Kicau riang burung hutan menyambut gemblra datangnya sang pagi. Matahari bersinar lembut menyinari bumi. Angin bertiup semilir membawa angin sejuk saat dua sosok tubuh melangkah perlahan-lahan memasuki mulut hutan.
Dua sosok tubuh itu ternyata adalah sepasang muda-mudi. Yang satu adalah seorang pemuda berambut putih keperakan dan berpakaian ungu. Sementara yang satunya lagi seorang wanita cantik jelita berpakaian serba putih dan berambut panjang terurai hingga ke punggung.
Muda-mudi ini melangkahkan kakinya perlahan-lahan. Sesekali keduanya menarik napas dalam-dalam sambil mengembangkan dada, menghirup udara pagi yang bersih sebanyak-banyaknya.
Mendadak keduanya serentak menolehkan kepala ke satu arah. Jelas seperti ada sesuatu yang menarlk perhatian mereka.
"Kau juga mendengar suara itu, Melati?" tanya pemuda berambut putih keperakan sambil menolehkan kepala, memandang wajah gadis berpakaian putih di sebelahnya.
"Ya," sahut gadis berpakaian putih yang ternyata adalah Melati seraya menganggukkan kepala. "Sepertinya ada pertempuran, Kang Arya."
"Benar," pemuda berambut putih keperakan yang tidak lain adalah Arya Buana alias Dewa Arak membenarkan dugaan tunangannya.
"Arahnya dari sebelah sana, Kang," ucap Melati lagi. Telunjuk tangan kanannya menuding ke Selatan.
"Kalau begitu mari kita ke sana," ajak Arya ke arah yang ditunjukkan gadis berpakaian putih.
Tanpa diberi tahu oleh Melati pun sebenarnya pemuda berambut putih keperakan ini sudah mengetahui asal, suara itu.
Sesaat kemudian sepasang muda-mudi ini telah melesat cepat meninggalkan tempat itu. Cepat bukan main gerakan keduanya. Melati dan Dewa Arak seperti saling berlomba menuju ke arah asal suara yang tadi mereka dengar.
Tentu saja kalau Arya mau mengerahkan seluruh kemampuan ilmu meringankan tubuh yang dimilikinya, Melati akan tertinggal. Tapi pemuda berambut putih keperakan ini tidak mau melakukannya. Ilmu lari cepatnya hanya dikerahkan sebatas mengimbangi lari gadis berpakaian putih itu.
Sesaat kemudian, asal suara yang mereka dengar telah terlihat. Tampak di kejauhan, dalam jarak sekitar sepuluh tombak, seorang wanita berpakaian merah menyala bersenjata tongkat pendek berujung runcing tengah berhadapan dengan empat orang bersenjata golok.
Arya segera memegang tangan Melati begitu melihat gadis berpakaian putih itu sudah bersiap-siap campur tangan.
"Jangan turun tangan dulu sebelum kita tahu jelas masalahnya," bisik Dewa Arak menasihati.
Mendengar teguran itu, sekujur urat-urat syaraf dan otot-otot Melati yang tadi menegang penuh kekuatan seketika melemas kembali.
"Mengapa, Kang Arya?" tanya Melati, pelan dan lembut. Tapi jelas ada nada penasaran dalam suaranya.
Dewa Arak geli mendengar adanya tuntutan dalam suara gadis itu. Sekuat tenaga ditahannya perasaan geli yang bergejolak itu. Pemuda berambut putih keperakan ini tahu betul sifat keras Melati. Sungguhpun sejak akrab dengannya, sifat gadis berpakaian putih ini telah berubah drastis, namun tidak berarti seluruh sifat kerasnya hilang. Justru sikap keras Melati itulah yang membuatnya gembira.
"Uhk...!"
Arya berpura-pura batuk untuk menghilangkan perasaan gelinya. "Kita belum tahu masalah mereka, Melati," jawab Arya sabar. "Kita belum tahu siapa yang salah dan benar. Tunggu saja dulu. Kita lihat perkembangannya nanti."
Melati pun terdiam, Dan dengan sendirinya suasana pun jadi hening karena Dewa Arak tidak melanjutkan ucapannya lagi. Tanpa bercakap-cakap lagi, kaki mereka dilangkahkan mendekati tempat pertarungan. Kini mereka memperhatikan jalannya pertempuran dari balik sebatang pohon.
"Para pengeroyok gadis itu..., sepertinya bukan orang baik-baik, Kang," ucap Melati lagi setelah mulai dapat melihat jelas wajah empat orang itu.
Tidak ada sahutan sama sekali dan mulut Dewa Arak yang berada di sampingnya. Melati jadi heran. Kepalanya ditolehkan dan seketika wajah gadis berpakaian putih ini menyemburat merah.
Dewa Arak seperti orang tersihir! Menatap tanpa berkedip ke depan. Rupanya Arya begitu tenggelam dalam kesibukannya memandang hingga tidak mendengar ucapannya! desis Melati dalam hati.
Tanpa menoleh pun Melati telah tahu apa yang telah membuat Arya sampai terkesima. Apa lagi kalau bukan wanita berpakaian merah menyala itu? Kontan perasaan cemburu Melati bergolak
"Dasar laki-laki mata keranjang...!" desis gadis berpakaian putih itu.
Tentu saja ucapan Melati yang mendesis dan penuh hawa cemburu membuat Arya tersadar dari terkesimanya. Dengan gugup pandangannya dialihkan ke arah tunangannya.
"A... apa katamu tadi, Melati?" tanya Dewa Arak agak tersendat-sendat.
Memang, meskipun kata-kata yang diucapkan gadis itu tertangkap oleh telinganya, tapi Arya ingin memastikan kebenarannya dengan mendengarnya satu kali lagi. Penglihatan yang baru saja disaksikan amat mengejutkan hatinya. Apalagi ditambah dengan kata-kata makian Melati.
"Kau..., laki-laki mata keranjang...!" ucap Melati lagi dengan berani.
Gadis ini memang mempunyai watak aneh. Mudah marah. Tapi mudah pula baik kembali.
"Di depanku saja kau berani bersikap seperti itu. Apalagi kalau di belakangku!"
"Sabar dulu, Melati," ucap Dewa Arak menenangkan, tahu mengapa gadis berpakaian putih ini marah padanya. "Tenang, dan lihat baik-baik gadis berpakaian merah itu."
Mendengar nada suara yang penuh kesungguhan itu, mau tidak mau Melati menuruti permintaan Dewa Arak Meskipun masih dengan perasaan marah dan mendongkol, pandangannya dialihkan ke depan Ke arah gadis berpakaian merah. Dan seketika sepasang mata gadis berpakaian putih ini terbelalak lebar.
Pemandangan yang disaksikan benar-benar membuat Melati terkejut bukan main. Bahkan bukan hanya terkejut saja. Tapi sekaligus terkesima.
Gadis berpakaian merah yang tengah bertarung itu memiliki raut wajah dan bentuk tubuh yang sama dengannya. Tak ada bedanya sedikit pun! Bedanya, gadis itu memakai pakaian merah dan berambut digelung ke atas. Kalau saja gadis itu berpakaian putih dan berambut terurai lepas, tentu Melati sama sekali tidak bisa membedakan dengan dirinya.
"Ttt.. ti... tidak mungkin...!" desis Melati terbata-bata.
Ucapannya yang gemetar menjadi pertanda besarnya perasaan tegang yang melanda hatinya.
"Apanya yang tidak mungkin, Melati?" tanya Dewa Arak, meskipun sudah mengetahui maksud ucapan tunangannya. Kembali pandangan Arya tertuju pada gadis berpakaian merah.
"Katakan kalau aku salah lihat, Kang...," pinta Melati dengan suara menggigil bagai orang diserang demam.
Arya menggelengkan kepala. "Tenanglah, Melati," hibur Arya, lembut.
Digenggamnya jari-jari gadis itu, seolah-olah dengan cara itu bisa memberi kekuatan pada tunangannya.
"Tapi, Kang...," Melati masih mencoba membantah.
"Semua akan kita ketahui nanti, Melati," potong Dewa Arak cepat "Barangkali gadis itu ada hubungannya denganmu...."
Melati tercenung seketika begitu mendengar ucapan tunangannya. Memang sejak pertama kali melihat gadis berpakaian merah, ada perasaan aneh yang menyeruak dalam hatinya. Perasaan yang membuatnya tegang bukan main. Benarkah ucapan tunangannya kalau wanita berpakaian merah itu ada hubungan dengannya?
Tapi, Melati mencoba membantah. Dari cerita yang telah didengar, dia tahu kalau orang tuanya telah meninggal dalam keadaan menyedihkan. Dan dia ditemukan oleh seorang tokoh sesat yang kemudian memeliharanya. Tokoh itu berjuluk Raja Racun Pencabut Nyawa (Untuk jelasnya, silakan baca serial Dewa Arak dalam episode "Dewi Penyebar Maut").
Sementara itu, pertarungan antara gadis berpakaian merah dengan empat orang pengeroyok berlangsung semakin seru. Gadis berpakaian merah itu ternyata memiliki kepandaian yang cukup tinggi, sehingga empat pengeroyok yang terdiri dari orang-orang kasar mengalami kesulitan meringkusnya.
Tapi, pandang mata Arya dan Melati yang tajam segera mengetahui kalau lambat laun gadis berpakaian merah itu akan roboh di tangan para pengeroyoknya.
"Haaat...!"
Salah seorang pengeroyok yang bertubuh tinggi kurus berteriak nyaring. Berbareng dengan itu, golok di tangannya berkelebat cepat, membabat leher gadis berpakaian merah.
"Hih...!"
Gadis berpakaian merah menarik kaki kanan ke belakang seraya mendoyongkan tubuh. Sehingga sambaran golok, lewat setengah jengkal di depan lehernya.
Namun sebelum gadis itu melancarkan serangan balasan, pengeroyok yang berambut abu-abu menusukkan golok ke arah pelipis dari samping kanan. Sementara dari arah lain seorang lainnya membabatkan golok ke arah tengkuk.
Kecepatan gerak gadis berpakaian merah memang patut dipuji. Mendapat serangan susulan yang datang berbarengan itu dia tidak menjadi gugup. Tubuhnya cepat dirundukkan sehingga kedua serangan lewat di atas kepala. Dan pada saat yang bersamaan, tongkat di tangannya ditusukkan ke arah laki-laki bertubuh kekar yang berada di kanan.
Laki-laki bertubuh kekar terkejut bukan main melihat lawannya masih mampu mengirimkan serangan balasan dalam keadaan terjepit itu. Dengan sebisa-bisanya pengeroyok ini mencoba mengelak.Tapi....
Crasss...!
Ujung tongkat gadis berpakaian merah sempat menyerempet perutnya. Terdengar jerit kesakitan dari mulut laki-laki bertubuh kekar yang disusul dengan mengalirnya darah segar dari bagian yang terkena tusukan tongkat
Tapi sebelum gadis berpakaian merah sempat melancarkan serangan susulan, pengeroyok yang bertubuh tinggi besar sudah menerjang sambil menggulingkan tubuhnya. Dan dari bawah, kaki kanannya yang besar dan kokoh melakukan sapuan kearah kaki gadis itu
Bukkk..!
Telak dan keras sekali sapuan si tinggi besar mengenai sasaran. Dan seketika itu juga gadis berpakaian merah terpelanting jatuh.
Melihat keadaan yang sudah menguntungkan, para pengeroyok tidak mau menyia-nyiakannya. Bagai berlomba mereka melesat saling mendahului mengirimkan serangan.
Gadis berpakaian merah tentu saja tahu bahaya besar yang mengancam keselamatannya. Maka gadis ini segera bergulingan di tanah mengelakkan hujan serangan para pengeroyok. Sehingga serangan lawan-lawannya mengenai tempat kosong.
Para penyeroyok menjadi geram melihat gadis berpakaian merah masih mampu menyelamatkan diri. Maka sambil menggertakkan gigi, mereka bergerak mengejar sambil terus menghujani dengan serangan-serangan mematikan sebelum gadis itu berhasil memperbaiki posisi.
Singgg, singgg...!
Suara desingan senjata yang berkelebatan cepat ke arah berbagai bagian tubuh gadis berpakaian merah terdengar merobek udara.
Dan memang, gadis berpakaian merah ini tidak sempat memperbaiki posisinya yang sudah mengkhawatirkan. Sambil terus bergulingan di tanah, tongkatnya diputar menghalau setiap serangan yang datang.
Tranggg, tranggg...!
Bunga api memercik ke sana kemari, ketika gadis berpakaian merah berhasil menangkis dua buah serangan lawan yang meluruk deras ke arahnya. Namun sebelum dia sempat menarik napas lega, tahu-tahu serangan dari lawan lainnya kembali menyambar tiba.
Desss!
"Ah...!"
Gadis berpakaian merah itu memekik kesakitan ketika tendangan lawan menghantamnya. Telak dan keras sekali tendangan itu mengenai pergelangan tangan kanannya. Seketika itu juga tongkatnya terlepas dari pegangan dan terlempar jauh.
Dan di saat itulah serangan dari pengeroyok yang terakhir datang menyusul. Menusuk deras ke arah dada.
Kini, sudah tidak ada kesempatan lagi bagi gadis berpakaian merah untuk berbuat sesuatu. Mengelak sudah tidak ada waktu, sedangkan menangkis pun sudah tidak mungkin. Posisi kedua kaki dan tangan kirinya tidak memungkinkan lagi untuk menangkis serangan. Tambahan lagi tangan kanannya masih terasa lumpuh. Kini yang dapat dia lakukan hanya berdiam din menanti datangnya maut
Di saat gawat itulah, Dewa Arak yang memang sudah sejak tadi bersiap siaga untuk menolong, melesat cepat ke depan. Dan selagi tubuhnya berada di udara, kedua tangannya digerakkan ke depan.
Perlahan saja kelihatannya. Tapi akibatnya luar biasa. Ada hembusan angin keras yang keluar dari tangan itu, dan memotong arah serangan yang mengancam gadis berpakaian merah.
"Heh...?!"
Si penyerang terkejut bukan main ketika merasakan hembusan angin keras yang bukan hanya membuat serangannya tertahan. Tapi juga membuat kuda-kudanya tergempur, dan tubuhnya terhuyung-huyung ke belakang.
Penyerang yang ternyata adalah laki-laki kekar ini menggertakkan gigi menahan geram. Dadanya terasa sesak bukan main akibat hembusan angin keras yang mendadak muncul, seiring dengan sepasang matanya yang melihat sesosok bayangan ungu yang melesat di depannya.
Untung bagi laki-laki ini karena Dewa Arak tidak berniat mencelakainya. Pemuda itu hanya berniat memunahkan serangan saja.
Laki-laki kekar ini menatap ke depan dengan sinar mata penuh amarah. Begitu juga ketiga orang temannya. Mereka sadar, ada orang berkepandaian tinggi yang telah menyelamatkan gadis berpakaian merah.
Keempat pengeroyok menatap Dewa Arak penuh selidik. Tapi, Arya sama sekali tidak peduli.
"Kau tidak apa-apa, Nisanak?" tanya pemuda berambut putih keperakan seraya menatap wajah gadis berpakaian merah lekat sekali.
Kembali keterkejutan yang amat sangat melanda hati Arya. Begitu dekat, gadis ini semakin nampak jelas kemiripannya dengan Melati. Tapi, dengan pandainya Dewa Arak berhasil menyembunyikan perasaan terkejutnya.
"Tidak," sahut gadis berpakaian merah seraya bergerak bangkit. "Terima kasih atas pertolonganmu, Kisanak"
"Keparat..!"
Suara makian laki-laki tertubuh kekar memaksa Arya mengalihkan perhatian. Dengan tenang ditatapnya empat pengeroyok gadis berpakaian merah yang memandangnya dengan wajah merah padam menahan amarah.
"Siapa kau, Keparat?! Mengapa mencampuri urusan kami?!" tanya laki-laki bertubuh kekar. Suaranya terdengar kasar dan keras.
"Aku Arya, seorang pengembara," sahut Dewa Arak kalem. "Aku tidak bermaksud mencampuri urusan kalian. Aku hanya tidak bisa membiarkan orang berbuat sewenang¬wenang di depan mataku."
"Keparat! Kalau begitu, kau harus mampus...!"
Setelah berkata demikian, laki-laki bertubuh kekar itu segera melompat menerjang. Golok di tangannya terayun deras ke arah kepala Arya dari atas ke bawah. Rupanya laki-laki kasar ini ingin membelah tubuh Dewa Arak menjadi dua bagian.
Tiga orang rekan laki-laki bertubuh kekar tidak tinggal diam. Mereka pun segera menerjang ke arah pemuda berambut putih keperakan dengan senjata terhunus. Dalam sekejap saja empat buah serangan telah mengancam Dewa Arak
Tapi Arya bersikap tenang. Dengan mudah semua serangan itu dielakkan. Dan begitu kedua tangannya bergerak, terdengar pekik-pekik kesakitan yang disusul bertumbangannya tubuh empat pengeroyok. Senjata-senjata mereka telah tidak berada lagi di tangan. Berpentalan entah ke mana.
Dewa Arak memandangi orang-orang kasar yang tergolek di depannya. Semuanya hanya dapat merintih-rintih. Arya telah membuat mereka tidak mampu bangkit untuk sementara, tanpa luka-luka yang berarti.
Empat orang kasar itu segera sadar kalau pemuda berambut putih keperakan yang mengaku bernama Arya mempunyai kepandaian mukjizat.
Dan mereka pun sadar kalau pemuda itu terlalu sakti untuk mereka lawan. Tanpa membuang-buang waktu lagi, mereka segera bangkit. Melangkah tertatih-tatih meninggalkan tempat itu.
Arya sama sekali tidak mempedulikan mereka. Dibiarkan saja empat orang kasar itu melangkah terseok-seok meninggalkan tempat itu. Rupanya pemuda berambut putih keperakan ini memang tidak ingin mencari permusuhan.
***
Dua sosok tubuh itu ternyata adalah sepasang muda-mudi. Yang satu adalah seorang pemuda berambut putih keperakan dan berpakaian ungu. Sementara yang satunya lagi seorang wanita cantik jelita berpakaian serba putih dan berambut panjang terurai hingga ke punggung.
Muda-mudi ini melangkahkan kakinya perlahan-lahan. Sesekali keduanya menarik napas dalam-dalam sambil mengembangkan dada, menghirup udara pagi yang bersih sebanyak-banyaknya.
Mendadak keduanya serentak menolehkan kepala ke satu arah. Jelas seperti ada sesuatu yang menarlk perhatian mereka.
"Kau juga mendengar suara itu, Melati?" tanya pemuda berambut putih keperakan sambil menolehkan kepala, memandang wajah gadis berpakaian putih di sebelahnya.
"Ya," sahut gadis berpakaian putih yang ternyata adalah Melati seraya menganggukkan kepala. "Sepertinya ada pertempuran, Kang Arya."
"Benar," pemuda berambut putih keperakan yang tidak lain adalah Arya Buana alias Dewa Arak membenarkan dugaan tunangannya.
"Arahnya dari sebelah sana, Kang," ucap Melati lagi. Telunjuk tangan kanannya menuding ke Selatan.
"Kalau begitu mari kita ke sana," ajak Arya ke arah yang ditunjukkan gadis berpakaian putih.
Tanpa diberi tahu oleh Melati pun sebenarnya pemuda berambut putih keperakan ini sudah mengetahui asal, suara itu.
Sesaat kemudian sepasang muda-mudi ini telah melesat cepat meninggalkan tempat itu. Cepat bukan main gerakan keduanya. Melati dan Dewa Arak seperti saling berlomba menuju ke arah asal suara yang tadi mereka dengar.
Tentu saja kalau Arya mau mengerahkan seluruh kemampuan ilmu meringankan tubuh yang dimilikinya, Melati akan tertinggal. Tapi pemuda berambut putih keperakan ini tidak mau melakukannya. Ilmu lari cepatnya hanya dikerahkan sebatas mengimbangi lari gadis berpakaian putih itu.
Sesaat kemudian, asal suara yang mereka dengar telah terlihat. Tampak di kejauhan, dalam jarak sekitar sepuluh tombak, seorang wanita berpakaian merah menyala bersenjata tongkat pendek berujung runcing tengah berhadapan dengan empat orang bersenjata golok.
Arya segera memegang tangan Melati begitu melihat gadis berpakaian putih itu sudah bersiap-siap campur tangan.
"Jangan turun tangan dulu sebelum kita tahu jelas masalahnya," bisik Dewa Arak menasihati.
Mendengar teguran itu, sekujur urat-urat syaraf dan otot-otot Melati yang tadi menegang penuh kekuatan seketika melemas kembali.
"Mengapa, Kang Arya?" tanya Melati, pelan dan lembut. Tapi jelas ada nada penasaran dalam suaranya.
Dewa Arak geli mendengar adanya tuntutan dalam suara gadis itu. Sekuat tenaga ditahannya perasaan geli yang bergejolak itu. Pemuda berambut putih keperakan ini tahu betul sifat keras Melati. Sungguhpun sejak akrab dengannya, sifat gadis berpakaian putih ini telah berubah drastis, namun tidak berarti seluruh sifat kerasnya hilang. Justru sikap keras Melati itulah yang membuatnya gembira.
"Uhk...!"
Arya berpura-pura batuk untuk menghilangkan perasaan gelinya. "Kita belum tahu masalah mereka, Melati," jawab Arya sabar. "Kita belum tahu siapa yang salah dan benar. Tunggu saja dulu. Kita lihat perkembangannya nanti."
Melati pun terdiam, Dan dengan sendirinya suasana pun jadi hening karena Dewa Arak tidak melanjutkan ucapannya lagi. Tanpa bercakap-cakap lagi, kaki mereka dilangkahkan mendekati tempat pertarungan. Kini mereka memperhatikan jalannya pertempuran dari balik sebatang pohon.
"Para pengeroyok gadis itu..., sepertinya bukan orang baik-baik, Kang," ucap Melati lagi setelah mulai dapat melihat jelas wajah empat orang itu.
Tidak ada sahutan sama sekali dan mulut Dewa Arak yang berada di sampingnya. Melati jadi heran. Kepalanya ditolehkan dan seketika wajah gadis berpakaian putih ini menyemburat merah.
Dewa Arak seperti orang tersihir! Menatap tanpa berkedip ke depan. Rupanya Arya begitu tenggelam dalam kesibukannya memandang hingga tidak mendengar ucapannya! desis Melati dalam hati.
Tanpa menoleh pun Melati telah tahu apa yang telah membuat Arya sampai terkesima. Apa lagi kalau bukan wanita berpakaian merah menyala itu? Kontan perasaan cemburu Melati bergolak
"Dasar laki-laki mata keranjang...!" desis gadis berpakaian putih itu.
Tentu saja ucapan Melati yang mendesis dan penuh hawa cemburu membuat Arya tersadar dari terkesimanya. Dengan gugup pandangannya dialihkan ke arah tunangannya.
"A... apa katamu tadi, Melati?" tanya Dewa Arak agak tersendat-sendat.
Memang, meskipun kata-kata yang diucapkan gadis itu tertangkap oleh telinganya, tapi Arya ingin memastikan kebenarannya dengan mendengarnya satu kali lagi. Penglihatan yang baru saja disaksikan amat mengejutkan hatinya. Apalagi ditambah dengan kata-kata makian Melati.
"Kau..., laki-laki mata keranjang...!" ucap Melati lagi dengan berani.
Gadis ini memang mempunyai watak aneh. Mudah marah. Tapi mudah pula baik kembali.
"Di depanku saja kau berani bersikap seperti itu. Apalagi kalau di belakangku!"
"Sabar dulu, Melati," ucap Dewa Arak menenangkan, tahu mengapa gadis berpakaian putih ini marah padanya. "Tenang, dan lihat baik-baik gadis berpakaian merah itu."
Mendengar nada suara yang penuh kesungguhan itu, mau tidak mau Melati menuruti permintaan Dewa Arak Meskipun masih dengan perasaan marah dan mendongkol, pandangannya dialihkan ke depan Ke arah gadis berpakaian merah. Dan seketika sepasang mata gadis berpakaian putih ini terbelalak lebar.
Pemandangan yang disaksikan benar-benar membuat Melati terkejut bukan main. Bahkan bukan hanya terkejut saja. Tapi sekaligus terkesima.
Gadis berpakaian merah yang tengah bertarung itu memiliki raut wajah dan bentuk tubuh yang sama dengannya. Tak ada bedanya sedikit pun! Bedanya, gadis itu memakai pakaian merah dan berambut digelung ke atas. Kalau saja gadis itu berpakaian putih dan berambut terurai lepas, tentu Melati sama sekali tidak bisa membedakan dengan dirinya.
"Ttt.. ti... tidak mungkin...!" desis Melati terbata-bata.
Ucapannya yang gemetar menjadi pertanda besarnya perasaan tegang yang melanda hatinya.
"Apanya yang tidak mungkin, Melati?" tanya Dewa Arak, meskipun sudah mengetahui maksud ucapan tunangannya. Kembali pandangan Arya tertuju pada gadis berpakaian merah.
"Katakan kalau aku salah lihat, Kang...," pinta Melati dengan suara menggigil bagai orang diserang demam.
Arya menggelengkan kepala. "Tenanglah, Melati," hibur Arya, lembut.
Digenggamnya jari-jari gadis itu, seolah-olah dengan cara itu bisa memberi kekuatan pada tunangannya.
"Tapi, Kang...," Melati masih mencoba membantah.
"Semua akan kita ketahui nanti, Melati," potong Dewa Arak cepat "Barangkali gadis itu ada hubungannya denganmu...."
Melati tercenung seketika begitu mendengar ucapan tunangannya. Memang sejak pertama kali melihat gadis berpakaian merah, ada perasaan aneh yang menyeruak dalam hatinya. Perasaan yang membuatnya tegang bukan main. Benarkah ucapan tunangannya kalau wanita berpakaian merah itu ada hubungan dengannya?
Tapi, Melati mencoba membantah. Dari cerita yang telah didengar, dia tahu kalau orang tuanya telah meninggal dalam keadaan menyedihkan. Dan dia ditemukan oleh seorang tokoh sesat yang kemudian memeliharanya. Tokoh itu berjuluk Raja Racun Pencabut Nyawa (Untuk jelasnya, silakan baca serial Dewa Arak dalam episode "Dewi Penyebar Maut").
Sementara itu, pertarungan antara gadis berpakaian merah dengan empat orang pengeroyok berlangsung semakin seru. Gadis berpakaian merah itu ternyata memiliki kepandaian yang cukup tinggi, sehingga empat pengeroyok yang terdiri dari orang-orang kasar mengalami kesulitan meringkusnya.
Tapi, pandang mata Arya dan Melati yang tajam segera mengetahui kalau lambat laun gadis berpakaian merah itu akan roboh di tangan para pengeroyoknya.
"Haaat...!"
Salah seorang pengeroyok yang bertubuh tinggi kurus berteriak nyaring. Berbareng dengan itu, golok di tangannya berkelebat cepat, membabat leher gadis berpakaian merah.
"Hih...!"
Gadis berpakaian merah menarik kaki kanan ke belakang seraya mendoyongkan tubuh. Sehingga sambaran golok, lewat setengah jengkal di depan lehernya.
Namun sebelum gadis itu melancarkan serangan balasan, pengeroyok yang berambut abu-abu menusukkan golok ke arah pelipis dari samping kanan. Sementara dari arah lain seorang lainnya membabatkan golok ke arah tengkuk.
Kecepatan gerak gadis berpakaian merah memang patut dipuji. Mendapat serangan susulan yang datang berbarengan itu dia tidak menjadi gugup. Tubuhnya cepat dirundukkan sehingga kedua serangan lewat di atas kepala. Dan pada saat yang bersamaan, tongkat di tangannya ditusukkan ke arah laki-laki bertubuh kekar yang berada di kanan.
Laki-laki bertubuh kekar terkejut bukan main melihat lawannya masih mampu mengirimkan serangan balasan dalam keadaan terjepit itu. Dengan sebisa-bisanya pengeroyok ini mencoba mengelak.Tapi....
Crasss...!
Ujung tongkat gadis berpakaian merah sempat menyerempet perutnya. Terdengar jerit kesakitan dari mulut laki-laki bertubuh kekar yang disusul dengan mengalirnya darah segar dari bagian yang terkena tusukan tongkat
Tapi sebelum gadis berpakaian merah sempat melancarkan serangan susulan, pengeroyok yang bertubuh tinggi besar sudah menerjang sambil menggulingkan tubuhnya. Dan dari bawah, kaki kanannya yang besar dan kokoh melakukan sapuan kearah kaki gadis itu
Bukkk..!
Telak dan keras sekali sapuan si tinggi besar mengenai sasaran. Dan seketika itu juga gadis berpakaian merah terpelanting jatuh.
Melihat keadaan yang sudah menguntungkan, para pengeroyok tidak mau menyia-nyiakannya. Bagai berlomba mereka melesat saling mendahului mengirimkan serangan.
Gadis berpakaian merah tentu saja tahu bahaya besar yang mengancam keselamatannya. Maka gadis ini segera bergulingan di tanah mengelakkan hujan serangan para pengeroyok. Sehingga serangan lawan-lawannya mengenai tempat kosong.
Para penyeroyok menjadi geram melihat gadis berpakaian merah masih mampu menyelamatkan diri. Maka sambil menggertakkan gigi, mereka bergerak mengejar sambil terus menghujani dengan serangan-serangan mematikan sebelum gadis itu berhasil memperbaiki posisi.
Singgg, singgg...!
Suara desingan senjata yang berkelebatan cepat ke arah berbagai bagian tubuh gadis berpakaian merah terdengar merobek udara.
Dan memang, gadis berpakaian merah ini tidak sempat memperbaiki posisinya yang sudah mengkhawatirkan. Sambil terus bergulingan di tanah, tongkatnya diputar menghalau setiap serangan yang datang.
Tranggg, tranggg...!
Bunga api memercik ke sana kemari, ketika gadis berpakaian merah berhasil menangkis dua buah serangan lawan yang meluruk deras ke arahnya. Namun sebelum dia sempat menarik napas lega, tahu-tahu serangan dari lawan lainnya kembali menyambar tiba.
Desss!
"Ah...!"
Gadis berpakaian merah itu memekik kesakitan ketika tendangan lawan menghantamnya. Telak dan keras sekali tendangan itu mengenai pergelangan tangan kanannya. Seketika itu juga tongkatnya terlepas dari pegangan dan terlempar jauh.
Dan di saat itulah serangan dari pengeroyok yang terakhir datang menyusul. Menusuk deras ke arah dada.
Kini, sudah tidak ada kesempatan lagi bagi gadis berpakaian merah untuk berbuat sesuatu. Mengelak sudah tidak ada waktu, sedangkan menangkis pun sudah tidak mungkin. Posisi kedua kaki dan tangan kirinya tidak memungkinkan lagi untuk menangkis serangan. Tambahan lagi tangan kanannya masih terasa lumpuh. Kini yang dapat dia lakukan hanya berdiam din menanti datangnya maut
Di saat gawat itulah, Dewa Arak yang memang sudah sejak tadi bersiap siaga untuk menolong, melesat cepat ke depan. Dan selagi tubuhnya berada di udara, kedua tangannya digerakkan ke depan.
Perlahan saja kelihatannya. Tapi akibatnya luar biasa. Ada hembusan angin keras yang keluar dari tangan itu, dan memotong arah serangan yang mengancam gadis berpakaian merah.
"Heh...?!"
Si penyerang terkejut bukan main ketika merasakan hembusan angin keras yang bukan hanya membuat serangannya tertahan. Tapi juga membuat kuda-kudanya tergempur, dan tubuhnya terhuyung-huyung ke belakang.
Penyerang yang ternyata adalah laki-laki kekar ini menggertakkan gigi menahan geram. Dadanya terasa sesak bukan main akibat hembusan angin keras yang mendadak muncul, seiring dengan sepasang matanya yang melihat sesosok bayangan ungu yang melesat di depannya.
Untung bagi laki-laki ini karena Dewa Arak tidak berniat mencelakainya. Pemuda itu hanya berniat memunahkan serangan saja.
Laki-laki kekar ini menatap ke depan dengan sinar mata penuh amarah. Begitu juga ketiga orang temannya. Mereka sadar, ada orang berkepandaian tinggi yang telah menyelamatkan gadis berpakaian merah.
Keempat pengeroyok menatap Dewa Arak penuh selidik. Tapi, Arya sama sekali tidak peduli.
"Kau tidak apa-apa, Nisanak?" tanya pemuda berambut putih keperakan seraya menatap wajah gadis berpakaian merah lekat sekali.
Kembali keterkejutan yang amat sangat melanda hati Arya. Begitu dekat, gadis ini semakin nampak jelas kemiripannya dengan Melati. Tapi, dengan pandainya Dewa Arak berhasil menyembunyikan perasaan terkejutnya.
"Tidak," sahut gadis berpakaian merah seraya bergerak bangkit. "Terima kasih atas pertolonganmu, Kisanak"
"Keparat..!"
Suara makian laki-laki tertubuh kekar memaksa Arya mengalihkan perhatian. Dengan tenang ditatapnya empat pengeroyok gadis berpakaian merah yang memandangnya dengan wajah merah padam menahan amarah.
"Siapa kau, Keparat?! Mengapa mencampuri urusan kami?!" tanya laki-laki bertubuh kekar. Suaranya terdengar kasar dan keras.
"Aku Arya, seorang pengembara," sahut Dewa Arak kalem. "Aku tidak bermaksud mencampuri urusan kalian. Aku hanya tidak bisa membiarkan orang berbuat sewenang¬wenang di depan mataku."
"Keparat! Kalau begitu, kau harus mampus...!"
Setelah berkata demikian, laki-laki bertubuh kekar itu segera melompat menerjang. Golok di tangannya terayun deras ke arah kepala Arya dari atas ke bawah. Rupanya laki-laki kasar ini ingin membelah tubuh Dewa Arak menjadi dua bagian.
Tiga orang rekan laki-laki bertubuh kekar tidak tinggal diam. Mereka pun segera menerjang ke arah pemuda berambut putih keperakan dengan senjata terhunus. Dalam sekejap saja empat buah serangan telah mengancam Dewa Arak
Tapi Arya bersikap tenang. Dengan mudah semua serangan itu dielakkan. Dan begitu kedua tangannya bergerak, terdengar pekik-pekik kesakitan yang disusul bertumbangannya tubuh empat pengeroyok. Senjata-senjata mereka telah tidak berada lagi di tangan. Berpentalan entah ke mana.
Dewa Arak memandangi orang-orang kasar yang tergolek di depannya. Semuanya hanya dapat merintih-rintih. Arya telah membuat mereka tidak mampu bangkit untuk sementara, tanpa luka-luka yang berarti.
Empat orang kasar itu segera sadar kalau pemuda berambut putih keperakan yang mengaku bernama Arya mempunyai kepandaian mukjizat.
Dan mereka pun sadar kalau pemuda itu terlalu sakti untuk mereka lawan. Tanpa membuang-buang waktu lagi, mereka segera bangkit. Melangkah tertatih-tatih meninggalkan tempat itu.
Arya sama sekali tidak mempedulikan mereka. Dibiarkan saja empat orang kasar itu melangkah terseok-seok meninggalkan tempat itu. Rupanya pemuda berambut putih keperakan ini memang tidak ingin mencari permusuhan.
***
OBJEK WISATA MANCA NEGARA
===============================
No comments:
Post a Comment