Begitu empat orang kasar tadi telah melesat kabur, Melati segera keluar dari tempat persembunyiannya. Dada gadis berpakaian putih ini berdebar tegang tatkala melangkah keluar dari tempat persembunyiannya. Tegang menghadapi kenyataan yang akan dihadapi. Benarkah gadis berpakaian merah itu ada hubungan dengannya?
Apabila dugaan itu benar, bukankah asal-usul dirinya akan terungkap kembali. Dan bukan tidak mungkin kalau dia akan berjumpa dengan orang tuanya. Langkah gadis berpakaian putih ini oleng begitu teringat orang tuanya.
Tapi ketika teringat cerita yang dulu didengarnya, timbul perasaan ragu dalam hati Melati. Bukankah kedua orang tuanya telah tewas secara mengerikan? Dan dia pun selamat dari maut karena dipungut anak oleh Raja Racun Pencabut Nyawa.
Ternyata bukan hanya Melati saja yang dilanda perasaan terkejut dengan pertemuan itu. Gadis berpakaian merah itu pun dilanda perasaan yang sama.
"Ih..."
Terdengar seruan terkejut dari mulut gadis berpakaian merah ketika melihat gadis berpakaian putih yang melangkah menghampirinya. Mulut gadis itu terlongong. Sementara sepasang matanya terbelalak lebar bagaikan melihat hantu. Jelas kalau gadis berpakaian merah itu dilanda keterkejutan yang amat sangat
Selama beberapa saat Melati dan gadis berpakaian merah saling tatap penuh selidik. Baik sepasang mata Melati, maupun sepasang mata gadis berpakaian merah merayapi tubuh masing-masing mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki.
Dan dengan jantung berdebar keras, keduanya mendapat kenyataan kalau mereka benar-benar persis satu sama lain. Baik Melati maupun gadis berpakaian merah bagaikan tengah bercermin!
Bukan hanya Melati dan gadis berpakaian merah saja yang dilanda perasaan terkejut Dewa Arak pun dilanda perasaan serupa. Beberapa kali kepala Arya menoleh ke arah wajah kedua gadis itu bergantian.
Dan dengan hati ngeri pemuda berambut putih keperakan ini terpaksa harus mengakui, andaikan keduanya mengenakan pakaian dan model rambut yang sama, dia tidak bisa membedakan mana di antara kedua gadis itu yang menjadi tunangannya. Mereka berdua begitu mirip, bagaikan pinang dibelah dua saja layaknya.
"Kenalkan, Nisanak," ucap Dewa Arak yang terlebih dulu sadar dari perasaan terkesimanya. "Ini kawanku, namanya Melati."
Ucapan Arya menyadarkan kedua gadis itu dari keterpakuannya. Cepat gadis berpakaian merah mengulurkan tangan.
"Ibuku memberiku nama Seruni. Tapi..., aku lebih suka dipanggil Mawar," ucap gadis berpakaian merah.
"Aku Melati." Gadis berpakaian putih menyahuti seraya menjabat tangan yang terulur ke arahnya.
Kini Dewa Arak baru dapat mengetahui perbedaan kedua gadis yang begitu mirip itu. Suara Melati terdengar agak keras. Dan sikapnya pun agak tidak pedulian. Sedangkan Mawar mempunyai suara yang halus dan sifat agak pendiam.
Menilik dari pembawaannya, Dewa Arak bisa memperkirakan kalau gadis berpakaian merah itu punya sifat pengalah. Dan inilah patokan Arya untuk membedakan mana di antara mereka yang menjadi kekasihnya bila suatu saat mereka mengenakan pakaian dan dandanan yang sama.
"Siapakah para pengeroyokmu tadi, Mawar? Dan mengapa kau bentrok dengan mereka?"
Melati mulai membuka percakapan. Gadis berpakaian putih ini memang ingin mengetahui apakah ada hubungan antara dirinya dengan gadis berpakaian merah.
"Mereka adalah berandalan-berandalan yang selalu mengacau desa-desa di sekitar hutan ini," jawab Mawar halus. "Ayah dan ibu tidak senang melihat tindakan mereka. Berkali-¬kali ayah dan ibuku berhasil menggagalkan usaha kejahatan yang akan mereka lakukan. Sayang, ayah tidak tega membunuh mereka."
"Maksudmu.., ayahmu membebaskan mereka, Mawar?" Arya ikut ambil bagian dalam pembicaraan.
"Benar," Mawar menganggukkan kepala. "Ayah hanya memberi sedikit pelajaran agar mereka jera."
Dewa Arak mengangguk-anggukkan kepala. Ada rasa kagum menyelinap dalam hatinya mendengar penuturan Mawar. Ternyata ayah gadis berpakaian merah ini adalah seorang yang bijaksana. Pantas saja kalau sikap anaknya begitu lembut dan pendiam.
"Hm...,"
Melati berdehem sebentar sebelum berbicara. Memang sejak tadi gadis berpakaian putih ini sibuk memutar otak, mencari kata-kata yang tepat untuk menanyakan perihal Mawar.
Dewa Arak tentu saja tahu kalau tunangannya tengah mencari cara untuk mengetahui perihal gadis berpakaian merah. Maka begitu mendengar deheman Melati, dia pun menghentikan ucapannya.
"Kalau begitu..., ayahmu terhitung seorang pendekar juga, Mawar?" Melati mulai berusaha mencari keterangan mengenai keluarga gadis itu.
"Menurut cerita ibu.., dulunya ayah memang seorang pendekar. Bahkan terhitung pendekar yang agak kejam pada tokoh golongan hitam.... Tapi, setelah menikah dengan ibu, ayah mulai menjauhi keributan. Ayah tidak ingin mencari permusuhan karena mengkhawatirkan nasib keluarganya."
“Tapi..., setidak-tidaknya..., ayahmu tentu juga mendidik anak-anaknya menjadi seorang pendekar," sambut Melati lagi setelah termenung beberapa saat. "Terbukti kau telah memiliki kepandaian cukup tinggi."
"Ah.... Kau bisa saja, Melati," sahut Mawar dengan wajah merona merah. Risih karena mendapat pujian.
"Aku tidak sembarangan memuji, Mawar," Melati menyambung lagi. "Kalau kau rajin berlatih, tidak sampai tiga bulan, empat pengeroyok tadi sudah bukan tandinganmu lagi."
"Betulkah itu, Melati?" tanya Mawar setengah tak percaya. Sepasang matanya menatap gadis berpakaian putih itu meminta kepastian.
Melati menganggukkan kepala. "Apakah saudara-saudara kandungmu yang lain juga memiliki kepandaian sepertimu?" Melati kini langsung pada sasarannya.
"Saudara-saudara kandungku?" Mawar mengerutkan alis. Tampak jelas kalau gadis berpakaian merah ini merasa heran mendengar pertanyaan itu. "Aku tidak mengerti maksudmu, Melati."
"Jadi..., kau sama sekali tidak punya saudara kandung?" kini Melati yang ganti terkejut "Kau..., anak satu-satunya?"
Mawar menganggukkan kepala.
"Ah...!"
Hampir berbareng terdengar seruan terkejut dari mulut Melati dan Dewa Arak. Jawaban gadis berpakaian merah itu benar-benar di luar dugaan. Untuk sesaat Dewa Arak dan Melati saling pandang. Bingung. Rupanya dugaan mereka keliru. Gadis ini sama sekali tidak punya hubungan apa-apa dengan Melati!
"Mengapa? Apa ada yang salah dalam jawabanku?" tanya Mawar yang merasa agak heran melihat Arya dan Melati terkejut setelah mendengar jawabannya.
"Tidak, Mawar," Dewa Arak mewakili menjawab.
Suasana menjadi hening begitu Dewa Arak menyelesaikan ucapannya. Ketiga orang itu sama-sama berdiam diri. Tenggelam dalam pikiran masing-masing.
Tapi, keheningan itu tidak berlangsung lama. Karena sudah dipecahkan oleh suara Mawar kembali. Suara yang bemada sendu. Ada nada kesedihan dan kesepian yang terkandung di dalam ucapan itu.
"Sebenarnya..., aku punya seorang saudara kandung...."
Melati dan Dewa Arak terjingkat bagai disengat kalajengking mendengar ucapan itu. Dengan pandang mata terbelalak, sepasang muda-mudi ini menatap wajah gadis berpakaian merah itu lekat-lekat. Pandang mata yang menyorotkan keheranan dan keterkejutan. Tapi, Mawar tidak tahu. Karena gadis itu menundukkan kepalanya. Jelas, ada sesuatu yang terjadi pada saudara kandungnya.
"Aku..., aku tidak mengerti maksud pembicaraanmu, Mawar," ucap Melati terbata¬-bata. Jantungnya berdetak keras dilanda ketegangan yang menggelegak.
Dan ini diam-diam membuat hati tunangan Dewa Arak ini menjadi heran. Mengapa pertemuan dengan Mawar membuat dia jadi sukar mengontrol diri?
"Ibu pernah bercerita padaku...," sambung Mawar lagi, tanpa mempedulikan ucapan Melati.
Tapi, gadis berpakaian putih itu sama sekali tidak tersinggung. Pendengarannya dipasang tajam-tajam untuk menyimak ucapan yang keluar dari mulut gadis berpakaian merah ini. Sementara jantungnya semakin berdetak kencang. Bahkan deru napasnya pun memburu, sehingga beberapa kali Melati terpaksa menahan napasnya. Khawatir kalau-kalau ucapan yang akan keluar dari mulut Mawar tidak terdengar.
Bukan hanya Melati saja yang dilanda perasaan serupa. Dewa Arak pun mengalami hal yang sama. Pemuda berambut putih keperakan ini merasakan kedua telapak tangannya mendadak dingjn. Jantungnya pun berdetak keras.
"Mungkinkah asal-usul Melati akan tersingkap?" tanya Arya dalam hati dengan ketegangan yang memuncak
"Kalau aku punya seorang saudara kandung...."
Pelan dan sendu suara yang terdengar dari mulut Mawar. Tapi, tidak demikian akibatnya bagi Dewa Arak dan Melati.
Ucapan Mawar terdengar bagaikan ledakan halilintar di telinga mereka. Dugaan kalau gadis ini punya hubungan dekat dengan Melati timbul kembali. Tapi, lidah-lidah mereka terasa kelu. Sehingga tidak mampu berkata-kata. Kecuali mendengarkan dengan jantung yang semakin berdetak kencang.
"Saudara kembar...." Kembali terdengar suara dari mulut Mawar.
"Uh...!"
Terdengar seruan lirih dari kerongkongan Melati. Tubuh gadis ini seketika terhuyung karena kedua kaki yang menopang tubuhnya menggigil keras bagai orang terserang demam.
Dewa Arak buru-buru bergerak mencekal tangan Melati sebelum tunangannya roboh ke tanah. Telapak tangan gadis itu dirasakan dingin sekali. Dingin seolah-olah yang dipegangnya bukan tangan manusia, melainkan sebongkah batu es!
Sekilas Arya melirik wajah Melati. Dan seketika hati pemuda ini pun terkejut begitu melihat wajah tunangannya pucat sekali! Pucat seperti tak dialiri darah!
Arya segera meremas perlahan tangan gadis itu untuk memberi kekuatan batin pada Melati mendengar berita yang amat penting dalam sejarah hidupnya.
Melati menoleh seraya memberikan senyum pada Dewa Arak. Karena perasaan tegang yang melanda, senyumnya tidak mirip senyuman. Tapi mirip seringai kesakitan.
Tapi Mawar, sepertinya tidak tahu kalau ucapan demi ucapan yang keluar dari mulutnya membuat hati kedua muda-mudi di hadapannya terkejut. Rupanya gadis berpakaian merah ini terlalu tenggelam dalam lautan kesedihannya.
"Lalu... apa yang terjadi dengan saudara kembarmu, Mawar?" desak Melati dengan suara serak dan parau.
Hatinya sudah tak sabar mendengar ucapan yang keluar sepotong demi sepotong dari mulut gadis berpakaian merah itu.
"Karena keadaan yang tidak memungkinkan untuk memeliharaku dan saudaraku bersama-sama, saudara kembarku kemudiam diberikan kepada adik ibuku. Tapi, sebelumnya ibuku telah memberikan nama untuk saudara kembarku. Delima namanya."
"Lalu..., apakah ada tanda-tanda khusus yang dapat dijadikan patokan bagi ibumu untuk mengenali bayi itu apabila dia sudah besar nanti?" tanya Arya. Pemuda berambut putih keperakan yang biasanya mampu bersikap tenang itu pun kini hampir tidak bisa menguasai diri. Suaranya terdengar agak bergetar.
"Karena punya banyak tanda-tanda khusus itulah yang menyebabkan saudara kembarku yang diberikan pada adik ibuku. Bukan aku."
"Kau tahu tanda-tanda khusus yang dimiliki saudara kembarmu?"
Kini Melati yang ganti bertanya. Suaranya bergetar dan kedua kakinya agak menggigil. Arya pun terpaksa memegang lengan tunangannya. Khawatir kalau gadis itu akan roboh pingsan.
Mawar menganggukkan kepala.
"Ibu pernah memberitahuku," jawab gadis berpakaian merah masih tetap menundukkan kepala. "Tapi, sayangnya aku hanya ingat satu. Pada pangkal lengan kanan terdapat tanda hitam sebesar kacang kedelai."
"Mawar...!"
Melati berseru keras. Ditubruknya gadis berpakaian merah yang masih saja menundukkan kepala. Mawar segera mendongakkan kepalanya. Wajahnya dipenuhi butiran-¬butiran air mata. Rupanya gadis berpakaian merah ini menangis.
"Akulah saudara kembarmu, Mawar! Akulah Delima...!" seru Melati seraya memeluk gadis berpakaian merah erat-erat.
"Delima...!"
Mawar berseru pula. Kedua tangannya balas memeluk tak kalah erat "Jadi..., kau Delima..., Melati?" tanya gadis berpakaian merah seraya mengendurkan pelukannya.
Melati alias Delima menganggukkan kepalanya. "Aku memiliki tanda seperti yang kau sebutkan pada pangkal lengan kananku."
"Ah...! Sungguh tidak kusangka," desah Mawar.
Beberapa saat lamanya kedua gadis yang sama-sama cantik itu saling berpelukan erat Wajah Mawar bersimbah air mata. Sedangkan Melati yang memang berwatak keras, sama sekali tidak mengucurkan air mata. Hanya saja sepasang matanya yang bening tampak merembang berkaca-kaca.
Dewa Arak hanya dapat menatap kejadian yang terpampang di depannya dengan hati terharu. Dadanya pun terasa sesak. Turut merasakan keharuan kedua gadis yang ternyata saudara kembar itu.
Arya sama sekali tidak mengganggu mereka. Dibiarkan saja mereka saling menumpahkan kerinduan. Bahkan diam-diam pemuda berbaju ungu ini bersyukur melihat Melati berhasil menjumpai keluarganya.
"Mana ayah dan ibu?" tanya Melati begitu telah berhasil menguasai perasaannya. Wajah gadis berpakaian putih ini terlihat lebih berseri-seri dari sebelumnya.
"Ah...! Kau benar, Melati! Sudah lama ayah dan ibu mencari-carimu. Mari...! Mari, kuantar kau menemui mereka!"
Setelah berkata demikian, Mawar segera menyusut air matanya. Kemudian menuntun Melati yang tanpa banyak membantah mengikuti ajakan saudara kembarnya.
Saking gembiranya, Melati sampai melupakan Dewa Arak. Dia tidak teringat lagi adanya pemuda berambut putih keperakan itu di situ. Tapi Arya sama sekali tidak marah.
Pemuda ini memaklumi keadaan yang dialami tunangannya. Maka tanpa banyak bicara, dia pun segera mengikuti langkah kedua gadis yang telah mendahuluinya.
Melati dan Mawar bergegas meninggalkan bekas tempat pertarungan. Sementara di belakang keduanya, dalam jarak sekitar tiga batang tombak, berjalan Dewa Arak
Langkah Melati dan Mawar terhenti ketika di depan mereka, dalam jarak sekitar lima tombak, berdiri dua sosok tubuh. Wajah kedua penghadang tidak tampak jelas karena tertutup topeng harimau. Menilik dari sikapnya, jelas kalau kedua orang bertopeng harimau itu mempunyai niat tidak baik
Arya segera mempercepat langkahnya. Hebatnya, sekali langkah saja tubuh pemuda itu sudah berada di sebelah Melati dan Mawar.
"Maaf, Kisanak berdua, kami ingin lewat," ucap Dewa Arak pelan.
"Hmh...!"
Hanya suara dengusan yang menyambut ucapan Arya. Melati yang memang mempunyai sifat keras, langsung meluap amarahnya. Tapi, Arya segera menyentuh lengan tunangannya, menyuruh gadis berpakaian putih itu bersabar. Akhirnya dengan terpaksa Melati menelan kemarahannya.
"Kalian hanya bisa lewat dari sini setelah jadi mayat!" tandas orang bertopeng harimau yang bertubuh pendek kekar.
"Hhh...!"
Arya menghela napas berat. Pemuda berambut putih keperakan ini sadar kalau pertempuran tidak mungkin bisa dielakkan lagi. Meskipun begitu, pemuda ini masih mencoba bicara baik-baik.
"Apa kesalahan kami sehingga Kisanak berdua hendak membunuh kami?"
"Tidak usah banyak bicara, Dewa Arak! Kesalahanmu sudah terlalu banyak! Kau dan perempuan liar itu harus mati!" tegas orang bertopeng harimau yang satunya lagi seraya menunjuk Melati.
Baru saja orang bertopeng harimau itu menghentikan ucapannya, tahu-tahu orang bertopeng harimau yang bertubuh pendek kekar telah menerjang Melati.
Rupanya si penyerang sudah mengetahui kelihaian gadis berpakaian putih itu. Terbukti, sekali menyerang dia sudah mengeluarkan senjatanya yang berupa sebatang tongkat. Ujung tongkat itu berbentuk logam tipis dan tajam berbentuk bulan sabit. Senjata itu langsung disodokkan ke leher Melati.
Baru saja orang bertopeng harimau menghentikan ucapannya, tahu-tahu orang bertopeng harimau yang bertubuh pendek kekar itu telah menerjang Melati.
Singgg...!
Suara mendesing nyaring mengawali tibanya serangan laki-laki bertubuh pendek kekar.
"Mawar! Cepat kau menyingkir!"
Sambil berkata demikian, Melati segera mendorong tubuh gadis berpakaian merah itu.
Dan hampir berbareng, tubuhnya direndahkan sehingga serangan tongkat berujung bulan sabit lewat di atas kepalanya.
Tapi ternyata serangan laki-laki bertubuh pendek kekar tidak hanya sampai di situ saja. Begitu serangannya berhasil dielakkan, tahu-tahu kaki kanannya telah mencuat ke arah perut. Dan karena saat itu Melati tengah membungkuk, tendangan itu jadi mengancam dadanya.
Lagi-lagi Melati mempertunjukkan kelihaiannya. Cepat kakinya digedorkan ke tanah. Dan dengan meminjam tenaga tekanan pada tanah, tubuhnya melenting ke belakang. Untuk yang kedua kalinya, serangan laki-laki bertubuh pendek kekar kembali mengenai tempat kosong.
"Hup!"
Manis dan indah sekali gerakan gadis berpakaian putih ketika mendaratkan kedua kakinya di tanah. Dan begitu kedua kakinya menyentuh tanah, di tangannya telah tergenggam sebatang pedang terhunus.
Wunggg, wunggg...!
Terdengar suara menggerung keras seperti ada naga mengamuk begitu Melati mulai memainkan pedangnya. Inilah 'Ilmu Pedang Seribu Naga', ilmu andalan gadis berpakaian putih itu.
Tampak jelas kalau laki-laki bertubuh pendek kekar terkejut begitu Melati mulai memainkan jurus-jurus pedang. Meskipun tertutup topeng, tapi bisa dilihat dari gerakannya yang terhenti secara mendadak.
Tapi hanya sesaat saja laki-laki bertubuh pendek kekar itu dilanda perasaan terkejut Sekejap kemudian dia sudah melompat menerjang kembali. Tongkat berujung bulan sabit di tangannya diputar-putar cepat di depan dada. Baru kemudian meluruk cepat ke arah Melati.
Tapi, gadis berpakaian putih ini tidak menjadi gugup melihat serangan itu. Serangan lawannya segera disambut dengan 'Ilmu Pedang Seribu Naga'. Sesaat kemudian, kedua orang itu sudah terlibat dalam sebuah pertarungan sengit.
Begitu melihat rekannya sudah terlibat pertarungan dengan Melati, orang bertopeng harimau yang satu lagi segera meloloskan senjatanya. Sebuah tongkat kayu jati berukir yang panjangnya tak sampai setengah tombak.
Semula orang bertopeng harimau itu memegangnya dengan tangan kanan. Tapi sesaat kemudian tongkat itu digenggamnya dengan kedua tangan. Masing-masing pada ujung¬ujungnya.
Singgg, singgg...!
Suara berdesing nyaring terdengar begitu kedua tangan yang menggenggam tongkat itu ditarik ke arah berlawanan. Ternyata hanya di luarnya saja kelihatan seperti tongkat pendek, tapi di dalamnya adalah sepasang pedang pendek.
"Haaat...!"
Seraya mengeluarkan teriakan nyaring, orang bertopeng harimau itu segera menyerang Dewa Arak. Kedua pedang pendek di tangannya menusuk deras ke arah kedua sisi pinggang Arya.
Cepat bukan main gerakannya. Bahkan ada suara mendesing nyaring mengawali tibanya serangan itu. Dewa Arak yang sadar kalau lawan memiliki kepandaian tinggi, iidak berani bertindak gegabah. Segera guci araknya dijumput dan dituangkan ke mulut.
Gluk... gluk... gluk..!
Terdengar suara tegukan begitu arak melewati tenggorokan Dewa Arak. Sesaat kemudian ada hawa hangat menyebar di perut pemuda berambut putih keperakan itu. Lalu merayap ke atas kepala.
Tapi di saat itulah serangan laki-laki bertopeng harimau tiba. Dengan jurus 'Delapan Langkah Belalang', Dewa Arak mengelakkannya. Arya segera melangkahkan kaki kanan ke depan, kemudian memutar tubuh ke belakang dengan bertumpu pada kaki kanan. Sesaat kemudian, tubuh pemuda ini sudah berada di belakang lawan.
Dan secepat tubuhnya berada di belakang lawan, secepat itu pula gucinya diayunkan ke punggung orang bertopeng harimau.
"Heh...?!"
Orang bertopeng harimau terkejut begitu melihat serangannya mengenai tempat kosong karena lawan mendadak lenyap. Sesaat orang bertopeng ini kebingungan. Tapi, begitu mendengar sambaran angin di belakangnya, segera diketahuinya kalau lawan berada di belakang dan tengah melancarkan serangan ke arah punggungnya.
Luar biasa! Tiba-tiba saja tubuh orang bertopeng itu melenting ke atas, sehingga serangan Dewa Arak mengenai tempat kosong. Dan dari atas, tubuhnya berputar setengah lingkaran ke belakang. Tahu-tahu, tubuhnya sudah berada di atas Dewa Arak. Dan dari belakang, tangan kanannya menyabet ke arah tengkuk.
Singgg...!
Arya terperanjat. Walaupun begitu, pemuda berambut putih keperakan ini tidak menjadi gugup. Cepat laksana kilat tubuhnya dirundukkan sehingga serangan itu lewat sejengkal di atas kepala.
"Hup...!"
Ringan tanpa suara kaki orang bertopeng itu hinggap di tanah, tepat di belakang Dewa Arak Begitu mendarat, dia langsung menusukkan pedang pendeknya ke arah punggung Dewa Arak
Tapi gerakan Arya masih lebih cepat daripada gerakan orang bertopeng. Tubuhnya berbalik cepat seraya mengayunkan gucinya.
Apabila dugaan itu benar, bukankah asal-usul dirinya akan terungkap kembali. Dan bukan tidak mungkin kalau dia akan berjumpa dengan orang tuanya. Langkah gadis berpakaian putih ini oleng begitu teringat orang tuanya.
Tapi ketika teringat cerita yang dulu didengarnya, timbul perasaan ragu dalam hati Melati. Bukankah kedua orang tuanya telah tewas secara mengerikan? Dan dia pun selamat dari maut karena dipungut anak oleh Raja Racun Pencabut Nyawa.
Ternyata bukan hanya Melati saja yang dilanda perasaan terkejut dengan pertemuan itu. Gadis berpakaian merah itu pun dilanda perasaan yang sama.
"Ih..."
Terdengar seruan terkejut dari mulut gadis berpakaian merah ketika melihat gadis berpakaian putih yang melangkah menghampirinya. Mulut gadis itu terlongong. Sementara sepasang matanya terbelalak lebar bagaikan melihat hantu. Jelas kalau gadis berpakaian merah itu dilanda keterkejutan yang amat sangat
Selama beberapa saat Melati dan gadis berpakaian merah saling tatap penuh selidik. Baik sepasang mata Melati, maupun sepasang mata gadis berpakaian merah merayapi tubuh masing-masing mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki.
Dan dengan jantung berdebar keras, keduanya mendapat kenyataan kalau mereka benar-benar persis satu sama lain. Baik Melati maupun gadis berpakaian merah bagaikan tengah bercermin!
Bukan hanya Melati dan gadis berpakaian merah saja yang dilanda perasaan terkejut Dewa Arak pun dilanda perasaan serupa. Beberapa kali kepala Arya menoleh ke arah wajah kedua gadis itu bergantian.
Dan dengan hati ngeri pemuda berambut putih keperakan ini terpaksa harus mengakui, andaikan keduanya mengenakan pakaian dan model rambut yang sama, dia tidak bisa membedakan mana di antara kedua gadis itu yang menjadi tunangannya. Mereka berdua begitu mirip, bagaikan pinang dibelah dua saja layaknya.
"Kenalkan, Nisanak," ucap Dewa Arak yang terlebih dulu sadar dari perasaan terkesimanya. "Ini kawanku, namanya Melati."
Ucapan Arya menyadarkan kedua gadis itu dari keterpakuannya. Cepat gadis berpakaian merah mengulurkan tangan.
"Ibuku memberiku nama Seruni. Tapi..., aku lebih suka dipanggil Mawar," ucap gadis berpakaian merah.
"Aku Melati." Gadis berpakaian putih menyahuti seraya menjabat tangan yang terulur ke arahnya.
Kini Dewa Arak baru dapat mengetahui perbedaan kedua gadis yang begitu mirip itu. Suara Melati terdengar agak keras. Dan sikapnya pun agak tidak pedulian. Sedangkan Mawar mempunyai suara yang halus dan sifat agak pendiam.
Menilik dari pembawaannya, Dewa Arak bisa memperkirakan kalau gadis berpakaian merah itu punya sifat pengalah. Dan inilah patokan Arya untuk membedakan mana di antara mereka yang menjadi kekasihnya bila suatu saat mereka mengenakan pakaian dan dandanan yang sama.
"Siapakah para pengeroyokmu tadi, Mawar? Dan mengapa kau bentrok dengan mereka?"
Melati mulai membuka percakapan. Gadis berpakaian putih ini memang ingin mengetahui apakah ada hubungan antara dirinya dengan gadis berpakaian merah.
"Mereka adalah berandalan-berandalan yang selalu mengacau desa-desa di sekitar hutan ini," jawab Mawar halus. "Ayah dan ibu tidak senang melihat tindakan mereka. Berkali-¬kali ayah dan ibuku berhasil menggagalkan usaha kejahatan yang akan mereka lakukan. Sayang, ayah tidak tega membunuh mereka."
"Maksudmu.., ayahmu membebaskan mereka, Mawar?" Arya ikut ambil bagian dalam pembicaraan.
"Benar," Mawar menganggukkan kepala. "Ayah hanya memberi sedikit pelajaran agar mereka jera."
Dewa Arak mengangguk-anggukkan kepala. Ada rasa kagum menyelinap dalam hatinya mendengar penuturan Mawar. Ternyata ayah gadis berpakaian merah ini adalah seorang yang bijaksana. Pantas saja kalau sikap anaknya begitu lembut dan pendiam.
"Hm...,"
Melati berdehem sebentar sebelum berbicara. Memang sejak tadi gadis berpakaian putih ini sibuk memutar otak, mencari kata-kata yang tepat untuk menanyakan perihal Mawar.
Dewa Arak tentu saja tahu kalau tunangannya tengah mencari cara untuk mengetahui perihal gadis berpakaian merah. Maka begitu mendengar deheman Melati, dia pun menghentikan ucapannya.
"Kalau begitu..., ayahmu terhitung seorang pendekar juga, Mawar?" Melati mulai berusaha mencari keterangan mengenai keluarga gadis itu.
"Menurut cerita ibu.., dulunya ayah memang seorang pendekar. Bahkan terhitung pendekar yang agak kejam pada tokoh golongan hitam.... Tapi, setelah menikah dengan ibu, ayah mulai menjauhi keributan. Ayah tidak ingin mencari permusuhan karena mengkhawatirkan nasib keluarganya."
“Tapi..., setidak-tidaknya..., ayahmu tentu juga mendidik anak-anaknya menjadi seorang pendekar," sambut Melati lagi setelah termenung beberapa saat. "Terbukti kau telah memiliki kepandaian cukup tinggi."
"Ah.... Kau bisa saja, Melati," sahut Mawar dengan wajah merona merah. Risih karena mendapat pujian.
"Aku tidak sembarangan memuji, Mawar," Melati menyambung lagi. "Kalau kau rajin berlatih, tidak sampai tiga bulan, empat pengeroyok tadi sudah bukan tandinganmu lagi."
"Betulkah itu, Melati?" tanya Mawar setengah tak percaya. Sepasang matanya menatap gadis berpakaian putih itu meminta kepastian.
Melati menganggukkan kepala. "Apakah saudara-saudara kandungmu yang lain juga memiliki kepandaian sepertimu?" Melati kini langsung pada sasarannya.
"Saudara-saudara kandungku?" Mawar mengerutkan alis. Tampak jelas kalau gadis berpakaian merah ini merasa heran mendengar pertanyaan itu. "Aku tidak mengerti maksudmu, Melati."
"Jadi..., kau sama sekali tidak punya saudara kandung?" kini Melati yang ganti terkejut "Kau..., anak satu-satunya?"
Mawar menganggukkan kepala.
"Ah...!"
Hampir berbareng terdengar seruan terkejut dari mulut Melati dan Dewa Arak. Jawaban gadis berpakaian merah itu benar-benar di luar dugaan. Untuk sesaat Dewa Arak dan Melati saling pandang. Bingung. Rupanya dugaan mereka keliru. Gadis ini sama sekali tidak punya hubungan apa-apa dengan Melati!
"Mengapa? Apa ada yang salah dalam jawabanku?" tanya Mawar yang merasa agak heran melihat Arya dan Melati terkejut setelah mendengar jawabannya.
"Tidak, Mawar," Dewa Arak mewakili menjawab.
Suasana menjadi hening begitu Dewa Arak menyelesaikan ucapannya. Ketiga orang itu sama-sama berdiam diri. Tenggelam dalam pikiran masing-masing.
Tapi, keheningan itu tidak berlangsung lama. Karena sudah dipecahkan oleh suara Mawar kembali. Suara yang bemada sendu. Ada nada kesedihan dan kesepian yang terkandung di dalam ucapan itu.
"Sebenarnya..., aku punya seorang saudara kandung...."
Melati dan Dewa Arak terjingkat bagai disengat kalajengking mendengar ucapan itu. Dengan pandang mata terbelalak, sepasang muda-mudi ini menatap wajah gadis berpakaian merah itu lekat-lekat. Pandang mata yang menyorotkan keheranan dan keterkejutan. Tapi, Mawar tidak tahu. Karena gadis itu menundukkan kepalanya. Jelas, ada sesuatu yang terjadi pada saudara kandungnya.
"Aku..., aku tidak mengerti maksud pembicaraanmu, Mawar," ucap Melati terbata¬-bata. Jantungnya berdetak keras dilanda ketegangan yang menggelegak.
Dan ini diam-diam membuat hati tunangan Dewa Arak ini menjadi heran. Mengapa pertemuan dengan Mawar membuat dia jadi sukar mengontrol diri?
"Ibu pernah bercerita padaku...," sambung Mawar lagi, tanpa mempedulikan ucapan Melati.
Tapi, gadis berpakaian putih itu sama sekali tidak tersinggung. Pendengarannya dipasang tajam-tajam untuk menyimak ucapan yang keluar dari mulut gadis berpakaian merah ini. Sementara jantungnya semakin berdetak kencang. Bahkan deru napasnya pun memburu, sehingga beberapa kali Melati terpaksa menahan napasnya. Khawatir kalau-kalau ucapan yang akan keluar dari mulut Mawar tidak terdengar.
Bukan hanya Melati saja yang dilanda perasaan serupa. Dewa Arak pun mengalami hal yang sama. Pemuda berambut putih keperakan ini merasakan kedua telapak tangannya mendadak dingjn. Jantungnya pun berdetak keras.
"Mungkinkah asal-usul Melati akan tersingkap?" tanya Arya dalam hati dengan ketegangan yang memuncak
"Kalau aku punya seorang saudara kandung...."
Pelan dan sendu suara yang terdengar dari mulut Mawar. Tapi, tidak demikian akibatnya bagi Dewa Arak dan Melati.
Ucapan Mawar terdengar bagaikan ledakan halilintar di telinga mereka. Dugaan kalau gadis ini punya hubungan dekat dengan Melati timbul kembali. Tapi, lidah-lidah mereka terasa kelu. Sehingga tidak mampu berkata-kata. Kecuali mendengarkan dengan jantung yang semakin berdetak kencang.
"Saudara kembar...." Kembali terdengar suara dari mulut Mawar.
"Uh...!"
Terdengar seruan lirih dari kerongkongan Melati. Tubuh gadis ini seketika terhuyung karena kedua kaki yang menopang tubuhnya menggigil keras bagai orang terserang demam.
Dewa Arak buru-buru bergerak mencekal tangan Melati sebelum tunangannya roboh ke tanah. Telapak tangan gadis itu dirasakan dingin sekali. Dingin seolah-olah yang dipegangnya bukan tangan manusia, melainkan sebongkah batu es!
Sekilas Arya melirik wajah Melati. Dan seketika hati pemuda ini pun terkejut begitu melihat wajah tunangannya pucat sekali! Pucat seperti tak dialiri darah!
Arya segera meremas perlahan tangan gadis itu untuk memberi kekuatan batin pada Melati mendengar berita yang amat penting dalam sejarah hidupnya.
Melati menoleh seraya memberikan senyum pada Dewa Arak. Karena perasaan tegang yang melanda, senyumnya tidak mirip senyuman. Tapi mirip seringai kesakitan.
Tapi Mawar, sepertinya tidak tahu kalau ucapan demi ucapan yang keluar dari mulutnya membuat hati kedua muda-mudi di hadapannya terkejut. Rupanya gadis berpakaian merah ini terlalu tenggelam dalam lautan kesedihannya.
"Lalu... apa yang terjadi dengan saudara kembarmu, Mawar?" desak Melati dengan suara serak dan parau.
Hatinya sudah tak sabar mendengar ucapan yang keluar sepotong demi sepotong dari mulut gadis berpakaian merah itu.
"Karena keadaan yang tidak memungkinkan untuk memeliharaku dan saudaraku bersama-sama, saudara kembarku kemudiam diberikan kepada adik ibuku. Tapi, sebelumnya ibuku telah memberikan nama untuk saudara kembarku. Delima namanya."
"Lalu..., apakah ada tanda-tanda khusus yang dapat dijadikan patokan bagi ibumu untuk mengenali bayi itu apabila dia sudah besar nanti?" tanya Arya. Pemuda berambut putih keperakan yang biasanya mampu bersikap tenang itu pun kini hampir tidak bisa menguasai diri. Suaranya terdengar agak bergetar.
"Karena punya banyak tanda-tanda khusus itulah yang menyebabkan saudara kembarku yang diberikan pada adik ibuku. Bukan aku."
"Kau tahu tanda-tanda khusus yang dimiliki saudara kembarmu?"
Kini Melati yang ganti bertanya. Suaranya bergetar dan kedua kakinya agak menggigil. Arya pun terpaksa memegang lengan tunangannya. Khawatir kalau gadis itu akan roboh pingsan.
Mawar menganggukkan kepala.
"Ibu pernah memberitahuku," jawab gadis berpakaian merah masih tetap menundukkan kepala. "Tapi, sayangnya aku hanya ingat satu. Pada pangkal lengan kanan terdapat tanda hitam sebesar kacang kedelai."
"Mawar...!"
Melati berseru keras. Ditubruknya gadis berpakaian merah yang masih saja menundukkan kepala. Mawar segera mendongakkan kepalanya. Wajahnya dipenuhi butiran-¬butiran air mata. Rupanya gadis berpakaian merah ini menangis.
"Akulah saudara kembarmu, Mawar! Akulah Delima...!" seru Melati seraya memeluk gadis berpakaian merah erat-erat.
"Delima...!"
Mawar berseru pula. Kedua tangannya balas memeluk tak kalah erat "Jadi..., kau Delima..., Melati?" tanya gadis berpakaian merah seraya mengendurkan pelukannya.
Melati alias Delima menganggukkan kepalanya. "Aku memiliki tanda seperti yang kau sebutkan pada pangkal lengan kananku."
"Ah...! Sungguh tidak kusangka," desah Mawar.
Beberapa saat lamanya kedua gadis yang sama-sama cantik itu saling berpelukan erat Wajah Mawar bersimbah air mata. Sedangkan Melati yang memang berwatak keras, sama sekali tidak mengucurkan air mata. Hanya saja sepasang matanya yang bening tampak merembang berkaca-kaca.
Dewa Arak hanya dapat menatap kejadian yang terpampang di depannya dengan hati terharu. Dadanya pun terasa sesak. Turut merasakan keharuan kedua gadis yang ternyata saudara kembar itu.
Arya sama sekali tidak mengganggu mereka. Dibiarkan saja mereka saling menumpahkan kerinduan. Bahkan diam-diam pemuda berbaju ungu ini bersyukur melihat Melati berhasil menjumpai keluarganya.
"Mana ayah dan ibu?" tanya Melati begitu telah berhasil menguasai perasaannya. Wajah gadis berpakaian putih ini terlihat lebih berseri-seri dari sebelumnya.
"Ah...! Kau benar, Melati! Sudah lama ayah dan ibu mencari-carimu. Mari...! Mari, kuantar kau menemui mereka!"
Setelah berkata demikian, Mawar segera menyusut air matanya. Kemudian menuntun Melati yang tanpa banyak membantah mengikuti ajakan saudara kembarnya.
Saking gembiranya, Melati sampai melupakan Dewa Arak. Dia tidak teringat lagi adanya pemuda berambut putih keperakan itu di situ. Tapi Arya sama sekali tidak marah.
Pemuda ini memaklumi keadaan yang dialami tunangannya. Maka tanpa banyak bicara, dia pun segera mengikuti langkah kedua gadis yang telah mendahuluinya.
Melati dan Mawar bergegas meninggalkan bekas tempat pertarungan. Sementara di belakang keduanya, dalam jarak sekitar tiga batang tombak, berjalan Dewa Arak
Langkah Melati dan Mawar terhenti ketika di depan mereka, dalam jarak sekitar lima tombak, berdiri dua sosok tubuh. Wajah kedua penghadang tidak tampak jelas karena tertutup topeng harimau. Menilik dari sikapnya, jelas kalau kedua orang bertopeng harimau itu mempunyai niat tidak baik
Arya segera mempercepat langkahnya. Hebatnya, sekali langkah saja tubuh pemuda itu sudah berada di sebelah Melati dan Mawar.
"Maaf, Kisanak berdua, kami ingin lewat," ucap Dewa Arak pelan.
"Hmh...!"
Hanya suara dengusan yang menyambut ucapan Arya. Melati yang memang mempunyai sifat keras, langsung meluap amarahnya. Tapi, Arya segera menyentuh lengan tunangannya, menyuruh gadis berpakaian putih itu bersabar. Akhirnya dengan terpaksa Melati menelan kemarahannya.
"Kalian hanya bisa lewat dari sini setelah jadi mayat!" tandas orang bertopeng harimau yang bertubuh pendek kekar.
"Hhh...!"
Arya menghela napas berat. Pemuda berambut putih keperakan ini sadar kalau pertempuran tidak mungkin bisa dielakkan lagi. Meskipun begitu, pemuda ini masih mencoba bicara baik-baik.
"Apa kesalahan kami sehingga Kisanak berdua hendak membunuh kami?"
"Tidak usah banyak bicara, Dewa Arak! Kesalahanmu sudah terlalu banyak! Kau dan perempuan liar itu harus mati!" tegas orang bertopeng harimau yang satunya lagi seraya menunjuk Melati.
Baru saja orang bertopeng harimau itu menghentikan ucapannya, tahu-tahu orang bertopeng harimau yang bertubuh pendek kekar telah menerjang Melati.
Rupanya si penyerang sudah mengetahui kelihaian gadis berpakaian putih itu. Terbukti, sekali menyerang dia sudah mengeluarkan senjatanya yang berupa sebatang tongkat. Ujung tongkat itu berbentuk logam tipis dan tajam berbentuk bulan sabit. Senjata itu langsung disodokkan ke leher Melati.
Baru saja orang bertopeng harimau menghentikan ucapannya, tahu-tahu orang bertopeng harimau yang bertubuh pendek kekar itu telah menerjang Melati.
Singgg...!
Suara mendesing nyaring mengawali tibanya serangan laki-laki bertubuh pendek kekar.
"Mawar! Cepat kau menyingkir!"
Sambil berkata demikian, Melati segera mendorong tubuh gadis berpakaian merah itu.
Dan hampir berbareng, tubuhnya direndahkan sehingga serangan tongkat berujung bulan sabit lewat di atas kepalanya.
Tapi ternyata serangan laki-laki bertubuh pendek kekar tidak hanya sampai di situ saja. Begitu serangannya berhasil dielakkan, tahu-tahu kaki kanannya telah mencuat ke arah perut. Dan karena saat itu Melati tengah membungkuk, tendangan itu jadi mengancam dadanya.
Lagi-lagi Melati mempertunjukkan kelihaiannya. Cepat kakinya digedorkan ke tanah. Dan dengan meminjam tenaga tekanan pada tanah, tubuhnya melenting ke belakang. Untuk yang kedua kalinya, serangan laki-laki bertubuh pendek kekar kembali mengenai tempat kosong.
"Hup!"
Manis dan indah sekali gerakan gadis berpakaian putih ketika mendaratkan kedua kakinya di tanah. Dan begitu kedua kakinya menyentuh tanah, di tangannya telah tergenggam sebatang pedang terhunus.
Wunggg, wunggg...!
Terdengar suara menggerung keras seperti ada naga mengamuk begitu Melati mulai memainkan pedangnya. Inilah 'Ilmu Pedang Seribu Naga', ilmu andalan gadis berpakaian putih itu.
Tampak jelas kalau laki-laki bertubuh pendek kekar terkejut begitu Melati mulai memainkan jurus-jurus pedang. Meskipun tertutup topeng, tapi bisa dilihat dari gerakannya yang terhenti secara mendadak.
Tapi hanya sesaat saja laki-laki bertubuh pendek kekar itu dilanda perasaan terkejut Sekejap kemudian dia sudah melompat menerjang kembali. Tongkat berujung bulan sabit di tangannya diputar-putar cepat di depan dada. Baru kemudian meluruk cepat ke arah Melati.
Tapi, gadis berpakaian putih ini tidak menjadi gugup melihat serangan itu. Serangan lawannya segera disambut dengan 'Ilmu Pedang Seribu Naga'. Sesaat kemudian, kedua orang itu sudah terlibat dalam sebuah pertarungan sengit.
Begitu melihat rekannya sudah terlibat pertarungan dengan Melati, orang bertopeng harimau yang satu lagi segera meloloskan senjatanya. Sebuah tongkat kayu jati berukir yang panjangnya tak sampai setengah tombak.
Semula orang bertopeng harimau itu memegangnya dengan tangan kanan. Tapi sesaat kemudian tongkat itu digenggamnya dengan kedua tangan. Masing-masing pada ujung¬ujungnya.
Singgg, singgg...!
Suara berdesing nyaring terdengar begitu kedua tangan yang menggenggam tongkat itu ditarik ke arah berlawanan. Ternyata hanya di luarnya saja kelihatan seperti tongkat pendek, tapi di dalamnya adalah sepasang pedang pendek.
"Haaat...!"
Seraya mengeluarkan teriakan nyaring, orang bertopeng harimau itu segera menyerang Dewa Arak. Kedua pedang pendek di tangannya menusuk deras ke arah kedua sisi pinggang Arya.
Cepat bukan main gerakannya. Bahkan ada suara mendesing nyaring mengawali tibanya serangan itu. Dewa Arak yang sadar kalau lawan memiliki kepandaian tinggi, iidak berani bertindak gegabah. Segera guci araknya dijumput dan dituangkan ke mulut.
Gluk... gluk... gluk..!
Terdengar suara tegukan begitu arak melewati tenggorokan Dewa Arak. Sesaat kemudian ada hawa hangat menyebar di perut pemuda berambut putih keperakan itu. Lalu merayap ke atas kepala.
Tapi di saat itulah serangan laki-laki bertopeng harimau tiba. Dengan jurus 'Delapan Langkah Belalang', Dewa Arak mengelakkannya. Arya segera melangkahkan kaki kanan ke depan, kemudian memutar tubuh ke belakang dengan bertumpu pada kaki kanan. Sesaat kemudian, tubuh pemuda ini sudah berada di belakang lawan.
Dan secepat tubuhnya berada di belakang lawan, secepat itu pula gucinya diayunkan ke punggung orang bertopeng harimau.
"Heh...?!"
Orang bertopeng harimau terkejut begitu melihat serangannya mengenai tempat kosong karena lawan mendadak lenyap. Sesaat orang bertopeng ini kebingungan. Tapi, begitu mendengar sambaran angin di belakangnya, segera diketahuinya kalau lawan berada di belakang dan tengah melancarkan serangan ke arah punggungnya.
Luar biasa! Tiba-tiba saja tubuh orang bertopeng itu melenting ke atas, sehingga serangan Dewa Arak mengenai tempat kosong. Dan dari atas, tubuhnya berputar setengah lingkaran ke belakang. Tahu-tahu, tubuhnya sudah berada di atas Dewa Arak. Dan dari belakang, tangan kanannya menyabet ke arah tengkuk.
Singgg...!
Arya terperanjat. Walaupun begitu, pemuda berambut putih keperakan ini tidak menjadi gugup. Cepat laksana kilat tubuhnya dirundukkan sehingga serangan itu lewat sejengkal di atas kepala.
"Hup...!"
Ringan tanpa suara kaki orang bertopeng itu hinggap di tanah, tepat di belakang Dewa Arak Begitu mendarat, dia langsung menusukkan pedang pendeknya ke arah punggung Dewa Arak
Tapi gerakan Arya masih lebih cepat daripada gerakan orang bertopeng. Tubuhnya berbalik cepat seraya mengayunkan gucinya.
OBJEK WISATA MANCA NEGARA
===============================
No comments:
Post a Comment