Ads

Sunday, October 13, 2024

Sepasang Alap-alap Bukit Gantar 05

Mendadak Arya menolehkan kepalanya ke pintu ketika mendengar ada langkah-langkah kaki yang menuju ke kamar tahanan itu. Melati pun rupanya mendengar juga. Terbukti, gadis berpakaian putih itu menghentikan usahanya membangkitkan tenaga dalam.

Kriiittt..!

Terdengar suara berderit pelan begitu daun pintu ruangan tahanan terbuka. Arya dan Melati hampir berbareng menatap ke arah sana. Dan seketika sepasang mata kedua muda-¬mudi ini terbelalak. Semula mereka menduga kalau orang yang datang ini adalah Janggulapati. Tapi ternyata yang datang adalah.... Mawar.

Anehnya, gadis itu kelihatan bersikap hati-hati sekali. Bahkan sepasang matanya beredar liar, sepertinya khawatir kalau-kalau perbuatannya diketahui orang.

Tentu saja hal ini membuat Arya dan Melati semakin heran..Tapi, hanya sesaat saja. Kedua muda-mudi ini tidak mau tertipu untuk kedua kalinya oleh permainan sandiwara yang luar biasa gadis berpakaian merah itu.

Pelan dan hati-hati sekali, Mawar menutupkan pintu ruangan tahanan. Kemudian berjingkat-jingkat menghampiri Melati.

"Mau apa kau kemari, Perempuan Rendah?!" tanya Melati ketus.

"Sssttt...! Jangan berisik! Aku datang untuk menolongmu...," gadis berpakaian merah itu menempelkan jari telunjuknya di bibir.

"Siapa yang mau percaya ucapan mulut busukmu!" sergah Melati dengan suara yang semakin meninggi. Tak dipedulikannya nasihat Mawar.

"Kau boleh memakiku apa saja!" sahut gadis berpakaian merah itu sabar. "Tapi percayalah. Aku datang dengan maksud baik. Atau..., kau lebih suka diperkosa orang liar itu daripada kutolong?"

Melati terdiam seketika. Ucapan Mawar membuatnya ngeri bukan main. Bahkan bulu tengkuknya pun berdiri semua ketika membayangkan apabila kejadian yang diucapkan gadis berpakaian merah itu benar-benar menimpanya.

"Benar namamu Mawar?" kini Arya yang ganti buka suara, seraya menatap wajah gadis itu tajam-tajam.

Mungkin dari wajah itu dia ingin mengetahui kebenaran ucapan gadis yang mengaku sebagai saudara kembar Melati.

Gadis berpakaian merah itu menganggukkan kepala tanpa menoleh ke arah Arya. Sementara kedua tangannya sudah sibuk membuka ikatan yang membelenggu tangan dan kaki Melati.

"Mengapa kau mengkhianati ayah dan ibumu sendiri?" desak Arya lagi ingin tahu.

"Mereka bukan ayah dan ibuku!" tandas Mawar seraya menoleh ke arah Arya. Kontan gerakan tangannya yang membuka simpul-simpul tali terhenti.

"Heh... ?!" Sepasang mata Arya membelalak lebar. "Sandiwara macam apa lagi ini?"

"Aku tidak bersandiwara, Dewa Arak!" tegas Mawar lagi, seraya melanjutkan gerakan tangan, membuka tali yang membelenggu Melati. "Aku sama sekali bukan anak mereka. Justru merekalah yang hendak membunuh ibu dan ayah tiriku!"

"Ah...!"

Hampir berbareng Dewa Arak dan Melafi mendesah kaget



"Lalu..., kenapa kau masih membantu mereka? Dan siapakah kau sebenarnya?" tanya Melati dengan suara bergetar.

Berbeda dengan Arya, Melati masih punya dugaan kuat kalau Mawar adalah saudara kembarnya. Ada semacam perasaan aneh yang membuatnya yakin kalau gadis berpakaian merah itu adalah saudara kembarnya.

"Aku adalah saudara kembarmu, Melati. Dan kali ini aku tidak berbohong. Aku adalah saudara kembarmu." Pelan dan bergetar suara yang keluar dari mulut Mawar.

"Ibu dan ayah tirimu...?" Melati bergumam bingung.

"Ya," Mawar menganggukkan kepala.

"Bisakah kau menceritakan semuanya pada kami, Mawar?" pinta Dewa Arak.

Gadis berpakaian merah itu tercenung sejenak

"Baiklah...," ucap gadis itu setelah menghela napas berat "Aku tinggal dengan ibu dan ayah tiriku. Entah kenapa, aku tidak tahu. Yang jelas, ibu pernah cerita kalau ayah telah meningggal dunia."

Mawar menghentikan ceritanya sebentar untuk mengambil napas. Ditatapnya wajah Arya dan Melati bergantian. Dilihatnya sepasang mata saudara kembarnya merembang berkaca-kaca. Dan gadis berpakaian merah ini tahu apa penyebabnya. Apa lagi kalau bukan mendengar ayahnya telah tiada?

"Suatu hari datang laki-laki dan wanita setengah baya berpakaian hitam ke rumah. Waktu itu yang ada hanya aku dan ayah tiriku. Kedua orang yang ternyata adalah Sepasang Alap-Alap Bukit Gantar itu mengamuk. Ayah tewas di tangannya, sementara aku dipukul pingsan."

Kembali Mawar menghentikan ceritanya. Perlahan setitik air bening mengalir membasahi sepasang pipinya yang putih, halus, dan mulus.

Arya dan Melati dapat menduga kalau cerita selanjutnya akan menyedihkan hati gadis itu.

"Begitu aku sadar, aku telah berada di sarang mereka. Diantara mereka kulihat Samiaji dan empat orang lainnya. Dengan buas Samiaji memperkosaku..., dan... hal itu terus berlangsung selama beberapa waktu...."

"Kenapa kau tidak melawan?" tanya Melati dengan suara mengandung kemarahan yang amat sangat. Sungguh tidak disangka kalau nasib saudara kembarnya begini buruk.

"Mereka mengancam akan membunuh ibu yang katanya mereka tangkap sewaktu aku pingsan," ucap Mawar terputus-putus. "Lagi pula, sia-sia saja usahaku menghindarkan diri dari perbuatan bejat mereka."

Melati dan Arya mengangguk-anggukkan kepala tanda mengerti. Bisa saja Janggulapati dan Samiaji melumpuhkan Mawar dulu, seperti melumpuhkan mereka berdua. Dalam keadaan seperti itu apa dayanya menolak keinginan mereka?

"Kemudian mereka menugaskanku mencegat perjalanan kalian. Empat anak buah mereka berpura-pura menyerangku. Sepasang Alap-Alap Bukit Gantar merencanakannya begitu cermat. Mereka berjanji, apabila aku berhasil melaksanakan tugas ini, ibu akan dibebaskan."

Lagi-lagi Mawar menghentikan ceritanya. Gadis ini mendehem sebentar untuk menormalkan kembali suaranya yang semakin serak karena telah bercampur isak.

"Aku tidak punya pilihan lain. Kupikir, biarlah kukorbankan saudara kembarku demi keselamatan ibu. Toh, seumur hidup aku belum pernah bertemu dengannya. Dan lagi, ibu telah berjasa banyak padaku."

Melati dan Arya termenung. Mereka berdua tidak menyalahkan keputusan yang diambil Mawar.

"Lalu..., kenapa sekarang kau berubah pikiran, dan berusaha menolong kami?" Dewa Arak penasaran.

"Tadi..., sewaktu keluar dari ruangan ini, Janggulapati rupanya keterlepasan bicara karena kegembiraannya."

"Apa yang dikatakannya?" tanya Melati, sementara sepasang matanya menatap penuh iba pada saudara kembarnya.

"Sambil tertawa, laki-laki busuk itu mengatakan hanya tinggal istri Palungga saja yang belum tertangkap. Dan setelah itu, semua dendamnya akan tuntas."

"Siapa itu Palungga?" tanya Melati yang sudah tahu kalau laki-laki berwajah tirus yang mengaku bernama Palungga punya nama asli Janggulapati.

"Ayah kandungku...."

"Jadi...?" sambung Melati dengan suara tercekat di tenggorokan.

"Ya, ayahmu juga, Melati."

"Jadi..., mereka hendak menangkap ibu...?" tanya Melati dengan suara mengandung ancaman hebat

"Begitulah yang tadi kudengar," sahut Mawar membenarkan. "Itu berarti selama ini mereka telah menipuku! Mereka belum menangkap ibu!"

Setelah berkata demikian, gadis berpakaian merah ini mendekapkan kedua tangan ke wajahnya. Bahunya terguncang-guncang menahan tangis yang akan meledak. Jadi selama ini Mawar telah ditipu mentah-mentah oleh Sepasang Alap-Alap Bukit Gantar.

Sekarang Arya baru mengerti mengapa gadis berpakaian merah itu berusaha menolong mereka. Tidak ada lagi yang dapat dijadikan sandera oleh Sepasang Alap-Alap Bukit Gantar untuk memaksa Melati.

"Tapi..., bagaimana kita bisa keluar dengan selamat dari sini? Kau kan tahu kalau aku dan Kang Arya sama sekali tidak berdaya."

Setelah berkata demikian, Melati bangkit dari balai-balai bambu. Ikatan yang membelenggu tangan dan kakinya sudah terlepas semua.

Dewa Arak mengernyitkan alisnya. Apa yang dikatakan tunangannya memang masuk akal. Bagaimana mereka dapat meloloskan diri dalam keadaan seperti ini? Jangankan menghadapi Sepasang Alap-Alap Bukit Gantar, menghadapi empat orang anak buahnya pun rasanya mereka tidak mungkin akan menang.

"Aku sudah punya jalan," ucap Mawar.

"Bagaimana, Mawar?" tanya Arya ingin tahu.

"Hanya inilah jalan satu-satunya untuk dapat lolos dari sini."

"Kau jangan berteka-teki, Mawar," selak Melati cepat "Beritahukan saja secara gamblang semua rencanamu."

"Apa yang dikatakan Melati, benar sekali, Mawar," sambut Arya mendukung ucapan tunangannya.

"Aku pun memang sudah bermaksud memberi tahu kalian," ucap Mawar pelan.

Seketika Arya dan Melati membisu.

"Rencanaku begini, Melati. Aku bermaksud menggantikan tempatmu."

"Maksudmu...?" selak Melati tak sabar.

"Aku menyamar menjadi dirimu. Sementara kau menjadi aku, kurasa tidak ada seorang pun yang bisa membedakan kita."

"Hm...," Arya mengangguk-anggukkan kepalanya mulai mengerti. "Lalu...?"

"Dengan menyamar sebagai diriku, Melati cukup bebas untuk berbuat apa saja. Bahkan mendapat kesempatan untuk menormalkan kembali tenaga dalam. Kebetulan aku punya penawar racun itu."

"Kenapa tidak langsung membebaskan kami berdua saja, kemudian kau berikan obat-obat penawar racun itu pada kami," usul Melati.

"Tidak semudah itu, Melati," bantah Mawar sambil tersenyum lebar. "Racun ini berbeda dengan racun umumnya. Penawar untuk racun ini memakan waktu yang cukup lama. Paling tidak, lima hari. Sekarang kau mengerti mengapa rencana itu tidak bisa kulaksanakan, Melati?"

Melati mengangguk-anggukkan kepala pertanda mengerti. "Jadi..., setelah tugasku ini selesai, keselamatan kami ada di tanganmu, Melati." Mawar menutup kata-katanya.

Melati terdiam seketika. Sementara dahinya berkernyit. Jelas ada sesuatu yang dipikirkannya. Dan Arya bisa menduga apa yang membuat tunangannya tertihat risau.

"Mawar...," panggil Arya pelan.

"Hm...."

Hanya suara bergumam pelan yang menyahuti panggilan pemuda berambut putih keperakan itu.

"Apakah tindakan ini tidak membahayakan dirimu sendiri? Kau tahu bahaya apa yang mengancammu, bila kau menggantikan tempat Melati?" tanya Arya ragu-ragu.

Melati mengangguk-anggukkan kepala. Memang, hal itulah yang sejak tadi mengganggu pikirannya.

"Aku tahu, Kang Arya,"

Mawar menganggukkan kepala. Diturutinya cara Melati memanggil pemuda berambut putih keperakan itu.

"Dan kau masih mau melakukannya?" desak Arya lagi setengah tidak percaya.

"Aku tidak ingin saudara kembarku mengalami nasib yang sama sepertiku! Biarlah hanya aku saja yang mengalami!" tegas dan mantap kata-kata yang keluar dari mulut saudara kembar Melati itu.

"Mawar...!"

Melati tak kuasa menahan rasa haru mendengar kesediaan Mawar untuk mengorbankan dirinya. Ditubruknya tubuh saudara kembarnya. Kemudian dipeluknya erat-¬erat Ada isak tertahan yang merayap naik dari dadanya menuju kerongkongan, sehingga membuat suaranya bergetar.

Mawar pun balas memeluk tak kalah erat. Sepasang mata kedua gadis cantik itu tampak merembang berkaca-kaca. Keharuan pun melingkupi seisi ruang tahanan. Bahkan Arya pun tidak tahan untuk tidak mengerjap-ngerjapkan mata, begitu merasakan kedua pelupuk matanya mendadak panas.

Beberapa saat kemudian, barulah kedua gadis yang sama-sama cantik jelita itu melepaskan pelukan masing-masing. Keduanya bersiap melaksanakan rencana mereka.

Melati dan Mawar lalu menuju ke sudut kamar tahanan. Kemudian saling melepas pakaian luar masing-masing. Meskipun tidak melihat kedua gadis itu membuka pakaian, tapi tak urung dada Arya berdebar tegang begitu mendengar suara berkeresek pakaian yang dilepaskan.

Arya merasa betapa kedua tangannya jadi dingin. Segera diusirnya jauh-jauh bayangan bukan-bukan yang mengusik benaknya.

Melati dan Mawar sudah selesai melepaskan pakaian masing-masing. Dan kini kedua gadis itu sudah mulai mengenakan pakaian yang telah ditukar. Sesaat kemudian, keduanya telah selesai mengenakan pakaian tukarannya.

Kini Mawar mulai mengurai rambutnya. Sementara Melati sibuk menggelung rambutnya ke atas. Setelah selesai, kedua gadis yang cantik jelita itu berjalan menghampiri Arya dan berdiri berjejer di depannya.

Sepasang mata Arya terbelalak lebar. Mulutnya pun melongo. Sungguh kalau saja dia tidak mendengar suara berkeresekan tadi, mungkin dikiranya kedua gadis itu belum bertukar pakaian. Gadis berpakaian putih dan berambut panjang terurai di hadapannya dikenalnya betul sebagai Melati. Ataukah memang mereka belum bertukar pakaian?

"Bagaimana, Kang Arya?" tanya gadis berpakaian merah.

Kini Arya tidak ragu-ragu lagi untuk menebak kalau wanita berpakaian merah itu benar-benar Melati. Suara gadis itu amat dikenalnya.

"Luar biasa! Kalau saja kau tidak berbicara, mungkin aku tidak bisa membedakan mana kau dan mana Mawar, Melati," sahut Arya sambil menggeleng-gelengkan kepala.

"Jadi...?" Gadis berpakaian merah, yang tidak lain dari Melati itu tidak melanjutkan ucapannya.

"Suaramulah yang membuatku dapat membedakan kalian."

"Ah...! Kalau begjtu..., suaramu pun harus diatur, Melati," ucap gadis berpakaian putih yang tak lain adalah Mawar.

Melati mengernyitkan alisnya.

"Apakah suaraku dan suara Mawar berbeda jauh, Kang?"

Arya menganggukkan kepala.

"Dimana perbedaannya?" kejar Melati penuh rasa ingin tahu.

"Suaramu agak ketus...."

"Kalau Mawar...?" selak Melati cepat.

"Suara Mawar lembut, Melati. Lembut, halus dan satu-satu," jawab Arya. "Jadi alangkah baiknya agar penyamaran kalian tidak terbongkar, kau harus mencoba meniru suara Mawar. Tentu saja tidak perlu terlalu persis. Setidak-tidaknya, yahhh..., mendekati. Pokoknya kau tidak boleh menonjolkan perbedaan yang terlalu menyolok."

Sebenarnya mendongkol juga hati Melati yang sekarang telah berpakaian merah mendengar jawaban dari mulut tunangannya, sepertinya dia selalu memuji-muji Mawar. Tapi karena tahu Arya berkata begitu demi kelancaran tugas mereka, rasa dongkol yang melanda hatinya diusir jauh-jauh.

"Akan kucoba meniru suara Mawar, Kang."

Setelah berkata demikian, Melati pun lalu mulai berusaha menirukan ucapan Mawar. Arya mendengarkan penuh seksama. Beberapa kali gadis berpakaian merah itu terpaksa harus mengulang, setiap kali Arya menggelengkan kepalanya.

Setelah cukup lama mengulang-ulang ucapan demi ucapan, akhirnya Arya menganggukkan kepalanya.

"Hhh...!" Melati menghembuskan napas lega. "Apakah suaraku sudah sama dengan suara Mawar, Kang?"

"Sama sih tidak. Tapi yang jelas sudah agak mirip," sahut Arya.

"Kalau begitu, sudah saatnya aku berbaring di situ," ucap Mawar setengah melucu, seraya menunjuk balai-balai bambu tempat Melati tadi berbaring tak berdaya. Kemudian, Mawar yang kini berpakaian serba putih itu melompat ke balai-balai bambu.

"Tapi, bagaimana dengan tenaga dalammu, Mawar? Tidakkah nanti mencurigakan?" tanya Arya ketika teringat akan hal itu.

Melati terionjat kaget begitu mendengar pertanyaan tunangannya. Dengan sinar mata penuh pertanyaan, ditatapnya wajah Mawar.

Tapi, hati kedua pendekar muda itu jadi lega begitu melihat gadis berpakaian putih itu tersenyum lebar.

"Jangan khawatir," jawab Mawar menenangkan. "Aku sudah meminum racun itu sebelum masuk ke sini."

"Tapi, kenapa kau tidak terserang pusing dan lemas?" tanya Melati penuh rasa heran.

"Ooo..., seperti yang kalian rasakan itu?"

Hampir bersamaan Melati dan Dewa Arak menganggukkan kepala.

"Racun yang diberikan kalian lain dengan yang kuminum. Racun yang kuminum hanya melenyapkan tenaga dalam secara perlahan-lahan tanpa menimbulkan akibat sampingan."

"Berapa lama racun itu bekerja?" tanya Melati setengah hati.

"Tak lama lagi, tenaga dalamku pun akan lenyap semua. Mungkin setelah berbaring."

Setelah berkata demikian, Mawar lalu membaringkan tubuhnya dengan posisi telentang. Kedua tangan dan kakinya direntangkan ke sudut-sudut balai-balai bambu.

"Tolong ikatkan tali itu, Melati," pinta gadis berpakaian putih itu. Tak terdengar adanya nada memerintah dalam ucapannya.

Dengan perasaan berat, Melati memenuhi permintaan saudara kembarnya. Dijumputnya tali-tali bekas pengikat tangan dan kakinya. Kemudian diikat pergelangan kedua tangan dan kaki Mawar.

"Lebih erat lagi, Melati," ucap Mawar begitu merasakan ikatan yang membelenggu tangan dan kakinya kurang erat

Melati terpaksa memperkuat ikatan. Dan untuk itu gadis berpakaian merah ini harus menguatkan hatinya.

Setelah dirasakan cukup, Melati lalu melangkah mundur.

"Jangan lupa dengan suaramu, Melati," ucap Arya memperingatkan. "Dan ingat... apa pun yang terjadi, kau harus memaksakan diri tetap diam. Jangan sia-siakan pengorbanan saudara kembarmu."

Melati hanya menganggukkan kepala. Dia sudah tak sanggup lagi menanggapi ucapan itu. Rasa haru yang melanda akibat pengorbanan yang begitu besar dari saudara kembarnya, membuat dadanya terasa sesak. Bahkan lehernya pun terasa bagaikan tercekik oleh rasa haru yang menggelegak.

Sesaat kemudian, Melati pun melangkah keluar ruang tahanan. Dan dengan hati-hati melangkah memasuki kamar Mawar yang berada tidak jauh dari kamar tahanan. Memang saudara kembarnya itu telah memberi petunjuk ke tempat yang menjadi kamar tidurnya.

Sesampainya di dalam, tanpa membuang-buang waktu lagi, Melati lalu bersemadi untuk mencoba membangkitkan kembali tenaga dalamnya yang telah lenyap entah kemana.

Melati tak tahu berapa lama dirinya tenggelam dalam keheningan semadi. Yang jelas, dia segera tersadar begitu mendengar suara ketukan pintu.

"Mawar...! Cepat keluar...!" terdengar teriakan-teriakan keras dari luar pintu.

Melati mengenali siapa pemilik suara itu. Siapa lagi kalau bukan Janggulapati. Bergegas Melati menghentikan semadi dan bangkit berdiri. Kemudian melangkah ke arah pintu. Lalu dibukanya. Benar saja. Di depan pintu dilihatnya Janggulapati dan yang lain-lain berdiri.

"Ada apa, Janggulapati?" tanya Melati dengan suara yang telah berubah menjadi halus, lembut, dan satu-satu. Mawar telah memberitahunya bagaimana memanggil mereka.

"Kau harus ikut kami untuk melihat tontonan menarik yang akan kami suguhkan padamu!" Samiaji yang menjawab pertanyaan Melati.

Melati menelan kemarahannya mendengar ucapan itu. Gadis berpakaian merah ini segera teringat pada cerita Mawar. Saudara kembarnya itu telah diperkosa habis-habisan oleh Samiaji dan Janggulapati.

Teringat hal ini, kemarahan Melati bangkit. Tapi gadis ini tidak mau bersikap gegabah. Diingatnya betul-betul semua nasihat yang diberikan Dewa Arak. Maka kemarahan yang berkobar dan hendak membakar dada ditahannya dengan sekuat tenaga.

Melati segera melangkah keluar pintu tanpa bicara apa-apa. Setelah menutup pintu kembali, kakinya dilangkahkan mengikuti Sepasang Alap-Alap Bukit Gantar, bersama murid dan anak buahnya yang telah melangkah lebih dulu.

Sepanjang perjalanan menuju ke ruangan tempat Arya dan Mawar ditahan, Melati menyumpah-nyumpah dalam hati. Kalau saja saat ini tenaga dalamnya tidak musnah, mungkin sudah diterjangnya orang-orang yang memuakkan ini.

Tak lama kemudian, rombongan itu sudah berada di depan pintu ruangan tempat Arya dan Mawar ditahan.

Kriiittt..!

Terdengar suara berderit pelan begitu Janggulapati mendorong daun pintu dengan tangan kanannya.

Arya dan Mawar berjingkat kaget, meskipun pendengaran mereka sudah menangkap adanya bunyi langkah-langkah kaki yang menuju ke tempat mereka. Tentu saja, Mawar hanya mendengar langkah kaki empat orang anak buah Sepasang Alap-Alap Bukit Gantar. Tokoh-¬tokoh yang memiliki kepandaian berada di bawahnya.

"Ha ha ha...!" Janggulapati tertawa bergelak "Babak pertama dari permainan yang akan kami buat segera dimulai, Dewa Arak!"

Setelah berkata demikian, laki-laki berpakaian hitam itu menggerakkan kepalanya ke arah Mawar pada Samiaji.

Tanpa diperintah dua kali, pemuda bertubuh pendek kekar bergegas menghampiri tubuh Mawar yang tergolek di pembaringan.





OBJEK WISATA MANCA NEGARA


Teluk Wilhelmina Antartika

Kota Tua Samarkand, Uzbekistan
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Air Terjun Victoria Afrika
Air Terjun Victoria Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Panorama Alam Georgia
Panorama Alam Georgia
Kebun Raya Singapura
Kebun Raya Singapura
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Dataran Guci Xiangkhouang, Laos
Dataran Guci Xiangkhoung, Laos
Danau Iskanderkul Tajikistan
Danau Iskanderkul Tajikistan
Piramida Giza Mesir
Piramida Giza Mesir
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Selat Drake Antartika Amerika
Selat Drake Antartika Amerika
Istana Kekaisaran Tokyo
Istana Kekaisaran Tokyo
Jembatan Gerbang Emas
Jembatan Gerbang Emas - Amerika
Air Terjun Niagara
Air Terjun Niagara Prancis
Grand Canyon
Grand Canyon Amerika
Pasar Terbesar di Bangkok
Pasar Terbesar di Bangkok
Taman Nasional Yellowstone
Taman Nasional Yellowstone - Amerika
Burj Khalifa - Dubai
Budj Khalifa Dubai
Taj Mahal
Taj Mahal India
Musium Amir Temur Uzbekistan
Musium Amir Temur Uzbekista
Blackpool - Amerika
Blackpool Irlandia
Taman Nasional Blue Mountain - Sydney
Taman Nasional Blue Mountain Sydney
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Danau Baikal Rusia
Danau Baikal Rusia
Biara Meteora Yunani
Biara Meteora Yunani
Pantai Bondi Australia
Pantai Bondi Australia
Menara Eiffel Prancis
Menara Eiffel Prancis
Musium Van Gogh Belanda
Musium Van Gogh Belanda
Gedung Opera Sydney
Gedung Opera Sydney
Gunung Meja Afrika
Gunung Meja Afrika
Menara Kembar Petronas Malaysia
Menara Kembar Petronas Malaysia

===============================




Air Terjun Victoria Afrika

No comments:

Post a Comment