yang julukannya telah begitu menggemparkan...."

"Tak seperti yang kau bayangkan, bukan," tukas Arya buru-buru.

"Terus terang, aku agak kaget melihatmu, Arya? Nama-mu Arya, kan?"

Pemuda berpakaian ungu itu tersenyum getir. "Kau curang, Nisanak."

"Curang?!" dahi gadis berpakaian kuning itu berkenyit.

"Ya! Kau telah tahu namaku, tapi aku sama sekali tidak tahu namamu."

"Namaku Malinda," sebut gadis itu malu-malu.

"Malinda... sebuah nama yang bagus," tanggap Arya.

Pujian Dewa Arak membuat wajah gadis berpakaian kuning yang ternyata bernama Malinda jadi bersemu merah. Rupanya, dia risih juga menerima pujian. Apalagi datangnya dari mulut orang seperti Dewa Arak! Seorang pemuda berwajah tampan dan berkepandaian tinggi. Hati siapa yang tidak berbunga-bunga?

"Laki, apa tindakanmu selanjutnya, Dewa Arak?" tanya Malinda, pelan.

"Memenuhi tantangan yang diajukan Setan Mabuk!" jawab Arya tegas.

"Kalau begitu, mari kita ke sana!" ajak Malinda cepat.

"Kau tahu tempatnya, Malinda?"

Malinda menganggukkan kepala. "Bagaimana? Setuju?"

Mulut Dewa Arak menyunggingkan senyuman lebar, kemudian perlahan kepalanya terangguk. Tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, gadis berambut digelung ini melesat meninggalkan tempat itu.

Arya menggeleng-gelengkan kepala. Bisa diduga kalau gadis berpakaian kuning itu ingin menguji kepandaiannya. Maka begitu gadis itu melesat kabur, dia pun bergerak menyusulnya. Sesaat kemudian, yang terlihat hanyalah dua sosok bayangan yang berkelebatan cepat. Yang satu berwarna ungu, sementara yang satu lagi berwarna kuning.

Malinda berlari cepat mengerahkan seluruh kemampuannya. Dia memang bermaksud menguji kemampuan Dewa Arak. Maka tanpa ragu-ragu lagi, segera dikeluarkan seluruh ilmu meringankan tubuhnya. Semula Malinda sudah merasa gembira begitu tidak melihat adanya bayangan pemuda berpakaian ungu itu di belakangnya.

Tapi, keceriaannya langsung memupus tatkala mendadak di samping kanannya muncul sesosok bayangan ungu. Seketika senyum yang tadi mengembang di bibirnya pun lenyap. Karuan saja hal ini membuat Malinda merasa penasaran bukan kepalang. Digertakkan gigi dalam usahanya menambah kecepatan larinya. Tapi semua usaha yang dilakukannya sia-sia saja. Tetap saja Dewa Arak berada di samping kanannya.

Malinda semakin terkejut ketika melihat raut wajah Dewa Arak. Wajah itu sama sekali tidak menunjukkan kalau tengah mengerahkan tenaga sewaktu berlari. Raut wajah itu masih tetap tenang seperti semula. Setelah cukup lama berlari sambil mengerahkan seluruh tenaga, nampak Dewa Arak masih tetap berada di sebelahnya.

Maka, gadis berpakaian kuning itu akhirnya mengalah. Perlahan-lahan kecepatan larinya dikendurkan, dan akhirnya berhenti sama sekali. Bertepatan dengan berhentinya kaki Malinda, Arya pun menghentikan langkah kakinya pula. Malinda menatap wajah Dewa Arak. Perasaan terkejut semakin melanda hatinya tatkala melihat wajah Arya sama sekali tidak menampakkan perubahan apa pun. Wajah itu tetap mulus, seperti sediakala. Setetes pun tak ada peluh menggantung di sana.

Deru napas pemuda itu pun biasa-biasa saja, tidak terengah-engah. Sedangkan dirinya? Peluh membasahi sekujur wajah. Terutama sekali dahi dan lehernya. Napasnya pun menderu-deru hebat. Meskipun tidak melihat sendiri, Malinda sudah bisa memperkirakan kalau wajahnya merah padam.

"Masih jauhkah tempat itu dari sini, Malinda?" tanya Arya.

Suaranya terdengar biasa saja, tidak terputus-putus dan memburu seperti layaknya orang habis berlari jauh. Gadis berpakaian kuning itu tidak langsung menjawab pertanyaan, dan malah sibuk menenangkan deru napasnya yang memburu. Memang dia tadi berlari dengan mengerah-kan seluruh kemampuan yang dimilikinya.

"Tidak jauh lagi." sahut Malinda.

Mendengar jawaban itu, Arya melayangkan pandangan ke depan. Tak jauh di depannya, tampak mulut sebuah hutan.

"Hutan...?!" Dewa Arak mengerutkan alisnya. Padahal, belum lama dia keluar dari hutan itu.

"Ah...! Hanya sebuah hutan kecil, Dewa Arak. Tapi di hutan itulah letaknya Kuburan Koneng."

Arya mengangguk-anggukkan kepala saja. Dewa Arak memang tidak mengetahui, dimana letaknya kuburan yang dimaksudkan Setan Mabuk. Maka begitu mendengar jawaban itu, dia tidak membantahnya.

Tanpa bicara lagi, langkah kakinya dilanjutkan. Kini Dewa Arak dan Malinda melanjutkan perjalanannya dengan berjalan biasa. Dan tak lama kemudian, mulut hutan pun sudah dilalui. Malinda terus saja melangkah. Begitu pula Arya yang berada di sampingnya.

Mendadak Malinda menghunus pedang yang tergantung di pinggang. Dan secepat pedang itu lolos dari sarungnya, secepat itu pula disabetkannya ke leher Dewa Arak.

Singgg..!

Suara mendesing nyaring yang terdengar menjadi pertanda kuatnya tenaga dalam yang terkandung dalam serangan pedang itu. Arya terperanjat. Keterkejutan yang amat sangat seketika melandanya.

Memang serangan itu sama sekali tidak disangkanya. Tapi meskipun begitu, karena memang sudah terbiasa berhadapan dengan hal yang tiba-tiba, Dewa Arak masih bisa mengelak.

Crasss...!

Namun tak urung, ujung pedang Malinda berhasil juga menyerempet pundak Arya. Kontan darah segar mengalir keluar dari bagian yang terluka. Tidak hanya itu saja menimpa pemuda berpakaian ungu. Begitu kedua kakinya mendarat, mendadak landasan yang diinjaknya naik ke atas.

Tahu-tahu, tubuh Dewa Arak telah terkurung dalam sebuah jaring yang tergantung di atas pohon. Arya terperanjat begitu menyadari tubuhnya telah terkurung dalam jaring. Segera dicengkeram tali-tali jaring itu, laki dikerahkan tenaga dalam untuk memutuskannya. Tapi ternyata tali-tali itu alot bukan main. Betapapun telah dikerahkan seluruh tenaga dalamnya, tetap saja tidak mampu.

"Hi hi hi...!”

Malinda tertawa terkikih. Lenyap sudah sorot kesedihan dari sinar matanya. Yang terlihat kini hanyalah sorot kebengisan dan dendam. Dan semua itu tertuju pada Dewa Arak.

Arya terperanjat melihat sorot mata gadis itu. Namun dia masih belum mengerti maksud gadis berpakaian kuning ini bertindak seperti itu terhadapnya.

"Malinda...! Apa maksud perbuatanmu ini..?!" tanya Dewa Arak ingin tahu.

"Maksudku sudah jelas. Pemuda Sombong! Aku ingin membalaskan kematian ayahku!" tandas gadis berambut digelung dengan nada bengis.

"Heh ..?! Bukankah ayahmu tengah bersemadi, dan saudara seperguruanmu dibunuh oleh Setan Mabuk?" kejar Arya penasaran.

"Kau percaya dengan semua cerita itu, Pemuda Dungu?!" sergah Malinda keras.

"Jadi..?!" Dewa Arak mulai paham.

"Ya! Semua cerita itu hanya karanganku saja! Ayahku telah mati terbunuh di tanganmu, Dewa Arak! Kutegaskan sekali lagi, ayahku tewas di tanganmu!"

Pemuda berpakaian ungu itu pun terdiam. "Siapakah ayahmu, Malinda?" tanya Arya, masih tetap lembut suaranya.

Pemuda berpakaian ungu ini masih mengharapkan semua hanya sebuah kesalah-pahaman belaka.

Suiiit...!

Terdengar suitan nyaring dari mulut Malinda. Keras dan melengking pertanda didukung pengerahan tenaga dalam. Tak lama kemudian terdengar suara berkerosakan, disusul munculnya beberapa sosok tubuh yang dikenal Dewa Arak.

Mereka adalah anak buah Mayat Kuburan Koneng. Sekejap kemudian, orang-orang berwajah angker yang jumlahnya tak kurang dari sebelas orang itu telah berdiri di belakang Malinda dengan kepala tertunduk. Jelas kalau kedudukan gadis itu lebih tinggi dari mereka.

"Kau kenal mereka, Dewa Arak?" tanya Malinda dengan bibir menyunggingkan senyuman sinis.

"Kenal sih, tidak. Tapi aku memang pernah bentrok dengan mereka," jawab Dewa Arak, tenang.

"Kini kau bisa menerka, siapa ayahku bukan?"

Arya mengerutkan keningnya sejenak. "Mayat Kuburan Koneng?" duga Dewa Arak, pelan.

Arya masih merasa ragu mengingat Malinda mengena-kan pakaian seragam yang bersulamkan gambar naga, yang dikatakan gadis itu adalah lambang Perguruan Naga Hijau. Ataukah cerita gadis itu semua hanyalah hasil karangan belaka, termasuk cerita mengenai Perguruan Naga Hijau dan kehancurannya?

"Jadi, semua ceritamu tadi hanya hasil karanganmu saja?" tanya Arya sambil memikirkan cara untuk meloloskan diri.

"Tidak seluruhnya, Dewa Arak!" gadis berpakaian kuning itu menyahut, namun tetap menyunggingkan senyum sinis. “Perguruan Naga Hijau memang benar ada dan hancur di tangan Setan Mabuk. Begitu pula tentang maksud kepergiannya untuk menemuimu."

Pemuda berpakaian ungu itu terdiam. Kini sudah dimengerti masalahnya.

"Kini sudah tiba saatnya bagiku untuk membalas dendam, Dewa Arak!"

"He... he... he...!"

Mendadak terdengar suara tawa yang menggetarkan jantung, menggema di sekitar tempat itu. Jelas, suara itu dikeluarkan lewat pengerahan tenaga dalam. Semua yang berada di situ terperanjat mendengar tawa mendadak itu. Hanya saja, ada perbedaan tanggapan di antara mereka.





OBJEK WISATA MANCA NEGARA


Teluk Wilhelmina Antartika

Kota Tua Samarkand, Uzbekistan
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Air Terjun Victoria Afrika
Air Terjun Victoria Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Panorama Alam Georgia
Panorama Alam Georgia
Kebun Raya Singapura
Kebun Raya Singapura
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Dataran Guci Xiangkhouang, Laos
Dataran Guci Xiangkhoung, Laos
Danau Iskanderkul Tajikistan
Danau Iskanderkul Tajikistan
Piramida Giza Mesir
Piramida Giza Mesir
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Selat Drake Antartika Amerika
Selat Drake Antartika Amerika
Istana Kekaisaran Tokyo
Istana Kekaisaran Tokyo
Jembatan Gerbang Emas
Jembatan Gerbang Emas - Amerika
Air Terjun Niagara
Air Terjun Niagara Prancis
Grand Canyon
Grand Canyon Amerika
Pasar Terbesar di Bangkok
Pasar Terbesar di Bangkok
Taman Nasional Yellowstone
Taman Nasional Yellowstone - Amerika
Burj Khalifa - Dubai
Budj Khalifa Dubai
Taj Mahal
Taj Mahal India
Musium Amir Temur Uzbekistan
Musium Amir Temur Uzbekista
Blackpool - Amerika
Blackpool Irlandia
Taman Nasional Blue Mountain - Sydney
Taman Nasional Blue Mountain Sydney
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Danau Baikal Rusia
Danau Baikal Rusia
Biara Meteora Yunani
Biara Meteora Yunani
Pantai Bondi Australia
Pantai Bondi Australia
Menara Eiffel Prancis
Menara Eiffel Prancis
Musium Van Gogh Belanda
Musium Van Gogh Belanda
Gedung Opera Sydney
Gedung Opera Sydney
Gunung Meja Afrika
Gunung Meja Afrika
Menara Kembar Petronas Malaysia
Menara Kembar Petronas Malaysia

===============================




Air Terjun Victoria Afrika

No comments:

Post a Comment