Dan begitu Melafi terkulai lemas, Iblis Hitam segera menyambar dan membawanya lari. Semua kejadian itu memang berlangsung begitu cepat Sehingga Dewa Arak sendiri tidak sempat berbuat sesuatu untuk mencegah. Baru ketika melihat Iblis Hitam melesat kabur sambil membawa tubuh Melati, Arya segera bergerak mengejar.
Bertepatan dengan melesatnya tubuh Dewa Arak, fiba-fiba dari balik rerimbunan semak-semak muncul dua sosok tubuh yang tak Iain dari Pendekar Golok Baja dan Pandora.
Dewa Arak sama sekali tidak mempedulikan kehadiran orang itu. Sungguhpun di hatinya ada rasa heran melihat Iblis Hitam sepertinya takut terhadap dua orang itu, tapi Dewa Arak tidak bisa berpikir lebih lama lagi. Saat ini Melati berada dalam bahaya besar dan memerlukan pertolongan secepat mungkin.
Segera rasa herannya dibuang jauh-jauh, dan segera memusatkan perhatian pada sosok serba hitam di hadapannya. Kembali Dewa Arak mengeluh dalam hati. Sung- guh tidak disangka kalau ilmu meringankan tubuh yang dimiliki tokoh sesat yang menggiriskan itu benar-benar luar biasa. Tidak kalah dengan ilmu meringankan tubuh miliknya. Jangankan mengejar, memperpendek jarak pun sulit.
Kegelisahan yang amat sangat melanda hati Dewa Arak. Bagaimana hatinya tidak menjadi khawatir? Kalau saja adu kejar terjadi di tempat terbuka, dia tidak akan secemas ini. Tapi kejar-kejaran ini terjadi di dalam hutan yang dipenuhi pohon-pohon dan kerimbunan semak-semak. Di waktu malam lagi! Setiap saat bisa saja musuhnya lenyap di balik rerimbunan pohon dan semak yang lebat.
Tapi rupanya Iblis Hitam tidak menggunakan kesempatan itu. Iblis itu terus berlari melalui tempat terbuka. Dan hal ini tentu saja membuat hati Arya lega, karena tidak terlalu sulit mengikuti jejak Iblis itu.
Baru saja Dewa Arak merasa lega. Tiba-tiba Iblis Hitam melesat ke dalam kerimbunan semak-semak. Dengan kekhawatiran yang menggelegak, beberapa saat kemudian Arya segera menyusul ke dalam rimbunan semak Dan, ара yang dikhawatirkan akhimya terjadi. Iblis Hitam telah lenyap.
"Melati...!"
Dalam cekaman kekhawatiran yang menggelegak pada malapetaka yang akan menimpa kekasihnya, Arya berteriak keras. Berteriak dengan mengerahkan seluruh tenaga dalam. Dan akibatnya, seisi hutan seperti diaduk-aduk angin. topan dahsyat.
Dewa Arak menunggu sia-sia. Panggjlannya sama sekali tidak ada sahutan. Dan hal ini pun sebenamya sudah diduga oleh pemuda berambut putih keperakan itu. Tapi kekhawatiran yang menggelegak membuatnya lupa. Hanya gema suara panggilannya saja yang menyambuti .
Sekujur tubuh Arya menggigil hebat akibat rasa cemas yang belum pemah dia rasakan sebelumnya. Kecemasan yang timbul pada keselamatan gadis yang dicintainya.
"Iblis Hitammm...!!! Keluar kau!!! Ayo, hadapl aku! Pengecuti Iblis Hitam...! Pengecut...!"
Dalam puncak kecemasan, Arya memaki penculik tunangannya sejadi-jadinya. Untuk pertama kalinya pikiran jernih Dewa Arak menguap entah ke mana. Yang ada di dalam hatinya hanyalah perasaan khawatir yang amat sangat!
"Keluar kau, Iblis Hitam! Hiyaaa...!"
Dewa Arak berteriak nyaring sambil menghentakkan sepasang tangan ke arah rerimbunan semak dan pepohonan di sekitamya.
Wusss! Wusss!
Angin keras berhembus deras ke arah rerimbunan pepohonan dan semak yang ada di depannya.
Brakkk...!
Terdengar suara hiruk-pikuk begitu angin pukulan Dewa Arak menghantam sasaran. Seketika itu juga pepohonan bertumbangan, semak-semak beterbangan, tercabut hingga ke akamya.
Arya yang masih penasaran, kembali menghentakkan kedua tangannya ke rerimbunan semak-semak dan pepohonan lain. Kembali hal yang sama terulang kembali. Dewa Arak terus saja mengamuk menghambur-hamburkan pukulan yang sudah dialiri tenaga dalam.
Dan dalam sekejap, keadaan di sekitar tempat itu porak-poranda. Dalam puncak kecemasan yang amat sangat akan keselamatan gadis yang amat dicintainya, Dewa Arak kehilangan kontrol diri. Dan kekhawatirannya dilampiaskan dalam serentetan pukulan ke arah rerimbunan semak-semak dan pepohonan sekitarnya.
Disamping sebagai sasaran pelampiasan, juga ada secercah harapan kalau Iblis Hitam masih bersembunyi di situ. Mendadak pendengarannya yang tajam menangkap langkah-langkah kaki mendatangi tempatnya.
Ada dua orang yang menuju ke arahnya. Secepat kilat Dewa Arak menoleh ke arah asal suara. Siapa tahu Iblis Hitam yang datang. Walaupun sebenarnya harapan itu kecil sekali. Rasanya tak mungkin kalau iblis itu mempunyai langkah kaki yang begitu berat. Memang benar! Yang datang bukan Iblis Hitam, melainkan Pendekar Golok Baja dan Pandora.
Sepasang alis Pendekar Golok Baja berkerut melihat keadaan hutan. Seketika timbul kembali semangat Dewa Arak begitu melihat kehadiran Pandora dan Pendekar Golok Baja Pemuda berambut putih keperakan ini tahu kalau majikan Pandora ini adalah keturunan langsung Iblis Hitam.
"Siapa kau, Anak Muda? Dan..., kaukah yang melakukan semua ini?" tanya Pendekar Golok Baja Nada suaranya penuh teguran. Sepasang matanya menatap wajah pemuda di hadapannya penuh rasa ingin tahu. Jelas ada sesuatu yang menarik perhatian iaki-laki gagah ini.
Dewa Arak tidak langsung menjawab pertanyaan Pendekar Golok Baja. Meskipun kini dadanya sudah terasa agak lega setelah melampiaskan kekhawatiran pada pepohonan dan semak-semak di sekitamya. Tapi tak urung Arya masih menyempatkan diri menarik napas dalam-dalam, lalu menghembuskannya kuat-kuat untuk menenangkan hati Dan memang, usaha yang dilakukannya membuahkan hasil. Hatinya kembali tenang.
"Aku Arya. Dan..., aku terpaksa melakukan semua ini agar Iblis Hitam keluar dari tempat persembunyiannya!"
Berubah wajah Pendekar Golok Baja mendengar ucapan Dewa Arak.
"Arya? Apakah паmа lengkapmu Arya Buana?" kembali Prajasena bertanya.
Sementara pandang matanya semakin lekat tertuju ke sekujur tubuh pemuda di hadapannya. Memang, sebagai pendekar besar yang telah malang-melintang di dunia persilatan, Pendekar Golok Baja telah mendengar kabar angin tentang seorang tokoh muda yang menggemparkan dunia persilatan. Pendekar muda itu bernama Arya Buana dan berjuluk Dewa Arak.
"Begitulah nama yang diberikan orang tuaku."
"Kalau begitu..., kaukah tokoh yang telah menggemparkan dunia persilatan?! Kaukah tokoh yang berjuluk Dewa Arak?!"
"Ah, cerita kosong itu terlalu berlebih-lebihan," sahut Arya merendah.
"Sama sekali tidak, Dewa Arak! Bukti kehebatanmu telah kulihat sendiri," bantah Prajasena seraya memandang berkeliling ke arah semak-semak dan pepohonan yang porak-poranda di sana-sini. "Aku Prajasena. Orang-orang persilatan menjulukiku Pendekar Golok Baja."
"Aku mohon..., panggillah aku dengan nama pemberian orang tuaku. Risih rasanya mendengar orang seperti kau memanggilku seperti itu, Paman," pinta Dewa Arak.
"Baiklah, Arya," Prajasena mengalah. "Sekarang, ceritakan padaku. Mengapa kau mencari Iblis Hitam?!"
"Hhh...!"
Dewa Arak menghela napas berat. Pertanyaan Pendekar Golok Baja membuatnya teringat kembali keadaan Melati. Seketika itu juga kekhawatirannya timbul kembali.
"Iblis Hitam telah menculik teman wanitaku...," jawab Dewa Arak separuh benar, separuhnya lagi dusta. Sebab Melati bukan hanya sekadar kawan, melainkan tunangannya
"Ahhh...!"
Terdengar seruan terkejut dari mulut Pandora. Karuan saja seruan itu membuat Dewa Arak mengalihkan perhatian ke arahnya.
"Mengapa, Paman?" tanya Dewa Arak seraya menatap kakek berwajah bintik-bintik putih itu tajam-tajam.
"Bahaya sekali, Arya," hanya itu yang diucapkan Pandora.
Kakek ini memang tahu kebiasaan Iblis Hitam turun temurun. Kekhawatiran Dewa Arak pun semakin menjadi-jadi mendengar ucapan pelayan setia Pendekar Golok Baja itu.
"Tenangkan hatimu, Arya," Pendekar Golok Baja ikut buka suara. "Percayalah padaku. Untuk malam ini kawan wanitamu pasti selamat."
"Akan kuingat kata-katamu, Pendekar Golok Baja. Aku tahu ара hubunganmu dengan Iblis Hitam...."
"Kau tahu...?!" Pendekar Golok Baja setengah tidak percaya
"Aku dan teman wanitaku telah mendengar pembicaraanmu di halaman Perguruan Cakar Harimau, Pendekar Golok Baja. Tapi, aku mohon, kau bersedia menjelaskan agar hatiku jadi tenang. Mengapa kau begitu yakin kalau kawan wanitaku pasti selamat malam ini. Padahal sudah menjadi rahasia umum kalau kebiasaan leluhurmu pada wanita-wanita muda kurang baik?"
“Yahhh...!" Pendekar Golok Baja menghela napas pelan. "Aku pun menyesali hal itu, Arya. Tapi, perlu kau ketahui, apabila malam ini Iblis Hitam telah menyelesalkan 'tugas' dengan korban wanitanya. Korban selanjutnya mendapat giliran malam berikutnya."
Memang, Pendekar Golok Baja dan Pandora telah melihat mayat seorang wanita yang kelihatannya sebelum dibunuh, diperkosa lebih dulu. Sekali lihat saja, mereka dapat menebak kalau yang melakukan perbuatan keji itu adalah Iblis Hitam.
"Kalau begitu..., aku hanya punya waktu satu malam saja untuk mengetahui ke mana Iblis Hitam membawa lari temanku."
Pendekar Golok Baja menganggukkan kepala.
"Bisakah kau menunjukkan tempatnya padaku, Pendekar Golok Baja?" pinta Dewa Arak.
"Sayang sekali, Arya. Aku tidak berani mengkhianati leluhurku. Merupakan pantangan besar bagi keturunan Iblis Hitam untuk menentang orang yang lebih tua. Aku sendiri tidak tahu mengapa Tapi, begitulah pesan ayahku. Dan aku harus mematuhinya Jadi, maafkan aku, Arya. Aku tidak bisa memberitahukan-kau."
"Hhh..!"
Dewa Arak menghela napas, bingung. Perasaan cemas pada keselamatan Melati kembali melanda hatinya.
"Kalau begitu, aku permisi dulu, Pendekar Golok Baja."
Setelah berkata demikian, Dewa Arak melesat dari situ. Meninggalkan Pendekar Golok Baja dan Pandora yang hanya dapat memandang kepergiannya. Dalam waktu sekejap saja bayangan pemuda berambut putih keperakan itu telah lenyap ditelan kegelapan malam.
Suara kokok ayam hutan dan cicit burung di dahan menyambut riang datangnya mentari. Bola raksasa berwarna merah mulai nampak di ufuk Timur ketika Arya masih berada di dalam hutan kecil. Sepasang matanya menatap nyalang merayapi setiap sudut hutan.
Meskipun semalaman Dewa Arak tidak tidur, tapi perasaan kantuk yang menyerangnya ditahan sekuat tenaga. Dijelajahinya seluruh penjuru hutan. Tapi, tetap saja jejak Iblis Hitam tidak berhasil ditemukan. Suaranya sudah mulai serak karena berkali-kali berteriak memanggil nama Melati dan menantang Iblis Hitam.
Arya menggertakkan gigi. Baru sekali inilah pemuda berambut putih keperakan ini merasa tidak berdaya. Perasaan marah, kecewa, khawatir dan berbagai macam perasaan lain berkecamuk dalam hatinya. Perasaan cemas di hatinya semakin besar seiring dengan hari yang telah semakin siang.
"Melati, ah..., Melati...," rintih Dewa Arak lirih.
Untuk kesekian kalinya Arya menyebut nama kekasih-nya. Dihempaskan tubuhnya di bawah sebatang pohon. Kepalanya tertunduk dalam, sementara kedua tangannya menutupi wajah.
"Hhh...!"
Entah untuk yang ke berapa puluh kali Dewa Arak menghela napas panjang. Wajahnya ditengadahkan, menatap hamparan langit biru di atas sana Tapi mendadak pemuda berambut putih keperakan ini tersentak. Mengapa dia tidak meminta pertolongan gurunya? pikir Dewa Arak dengan mata berbinar-binar.
Semangat Dewa Arak pun bangkit kembali. Meskipun ada perasaan malu karena meminta bantuan gurunya, tapi ditekannya perasaan itu demi keselamatan Melati! Gadis yang disayanginya melebihi rasa sayang pada dirinya sendiri. Sekarang ini hanya gurunya saja yang dapat menolong. Gurunya banyak memiliki ilmu-ilmu ajaib!
Dengan semangat berkobar-kobar, Arya bangkit dari duduknya. Kemudian menyebut nama gurunya tiga kali, lalu menghentakkan kaki kanannya ke tanah sekali.
Derrr!
Ajaib! Kini di hadapan Dewa Arak telah berdiri seorang kakek berpakaian serba putih. Rambutnya digelung ke atas. Di tangannya tergenggam seuntai tasbeh. Alis, kumis, jenggot, dan cambangnya telah memutih semua. Bahkan panjang jenggotnya pun telah melewati dada. Sekujur tubuh kakek ini seperti bersinar. Terutama sekali wajahnya. Inilah guru Aiya, Ki Gering Langit.
"Guru...!" seru Arya sambil memberi hormat tanpa berani bertama-lama menatap wajah gurunya
Sepasang matanya tak kuat memandang wajah yang bersinar menyilaukan itu. Ki Gering Langit tersenyum sambil mengusap usap rambut Arya yang setengah berlutut di hadapan-nya.
"Bangunlah, Muridku. Katakanlah..., ара yang membuatmu memanggilku...?" tanya kakek berpakaian serba putih itu lembut.
"Aku hanya ingin minta petunjuk Guru...."
"Petunjuk? Petunjuk ара, Aiya?" suara Ki Gering Langit tetap lembut.
Setiap ucapan yang keluar dari mulutnya, menimbulkan perasaan tenang di hati Arya. Tanpa ragu-ragu Arya segera menceritakan kesulitannya.
"Begitulah kejadiannya, Guru," ucap Arya menutup ceritanya.
Ki Gering Langit mengangguk-anggukkan kepala. Kemudian memegang tangan kanan Arya dengan tangan kiri. Sementara tangan kanannya menuding ke samping kanan. Ajaib! Di sebelah kiri Arya terpampang sebuah gua berbentuk tengkorak kepala manusia.
Di dalamnya, di sebuah balai-balai bambu, tergolek tubuh seorang wanita cantik jelita berpakaian serba putih. Sementara tak jauh dari situ duduk sosok berselubung dan berpakaian serba hitam.
"Kau tahu di mana tempat itu, Arya?" tanya Ki Gering Langit.
“Tahu, Guru," sahut Arya seraya menganggukkan kepala.
Dan memang sebenarnya pemuda berambut putih keperakan ini mengetahuinya. Dia sering mendengarnya dari mulut para penduduk sekitar Gunung Jolang, tempat Gua Tangkorak itu berada. Jadi rupanya Iblis Hitam membawa Melati ke sana. Tempat yang dijauhi para penduduk.
Ki Gering Langit pun melepaskan pegangannya. Dan seketika itu juga ара yang tadi dilihat Arya, kembali lenyap. Kini yang nampak hanyalah rerimbunan semak dan pepohonan yang lebat.
"Aku melihat kekuatan aneh yang dimi|iki sosok serba hitam itu, Arya," ucap Ki Gering Langit pelan. "Kau tidak akan mampu mengalahkan dia. Ada kekuatan campuran yang membuat orang itu tak bisa dibunuh atau dilukai."
“Tapi, biar bagaimanapun..., aku akan tetap ke sana dan menyelamatkan Melati, Guru. Meskipun aku harus mati di tangan iblis itu," mantap dan tegas sekali kata-kata yang keluar dari mulut Arya.
"Kalau begitu..., kau tunggu sebentar, Arya."
Setelah berkata demikian, kakek berpakaian serba putth itu mendadak lenyap dari pandangan. Arya hanya dapat menggeleng-gelengkan kepala melihat kesaktian gurunya.
Sesaat kemudian, Ki Gering Langit telah kembali berada di hadapan Arya. Di tangan kanannya tergenggam sebatang pedang. Arya kenal pedang itu. Pedang Bintang! Sebilah pedang pusaka yang telah mengantarnya menjadi seorang tokoh menggemparkan berjuluk Dewa Arak (Untuk jelasnya, baca serial Dewa Arak dalam episode perdananya, "Pedang Bintang").
Srattt!
Ki Gering Langjt menghunus Pedang Bintang dengan tangan kanannya. Ujung pedang diacungkan ke langit. Sejenak kakek berpakaian serba putih itu memejamkan matanya. Kemudian perlahan-lahan tangan kirinya terangkat naik.
Tiba-tiba sepasang mata Arya terbelalak melihat tangan kiri gurunya, sebatas pergelangan, memancarkan sinar terang yang menyilaukan. Arya yang tidak sanggup memandangnya, terpaksa menundukkan kepala. Dan mengintai melalui celah-celah jari tangan yang menutupi wajahnya.
Sesaat kemudian tangan kiri Ki Gering Langit diusapkan ke arah batang pedang. Mulai dari pangkal sampai ke ujungnya. Pada saat tangan kiri Ki Gering Langit mengusap, mata Pedang Bintang diselimuti sinar putih berkilauan yang menyilaukan mata. Sesaat kemudian cahaya menyilaukan tadi lenyap perlahan-lahan.
Trekkk!
Ki Gering Langit menyarungkan Pedang Bintang kembali. Kemudian diberikan pada Arya.
"Pergunakan pedang ini untuk menghadapi Iblis Hitam."
"Baik, Guru," sahut Arya seraya menerima Pedang Bintang penuh hormat.
"Ada yang ingin kau utarakan lagj padaku, Arya?" tanya Ki Gering Langit
"Anu, Guru...," sahut Dewa Arak ragu-ragu.
"Ара itu, Arya? Katakanlah...."
"Aku hanya ingin tahu.... Ilmu apakah yang membuat Guru datang dan pergi ke setiap tempat dengan begitu mudah?" tanya Arya ingin tahu.
"Ooo... itu," Ki Gering Langit tertawa terkekeh. "Ada dua, Arya. Yang pertama adalah ilmu 'Urai Bumi', yaitu apabila kau memanggilku. Sedangkan bila aku datang tanpa panggilanmu, itu adalah ilmu 'Ringkas Bumi'. Puas? Lain kali akan kuterangkan panjang lebar. Sekarang selamatkan dulu calon istrimu...."
Setelah berkata demikian, Ki Gering Langit mendadak lenyap. Arya segera memberi penghormatan melepas kepergian gurunya.
Tanpa membuang-buang waktu lagi Arya segera melesat dari situ. Perasaan cemasnya telah berganti dengan perasaan tenang. Bahkan kini ada rasa sejuk di dalam dadanya. Dan ini dialaminya setiap kali dia habis berjumpa dengan gurunya!
Matahari telah mulai condong ke Barat. Semburat warna lembayung pun telah nampak di langit sebelah Barat ketika Dewa Arak tiba di depan gua tempat Melati disekap.
Baru saja Arya hendak melangkah masuk, tiba-tiba dari dalam melesat sesosok tubuh serba hitam yang memiliki sepasang mata bersinar kehijauan. Siapa tagi kalau bukan Iblis Hitam!
"Ha ha ha..!" Iblis Hitam tertawa bergelak melihat kedatangan Dewa Arak. "Rupanya kau ingin kukirim ke neraka juga, heh!"
"Kita lihat saja, Iblis Hitam!" sahut Dewa Arak tak kalah gertak. "Siapa diantara kita yang akan pergi ke neraka?! Kau atau aku!"
Setelah berkata demikian, Dewa Arak segera mencabut Pedang Bintang yang tergantung di pinggangnya.
Srattt!
Teipancar sinar terang berwarna putih menyilaukan begitu Pedang Bintang tercabut dari sarungnya.
"Ah...!"
Iblis Hitam berseru kaget ketika sepasang matanya menatap pedang yang terhunus ditangan lawan. Kakinya pun melangkah mundur ke belakang .
Diam-diam Dewa Arak terkejut. Rupanya tokoh sesat ini tahu kalau pedang di tangannya bakal mampu menembus pusakanya.
Cepat laksana kiiat kedua tangan Iblis Hitam bergerak. Sesaat kemudian di kedua tangannya telah tergenggam dua batang kapak berwarna hitam mengkilat. Kapak yang mengandung racun ganas tak terkira.
Wukkk, wukkk!
Secepat kedua kapak itu berada di tangannya, secepat itu pula diputar-putar di depan dada. Angin bercuitan nyaring mengiringi setiap gerakan kedua kapak.
Cuittt, cuittt!
Dewa Arak yang tidak mau kalah, segera memutar-mutarkan Pedang Bintang di depan dada. Sekejap kemudian sekujur tubuhnya terbungkus sinar berwama putih menyilaukan.
Dan begitu pemuda berambut putih keperakan ini menghenfikan putaran pedang, dia langsung dengan pembukaan 'Jurus Pedang Pembunuh Naga'. llmu yang diwarisi dari Pendekar Ruyung Maut, ayah Arya (Untuk jelasnya, baca serial Dewa Arak dalam episode perdananya, "Pedang Bintang").
Dewa Arak membentuk kuda-kuda rendah dengan lutut kiri ditekuk ke belakang. Kaki kanan dijulurkan ke depan dengan ujung kaki menyentuh tanah. Sepasang malanya menatap ke depan. Tangan kiri terkepal di pinggang.
Sementara tangan kanan mengacungkan pedang yang dijulurkan menukik ke depan. Ujung pedang menyentuh tanah. Inilah pembukaan 'Jurus Pedang Pembunuh Naga' yang telah disesuaikan dengan ilmu andalannya, 'Ilmu Belalang Sakti'!
Iblis Hitam tidak mau kalah. Tokoh sesat ini pun membentuk pembukaan ilmunya. Mirip dengan kuda-kuda Dewa Arak. Hanya saja posisi kuda-kudanya tidak terlalu rendah. Kaki kirinya berada di depan. Dan jarak antara tapak kaki kiri dan kaki kanan pun tidak sejauh kuda-kuda Dewa Arak. Kedua kapaknya disilangkan di depan wajah.
"Hiyaaa...!"
Sambil mengeluatkan teriakan nyaring, Arya meloncat menyerang. Pedang di tangan kanannya ditusukkan bertubi-tubi ke arah leher.
Siiingg!
Terdengar suara mendesing nyaring yang menyakitkan telinga, mengiringi berkelebatnya sebaris sinar berwarna putih menyilaukan mata. Kali ini Iblis Hitam rupanya tidak berani gegabah mengandalkan keistimewaan pusakanya.
Kapak di tangan kirinya segera digerakkan menangkis, seraya memiringkan tubuh bagian kanan ke bawah. Berbareng dengan itu, kapaknya diayunkan ke perut Dewa Arak.
Tranggg!
Bunga api berpijar ketika dua buah senjata pusaka beradu. Baik Dewa Arak maupun Iblis Hitam merasakan tangan yang menggenggam senjata tergetar hebat.
Begitu serangannya tertangkis, Dewa Arak segera melempar tubuh ke belakang dengan memarifaatkan daya dorong benturan kedua senjata tadi.
Wusss!
Sambaran kapak Iblis Hitam lewat sejengkal di depan perut Dewa Arak. Tapi Iblis Hitam yang tidak ingin memberi kesempatan lawanhya memperbaiki posisi kuda-kuda, kembali melompat memburu. Sepasang kapaknya berkelebatan menyambar berbagai bagian tubuh Dewa Arak.
Tapi Arya yang memang sejak semula sudah bersiap sedia, segera menghadapi amukan Iblis Hitam dengan 'llmu Pedang Pembunuh Naga'. Pedang Bintang di tangannya pun berkelebatan ke sana kemarl mencari sasaran.
Hebat bukan main akibat pertarungan kedua tokoh sakti ini. Angin bercicitan tajam dari udara yang terobek mengiringi setiap gerakan senjata mereka.
Pertarungan antara Dewa Arak dan Iblis Hitam berlangsung cepat, sehingga sebentar saja lima puluh jurus telah berialu. Dan sampai sejauh itu belum nampak tanda-tanda ada yang akan terdesak.
Tanah sudah terbongkar di sana-sini. Debu pun mengepul tinggi ke udara. Sementara batu-batu besar-kecil berpentalan tak tentu arah. Suasana di sekitar mulut gua seketika jadi kacau-balau.
Menginjak jurus ke seratus, Dewa Arak mulai nampak terdesak. Memang dalam. hal ilmu meringankan tubuh dan tenaga dalam, keduanya berimbang. Tapi dalam hal mutu ilmu silat, Iblis Hitam masih lebih unggul. Permainan sepasang kapak Iblis Hitam berada di atas mutu 'Ilmu Pedang Pembunuh Naga' milik Dewa Arak. Мака tidak mengherankan kalau perlahan namun pasti Arya mulai terdesak hebat!
"Ha ha ha...!"
Iblis Hitam tertawa bergelak. Gerakan sepasang kapak di tangannya pun semakin menghebat. Dewa Arak kini hanya mampu menangkis dan mengelak. Hanya sesekali saja mengirimkan serangan balasan.
Tanpa sepengetahuan kedua orang itu, ada dua sosok yang menyaksikan pertarungan. Pendekar Golok Baja dan Pandora diam-diam sudah tiba di tempat itu sejak Dewa Arak dan Iblis Hitam ribut mulut sampai keduanya bertarung.
Pendekar Golok Baja mengerutkan alisnya begitu melihat gulungan sinar putih menyllaukan semakin kecil. Sementara gulungan sinar berwarna hitam semakin merajalela. Pendekar ini segera tahu kalau Dewa Arak terdesak hebat
"Sungguh tidak kusangka kalau Iblis Hitam adalah dia...," ucap Pendekar Golok Baja setengah mengeluh.
Memang, Prajasena telah mengetahui orang di balik seragam Iblis Hitam. Kini suara orang yang berada di balik pusaka peninggalan Iblis Hitam amat dikenalnya, karena sangat jelas terdengar. Bahkan bukan hanya Pendekar Golok Baja saja. Pandora pun mengenalnya.
"Jadi..., Tuan bisa mencegah mereka berdua mengadu nyawa...," sahut Pandora.
"Mudah-mudahan saja Pandora," ucap Pendekar Golok Baja setengah mengharap.
"Mudah-mudahan saja dia masih taat pada aturan leluhur Iblis Hitam."
"Bukankah Tuan pernah bercerita... kalau aturan leluhur Tuan harus ditaati setiap keturunannya?" tanya Pandora mengingatkan.
Belum juga Pendekar Golok Baja menjawab, terdengar suara melengking nyaring. Seketika itu juga pandangan laki-laki gagah ini dialihkan ke arah pertempuran. Kontan sepasang matanya terbelalak. Pandora pun mengalihkan perhatiannya.
Rupanya saat itu Dewa Arak tengah melancarkan serangan ke arah IbBs Hitam. Batang pedangnya tiba-tiba bergetar hebat, sehingga terlihat menjadi belasan pedang yang semuanya menuju ke arah Iblis Hitam.
"Hih!"
Iblis Hitam yang tidak berani mengelakkan serangan, segera mengayunkan kedua kapak di tangannya. Melakukan tangkisan menggunting.
Tranggg!
Bunga api memercik ke udara ketika tiga buah senjata pusaka beradu. Seketika tubuh kedua orang sakti itu sama-sama terhuyung-huyung ke belakang. Tapi, secepat itu pula keduanya kembali melancarkan serangan susulan ke arah lawan masing-masing.
Cappp! Srattt!
Perisflwa yang terjadi berlangsung begitu cepat. Pedang Bintang Dewa Arak menusuk bagian atas dada kiri Iblis Hitam. Sebaliknya, kapak di tangan kanan tokoh sesat itu menyerempet dada Arya.
Kedua tokoh sakti itu sama-sama memekik tertahan. Tubuh keduanya pun langsung terhuyung ke belakang. Baik Dewa Arak maupun Iblis Hitam sama-sama mendekap luka masing-masing.
Dewa Arak terkejut bukan main ketika merasakan hawa dingin yang amat sangat menyebar dari luka di dadanya. Hawa dingin yang hampir membuat sekujur ototnya mendadak kaku. Seketika itu juga tubuhnya terguling di tanah.
"Racun...," desis Dewa Arak terkejut, seraya buru-buru menjumput guci araknya.
Diangkatnya ke atas kepala, dan dituangkan ke mulut. Tampak jelas kalau Arya harus berjuang keras meraih guci dan menuangkan ke mulutnya. Kekakuan yang melanda sekujur otot-otot dan urut-urat tubuhnya membuat dia susah menggerakkan anggota tubuh.
Gluk... gluk... gluk...!
Suara berceglukan terdengar begitu arak melewatt kerongkongan Dewa Arak. Arya tahu kalau arak yang berada di dalam gucinya sanggup menawarkan racun. Dan itulah keistimewaan guci pusaka miliknya. Setiap racun yang masuk ke dalam guci langsung tawar. Bahkan bukan hanya itu saja, setiap arak yang masuk ke dalam guci pusakanya langsung keras dan dapat langsung merjadi obat penawar racun.
"Ha ha ha...I"
Iblis Hitam tertawa bergelak begitu melihat Dewa Arak terkena babatan kapaknya. Sungguhpun dia sendiri teriuka, tapi jelas terlihat kalau tokoh sesat ini gembira bukan main. Iblis Hitam tahu kaiau racun kapaknya sudah bekeija.
Arya menggertakkan gigi. Racun yang terkandung dalam kapak sosok serba hitam itu ternyata benar-benar racun luar biasa. Padahal dia telah minum arak dari guci pusakanya.
Tapi, kekakuan pada sekujur Otot-otot dan urat-urat di sekujur tubuhnya tetap saja tidak berkurang. Hanya rasa pening yang tadi melandanya, kini telah lenyap. Selangkah demi selangkah Iblis Hitam menghampiri Dewa Arak yang teigeletak kaku di tanah.
Betapapun pemuda berambut putih keperakan itu mencoba mengerahkan 'Tenaga Sakti lnti Matahari' miliknya untuk mengusir hawa dingin, namun tetap saja hasilnya nihil.
"Ha ha ha...!"
Iblis Hitam yang tahu keadaan lawannya, terus menghampiri sambil tertawa terkekeh-kekeh. Jaraknya dengan pemuda berambut putih keperakan itu tinggal lima langkah lagi.
"Hentikan, Kala Sunggi!"
Mendengar bentakan itu, Iblis Hitam terlonjak kaget bagai disengat kalajengking. Bahkan tubuhnya sampai berjingkat Jelas kegugupannya terlihat ketika kepalanya menoleh ke arah asal bentakan.
Terkejut juga hati Dewa Arak ketika melihat Iblis Hitam yang menggiriskan itu melangkah ke belakang. Sementara orang yang mengeluarkan suara bentakan tengah melangkah menghampiri tokoh sesat itu. Dia adalah Pendekar Golok Baja!
"Sudah terlalu banyak orang yang kau bunuh, Kala Sunggi. Dan..., aku tidak ingin kau mengotori tanganmu dengan darah orang-orang tak berdosa lagi!" ucap Prajasena penuh wibawa. Kakinya tetap melangkah mendekati Iblis Hitam yang diyakininya adalah Kala Sunggi "Cepat buka seragam leluhur kita! Kau tidak berhak memakainya, Kala Sunggi!"
"Tapi..., aku hanya bermaksud membalas dendam kematian ayah, Kakang Prajasena...,"
Iblis Hitam membela diri dengan suara gugup. Hilang sudah kegarangannya. Rupanya Iblis Hitam adalah Kala Sunggi, adik kandung Pendekar Golok Baja yang hilang beberapa tahun yang lalu. Kiranya Kala Sunggi menghilang setelah mencuri pusaka peninggalan Iblis Hitam, dan mempelajarinya.
"Hm.... Bukankah semua pembunuh ayah sudah kau binasakan? Bahkan aku juga tahu kalau kau telah membunuh Tengkorak Merah.; Tapi, mengapa kau hendak membunuh pemuda itu?" desak Pendekar Golok Baja sarpbil menuding ke arah Dewa Arak.
"Dia yang mencari urusan denganku, Kang," bantah Iblis Hitam.
"Pemuda itu hanya ingin menyelamatkan teman wanitanya yang kau culik?" sentak Prajasena keras.
Iblis Hitam pun terdiam. Kepalanya tertunduk dalam.
"Ingat, Kala Sunggi. Selama masih ada aku..., kau tidak boleh mengambil peninggalan Iblis Hitam! Aku yang berhak. Itu adalah aturan turun temurun leluhur kita. Kau tahu...., sepanjang sejarah, tidak ada seorang pun keturunan leluhur kita yang menentang aturan itu. Apakah kau hendak menentangnya? Dan..., beranikah kau menentangnya?"
"Tidak, Kang. Aku tidak berani menentang," sahut Iblis Hitam lirih.
"Kalau kau sudah menyadari kesalahanmu, cepat kau berikan penawar racun untuk pemuda itu!" ucap Prajasena bemada memerintah.
"Baik, Kang," sahut Iblis Hitam seraya menghampiri Dewa Arak yang masih tergolek di tanah. Kemudian mengeluarkan sebutir pil berwarna kemerahan. Lalu diberikan pada Dewa Arak yang segera menelannya.
Arya takjub. Pil berwarna kemerahan itu temyata memiliki khasiat yang sangat mujarab. Begitu masuk ke dalam perutnya, langsung bereaksi dengan cepat Perlahan-lahan rasa dingin yang melanda sekujur tubuhnya mulai berkurang. Setelah semakin berkurang, pemuda berambut putih keperakan itu mengusir pengaruh hawa dingin yang tersisa dengan mengerahkan 'Tenaga Sakti Inti Matahari'. Sesaat kemudian Dewa Arak sudah bisa bangkit kembali.
"Cepat kau minta maaf pada Dewa Arak!" ucap Pendekar Golok Baja.
Tanpa banyak membantah, Kala Sunggi alias Iblis Hitam segera menghampiri Dewa Arak Kemudian mengulurkan tangannya.
"Maafkan semua kesalahanku, Dewa Arak," ucap Kala Sunggi pelan.
"Lupakanlah, Iblis Hitam," sahut Arya seraya menggenggam tangan tokoh sesat itu erat erat.
"O, ya... Kawanmu ada di dalam," beri tahu Iblis Hitam. Nada suaranya tidak terdengar garang lagi.
"Mari kita pergi," ajak Pendekar Golok Baja.
Sesaat kemudian, tiga sosok tubuh tadi sudah melesat meninggalkan sekitar mulut gua. Kini di tempat itu tinggal Dewa Arak seorang diri.
"Hhh...!"
Arya menghela napas lega. Sungguh tidak disangka kalau persoalan ini akan selesai begitu mudah. Sejenak ditatapnya tubuh ketiga orang yang sudah kian mengecil, sebelum kakinya sendiri bergerak cepat masuk ke gua.
Dan seperti ара yang diperlihatkan gurunya, Melati terbaring di atas balai-balai bambu. Kaki dan tangan gadis berpakaian putih itu terikat di tiap sudut balai-balai. Terikat terpentang.
"Melati...," desis Arya, antara perasaan lega dan haru yang menyemak.
"Kang Arya...," Melati balas menyahut
Suaranya pelan mirip desahan. Bahkan terdengar sedikit isakan keluar dari mulutnya. Walaupun masih tampak pucat, tapi sinar matanya memancarkan kegembiraan yang amat sangat .
Memang sejak kemarin Melati telah dicekam rasa takut pada malapetaka yang akan menimpanya. Так sanggup gadis ini membayangkan apabila yang ditakutkannya benar-benar terjadi. Mungkin seumur hidup dia tidak akan berani bertemu muka dengan tunangannya.
"Kau tidak apa-apa, Melati?" tanya Dewa Arak.
Ada nada kekhawatiran yang amat sangat dalam suaranya. Sepasang matanya merayapi sekujur wajah dan tubuh Melafi dengan pandang mata cemas. Sementara tangannya yang menggenggam Pedang Bintang mengiris tali-tali yang mengikat tangan dan kaki Melati. Tali itu ternyata alot bukan main. Pantaslah kalau Melati tidak mampu membebaskan diri, pikir Arya maklum.
"Kang Arya...!"
Melati langsung bangkit duduk. Kemudian dipeluknya tubuh Arya, begitu tali-tali pengikatnya putus. Pemuda berambut putih keperakan itu pun balas memeluk gadis yang dicintainya erat-erat, seolah-olah tidak ingin dilepaskan lagi. Diusap usapnya rambut Melati yang hitam, panjang dan indah dengan penuh kasih sayang.
"Untung kau cepat datang, Kang Arya," ucap Melati dengan suara mengandung isak.
Untuk pertama kalinya Melati dicekam rasa takut yang hebat. Sepasang matanya berkaca-kaca menahan rasa haru.
"Lupakanlah..., semuanya sudah berlalu," ucap Dewa Arak sambil melepaskan pelukannya pedahan-lahan, kemudian menceritakan semua yang terjadi.
Sementara Melati hanya mendengarkan saja. Sedangkan sepasang matanya yang bening dan indah merayapi wajah tampan di depannya.
"Mari kita tinggalkan tempat ini, sebelum hari menjadi gelap," ajak Arya.
Setelah berkata demikian, Dewa Arak pun bangkit dari duduknya seraya menggandeng tangan Melati.
Mereka berdua bergegas keluar dari gua. Keadaan di luar gua memang sudah mulai gelap. Matahari sudah condong ke Barat, dan bercak sinar lembayung nampak di kaki langit sebelah Barat ketika Dewa Arak dan Melati bergegas menuruni lereng gunung .
SELESAI
Bertepatan dengan melesatnya tubuh Dewa Arak, fiba-fiba dari balik rerimbunan semak-semak muncul dua sosok tubuh yang tak Iain dari Pendekar Golok Baja dan Pandora.
Dewa Arak sama sekali tidak mempedulikan kehadiran orang itu. Sungguhpun di hatinya ada rasa heran melihat Iblis Hitam sepertinya takut terhadap dua orang itu, tapi Dewa Arak tidak bisa berpikir lebih lama lagi. Saat ini Melati berada dalam bahaya besar dan memerlukan pertolongan secepat mungkin.
Segera rasa herannya dibuang jauh-jauh, dan segera memusatkan perhatian pada sosok serba hitam di hadapannya. Kembali Dewa Arak mengeluh dalam hati. Sung- guh tidak disangka kalau ilmu meringankan tubuh yang dimiliki tokoh sesat yang menggiriskan itu benar-benar luar biasa. Tidak kalah dengan ilmu meringankan tubuh miliknya. Jangankan mengejar, memperpendek jarak pun sulit.
Kegelisahan yang amat sangat melanda hati Dewa Arak. Bagaimana hatinya tidak menjadi khawatir? Kalau saja adu kejar terjadi di tempat terbuka, dia tidak akan secemas ini. Tapi kejar-kejaran ini terjadi di dalam hutan yang dipenuhi pohon-pohon dan kerimbunan semak-semak. Di waktu malam lagi! Setiap saat bisa saja musuhnya lenyap di balik rerimbunan pohon dan semak yang lebat.
Tapi rupanya Iblis Hitam tidak menggunakan kesempatan itu. Iblis itu terus berlari melalui tempat terbuka. Dan hal ini tentu saja membuat hati Arya lega, karena tidak terlalu sulit mengikuti jejak Iblis itu.
Baru saja Dewa Arak merasa lega. Tiba-tiba Iblis Hitam melesat ke dalam kerimbunan semak-semak. Dengan kekhawatiran yang menggelegak, beberapa saat kemudian Arya segera menyusul ke dalam rimbunan semak Dan, ара yang dikhawatirkan akhimya terjadi. Iblis Hitam telah lenyap.
"Melati...!"
Dalam cekaman kekhawatiran yang menggelegak pada malapetaka yang akan menimpa kekasihnya, Arya berteriak keras. Berteriak dengan mengerahkan seluruh tenaga dalam. Dan akibatnya, seisi hutan seperti diaduk-aduk angin. topan dahsyat.
Dewa Arak menunggu sia-sia. Panggjlannya sama sekali tidak ada sahutan. Dan hal ini pun sebenamya sudah diduga oleh pemuda berambut putih keperakan itu. Tapi kekhawatiran yang menggelegak membuatnya lupa. Hanya gema suara panggilannya saja yang menyambuti .
Sekujur tubuh Arya menggigil hebat akibat rasa cemas yang belum pemah dia rasakan sebelumnya. Kecemasan yang timbul pada keselamatan gadis yang dicintainya.
"Iblis Hitammm...!!! Keluar kau!!! Ayo, hadapl aku! Pengecuti Iblis Hitam...! Pengecut...!"
Dalam puncak kecemasan, Arya memaki penculik tunangannya sejadi-jadinya. Untuk pertama kalinya pikiran jernih Dewa Arak menguap entah ke mana. Yang ada di dalam hatinya hanyalah perasaan khawatir yang amat sangat!
"Keluar kau, Iblis Hitam! Hiyaaa...!"
Dewa Arak berteriak nyaring sambil menghentakkan sepasang tangan ke arah rerimbunan semak dan pepohonan di sekitamya.
Wusss! Wusss!
Angin keras berhembus deras ke arah rerimbunan pepohonan dan semak yang ada di depannya.
Brakkk...!
Terdengar suara hiruk-pikuk begitu angin pukulan Dewa Arak menghantam sasaran. Seketika itu juga pepohonan bertumbangan, semak-semak beterbangan, tercabut hingga ke akamya.
Arya yang masih penasaran, kembali menghentakkan kedua tangannya ke rerimbunan semak-semak dan pepohonan lain. Kembali hal yang sama terulang kembali. Dewa Arak terus saja mengamuk menghambur-hamburkan pukulan yang sudah dialiri tenaga dalam.
Dan dalam sekejap, keadaan di sekitar tempat itu porak-poranda. Dalam puncak kecemasan yang amat sangat akan keselamatan gadis yang amat dicintainya, Dewa Arak kehilangan kontrol diri. Dan kekhawatirannya dilampiaskan dalam serentetan pukulan ke arah rerimbunan semak-semak dan pepohonan sekitarnya.
Disamping sebagai sasaran pelampiasan, juga ada secercah harapan kalau Iblis Hitam masih bersembunyi di situ. Mendadak pendengarannya yang tajam menangkap langkah-langkah kaki mendatangi tempatnya.
Ada dua orang yang menuju ke arahnya. Secepat kilat Dewa Arak menoleh ke arah asal suara. Siapa tahu Iblis Hitam yang datang. Walaupun sebenarnya harapan itu kecil sekali. Rasanya tak mungkin kalau iblis itu mempunyai langkah kaki yang begitu berat. Memang benar! Yang datang bukan Iblis Hitam, melainkan Pendekar Golok Baja dan Pandora.
Sepasang alis Pendekar Golok Baja berkerut melihat keadaan hutan. Seketika timbul kembali semangat Dewa Arak begitu melihat kehadiran Pandora dan Pendekar Golok Baja Pemuda berambut putih keperakan ini tahu kalau majikan Pandora ini adalah keturunan langsung Iblis Hitam.
"Siapa kau, Anak Muda? Dan..., kaukah yang melakukan semua ini?" tanya Pendekar Golok Baja Nada suaranya penuh teguran. Sepasang matanya menatap wajah pemuda di hadapannya penuh rasa ingin tahu. Jelas ada sesuatu yang menarik perhatian iaki-laki gagah ini.
Dewa Arak tidak langsung menjawab pertanyaan Pendekar Golok Baja. Meskipun kini dadanya sudah terasa agak lega setelah melampiaskan kekhawatiran pada pepohonan dan semak-semak di sekitamya. Tapi tak urung Arya masih menyempatkan diri menarik napas dalam-dalam, lalu menghembuskannya kuat-kuat untuk menenangkan hati Dan memang, usaha yang dilakukannya membuahkan hasil. Hatinya kembali tenang.
"Aku Arya. Dan..., aku terpaksa melakukan semua ini agar Iblis Hitam keluar dari tempat persembunyiannya!"
Berubah wajah Pendekar Golok Baja mendengar ucapan Dewa Arak.
"Arya? Apakah паmа lengkapmu Arya Buana?" kembali Prajasena bertanya.
Sementara pandang matanya semakin lekat tertuju ke sekujur tubuh pemuda di hadapannya. Memang, sebagai pendekar besar yang telah malang-melintang di dunia persilatan, Pendekar Golok Baja telah mendengar kabar angin tentang seorang tokoh muda yang menggemparkan dunia persilatan. Pendekar muda itu bernama Arya Buana dan berjuluk Dewa Arak.
"Begitulah nama yang diberikan orang tuaku."
"Kalau begitu..., kaukah tokoh yang telah menggemparkan dunia persilatan?! Kaukah tokoh yang berjuluk Dewa Arak?!"
"Ah, cerita kosong itu terlalu berlebih-lebihan," sahut Arya merendah.
"Sama sekali tidak, Dewa Arak! Bukti kehebatanmu telah kulihat sendiri," bantah Prajasena seraya memandang berkeliling ke arah semak-semak dan pepohonan yang porak-poranda di sana-sini. "Aku Prajasena. Orang-orang persilatan menjulukiku Pendekar Golok Baja."
"Aku mohon..., panggillah aku dengan nama pemberian orang tuaku. Risih rasanya mendengar orang seperti kau memanggilku seperti itu, Paman," pinta Dewa Arak.
"Baiklah, Arya," Prajasena mengalah. "Sekarang, ceritakan padaku. Mengapa kau mencari Iblis Hitam?!"
"Hhh...!"
Dewa Arak menghela napas berat. Pertanyaan Pendekar Golok Baja membuatnya teringat kembali keadaan Melati. Seketika itu juga kekhawatirannya timbul kembali.
"Iblis Hitam telah menculik teman wanitaku...," jawab Dewa Arak separuh benar, separuhnya lagi dusta. Sebab Melati bukan hanya sekadar kawan, melainkan tunangannya
"Ahhh...!"
Terdengar seruan terkejut dari mulut Pandora. Karuan saja seruan itu membuat Dewa Arak mengalihkan perhatian ke arahnya.
"Mengapa, Paman?" tanya Dewa Arak seraya menatap kakek berwajah bintik-bintik putih itu tajam-tajam.
"Bahaya sekali, Arya," hanya itu yang diucapkan Pandora.
Kakek ini memang tahu kebiasaan Iblis Hitam turun temurun. Kekhawatiran Dewa Arak pun semakin menjadi-jadi mendengar ucapan pelayan setia Pendekar Golok Baja itu.
"Tenangkan hatimu, Arya," Pendekar Golok Baja ikut buka suara. "Percayalah padaku. Untuk malam ini kawan wanitamu pasti selamat."
"Akan kuingat kata-katamu, Pendekar Golok Baja. Aku tahu ара hubunganmu dengan Iblis Hitam...."
"Kau tahu...?!" Pendekar Golok Baja setengah tidak percaya
"Aku dan teman wanitaku telah mendengar pembicaraanmu di halaman Perguruan Cakar Harimau, Pendekar Golok Baja. Tapi, aku mohon, kau bersedia menjelaskan agar hatiku jadi tenang. Mengapa kau begitu yakin kalau kawan wanitaku pasti selamat malam ini. Padahal sudah menjadi rahasia umum kalau kebiasaan leluhurmu pada wanita-wanita muda kurang baik?"
“Yahhh...!" Pendekar Golok Baja menghela napas pelan. "Aku pun menyesali hal itu, Arya. Tapi, perlu kau ketahui, apabila malam ini Iblis Hitam telah menyelesalkan 'tugas' dengan korban wanitanya. Korban selanjutnya mendapat giliran malam berikutnya."
Memang, Pendekar Golok Baja dan Pandora telah melihat mayat seorang wanita yang kelihatannya sebelum dibunuh, diperkosa lebih dulu. Sekali lihat saja, mereka dapat menebak kalau yang melakukan perbuatan keji itu adalah Iblis Hitam.
"Kalau begitu..., aku hanya punya waktu satu malam saja untuk mengetahui ke mana Iblis Hitam membawa lari temanku."
Pendekar Golok Baja menganggukkan kepala.
"Bisakah kau menunjukkan tempatnya padaku, Pendekar Golok Baja?" pinta Dewa Arak.
"Sayang sekali, Arya. Aku tidak berani mengkhianati leluhurku. Merupakan pantangan besar bagi keturunan Iblis Hitam untuk menentang orang yang lebih tua. Aku sendiri tidak tahu mengapa Tapi, begitulah pesan ayahku. Dan aku harus mematuhinya Jadi, maafkan aku, Arya. Aku tidak bisa memberitahukan-kau."
"Hhh..!"
Dewa Arak menghela napas, bingung. Perasaan cemas pada keselamatan Melati kembali melanda hatinya.
"Kalau begitu, aku permisi dulu, Pendekar Golok Baja."
Setelah berkata demikian, Dewa Arak melesat dari situ. Meninggalkan Pendekar Golok Baja dan Pandora yang hanya dapat memandang kepergiannya. Dalam waktu sekejap saja bayangan pemuda berambut putih keperakan itu telah lenyap ditelan kegelapan malam.
Suara kokok ayam hutan dan cicit burung di dahan menyambut riang datangnya mentari. Bola raksasa berwarna merah mulai nampak di ufuk Timur ketika Arya masih berada di dalam hutan kecil. Sepasang matanya menatap nyalang merayapi setiap sudut hutan.
Meskipun semalaman Dewa Arak tidak tidur, tapi perasaan kantuk yang menyerangnya ditahan sekuat tenaga. Dijelajahinya seluruh penjuru hutan. Tapi, tetap saja jejak Iblis Hitam tidak berhasil ditemukan. Suaranya sudah mulai serak karena berkali-kali berteriak memanggil nama Melati dan menantang Iblis Hitam.
Arya menggertakkan gigi. Baru sekali inilah pemuda berambut putih keperakan ini merasa tidak berdaya. Perasaan marah, kecewa, khawatir dan berbagai macam perasaan lain berkecamuk dalam hatinya. Perasaan cemas di hatinya semakin besar seiring dengan hari yang telah semakin siang.
"Melati, ah..., Melati...," rintih Dewa Arak lirih.
Untuk kesekian kalinya Arya menyebut nama kekasih-nya. Dihempaskan tubuhnya di bawah sebatang pohon. Kepalanya tertunduk dalam, sementara kedua tangannya menutupi wajah.
"Hhh...!"
Entah untuk yang ke berapa puluh kali Dewa Arak menghela napas panjang. Wajahnya ditengadahkan, menatap hamparan langit biru di atas sana Tapi mendadak pemuda berambut putih keperakan ini tersentak. Mengapa dia tidak meminta pertolongan gurunya? pikir Dewa Arak dengan mata berbinar-binar.
Semangat Dewa Arak pun bangkit kembali. Meskipun ada perasaan malu karena meminta bantuan gurunya, tapi ditekannya perasaan itu demi keselamatan Melati! Gadis yang disayanginya melebihi rasa sayang pada dirinya sendiri. Sekarang ini hanya gurunya saja yang dapat menolong. Gurunya banyak memiliki ilmu-ilmu ajaib!
Dengan semangat berkobar-kobar, Arya bangkit dari duduknya. Kemudian menyebut nama gurunya tiga kali, lalu menghentakkan kaki kanannya ke tanah sekali.
Derrr!
Ajaib! Kini di hadapan Dewa Arak telah berdiri seorang kakek berpakaian serba putih. Rambutnya digelung ke atas. Di tangannya tergenggam seuntai tasbeh. Alis, kumis, jenggot, dan cambangnya telah memutih semua. Bahkan panjang jenggotnya pun telah melewati dada. Sekujur tubuh kakek ini seperti bersinar. Terutama sekali wajahnya. Inilah guru Aiya, Ki Gering Langit.
"Guru...!" seru Arya sambil memberi hormat tanpa berani bertama-lama menatap wajah gurunya
Sepasang matanya tak kuat memandang wajah yang bersinar menyilaukan itu. Ki Gering Langit tersenyum sambil mengusap usap rambut Arya yang setengah berlutut di hadapan-nya.
"Bangunlah, Muridku. Katakanlah..., ара yang membuatmu memanggilku...?" tanya kakek berpakaian serba putih itu lembut.
"Aku hanya ingin minta petunjuk Guru...."
"Petunjuk? Petunjuk ара, Aiya?" suara Ki Gering Langit tetap lembut.
Setiap ucapan yang keluar dari mulutnya, menimbulkan perasaan tenang di hati Arya. Tanpa ragu-ragu Arya segera menceritakan kesulitannya.
"Begitulah kejadiannya, Guru," ucap Arya menutup ceritanya.
Ki Gering Langit mengangguk-anggukkan kepala. Kemudian memegang tangan kanan Arya dengan tangan kiri. Sementara tangan kanannya menuding ke samping kanan. Ajaib! Di sebelah kiri Arya terpampang sebuah gua berbentuk tengkorak kepala manusia.
Di dalamnya, di sebuah balai-balai bambu, tergolek tubuh seorang wanita cantik jelita berpakaian serba putih. Sementara tak jauh dari situ duduk sosok berselubung dan berpakaian serba hitam.
"Kau tahu di mana tempat itu, Arya?" tanya Ki Gering Langit.
“Tahu, Guru," sahut Arya seraya menganggukkan kepala.
Dan memang sebenarnya pemuda berambut putih keperakan ini mengetahuinya. Dia sering mendengarnya dari mulut para penduduk sekitar Gunung Jolang, tempat Gua Tangkorak itu berada. Jadi rupanya Iblis Hitam membawa Melati ke sana. Tempat yang dijauhi para penduduk.
Ki Gering Langit pun melepaskan pegangannya. Dan seketika itu juga ара yang tadi dilihat Arya, kembali lenyap. Kini yang nampak hanyalah rerimbunan semak dan pepohonan yang lebat.
"Aku melihat kekuatan aneh yang dimi|iki sosok serba hitam itu, Arya," ucap Ki Gering Langit pelan. "Kau tidak akan mampu mengalahkan dia. Ada kekuatan campuran yang membuat orang itu tak bisa dibunuh atau dilukai."
“Tapi, biar bagaimanapun..., aku akan tetap ke sana dan menyelamatkan Melati, Guru. Meskipun aku harus mati di tangan iblis itu," mantap dan tegas sekali kata-kata yang keluar dari mulut Arya.
"Kalau begitu..., kau tunggu sebentar, Arya."
Setelah berkata demikian, kakek berpakaian serba putth itu mendadak lenyap dari pandangan. Arya hanya dapat menggeleng-gelengkan kepala melihat kesaktian gurunya.
Sesaat kemudian, Ki Gering Langit telah kembali berada di hadapan Arya. Di tangan kanannya tergenggam sebatang pedang. Arya kenal pedang itu. Pedang Bintang! Sebilah pedang pusaka yang telah mengantarnya menjadi seorang tokoh menggemparkan berjuluk Dewa Arak (Untuk jelasnya, baca serial Dewa Arak dalam episode perdananya, "Pedang Bintang").
Srattt!
Ki Gering Langjt menghunus Pedang Bintang dengan tangan kanannya. Ujung pedang diacungkan ke langit. Sejenak kakek berpakaian serba putih itu memejamkan matanya. Kemudian perlahan-lahan tangan kirinya terangkat naik.
Tiba-tiba sepasang mata Arya terbelalak melihat tangan kiri gurunya, sebatas pergelangan, memancarkan sinar terang yang menyilaukan. Arya yang tidak sanggup memandangnya, terpaksa menundukkan kepala. Dan mengintai melalui celah-celah jari tangan yang menutupi wajahnya.
Sesaat kemudian tangan kiri Ki Gering Langit diusapkan ke arah batang pedang. Mulai dari pangkal sampai ke ujungnya. Pada saat tangan kiri Ki Gering Langit mengusap, mata Pedang Bintang diselimuti sinar putih berkilauan yang menyilaukan mata. Sesaat kemudian cahaya menyilaukan tadi lenyap perlahan-lahan.
Trekkk!
Ki Gering Langit menyarungkan Pedang Bintang kembali. Kemudian diberikan pada Arya.
"Pergunakan pedang ini untuk menghadapi Iblis Hitam."
"Baik, Guru," sahut Arya seraya menerima Pedang Bintang penuh hormat.
"Ada yang ingin kau utarakan lagj padaku, Arya?" tanya Ki Gering Langit
"Anu, Guru...," sahut Dewa Arak ragu-ragu.
"Ара itu, Arya? Katakanlah...."
"Aku hanya ingin tahu.... Ilmu apakah yang membuat Guru datang dan pergi ke setiap tempat dengan begitu mudah?" tanya Arya ingin tahu.
"Ooo... itu," Ki Gering Langit tertawa terkekeh. "Ada dua, Arya. Yang pertama adalah ilmu 'Urai Bumi', yaitu apabila kau memanggilku. Sedangkan bila aku datang tanpa panggilanmu, itu adalah ilmu 'Ringkas Bumi'. Puas? Lain kali akan kuterangkan panjang lebar. Sekarang selamatkan dulu calon istrimu...."
Setelah berkata demikian, Ki Gering Langit mendadak lenyap. Arya segera memberi penghormatan melepas kepergian gurunya.
Tanpa membuang-buang waktu lagi Arya segera melesat dari situ. Perasaan cemasnya telah berganti dengan perasaan tenang. Bahkan kini ada rasa sejuk di dalam dadanya. Dan ini dialaminya setiap kali dia habis berjumpa dengan gurunya!
Matahari telah mulai condong ke Barat. Semburat warna lembayung pun telah nampak di langit sebelah Barat ketika Dewa Arak tiba di depan gua tempat Melati disekap.
Baru saja Arya hendak melangkah masuk, tiba-tiba dari dalam melesat sesosok tubuh serba hitam yang memiliki sepasang mata bersinar kehijauan. Siapa tagi kalau bukan Iblis Hitam!
"Ha ha ha..!" Iblis Hitam tertawa bergelak melihat kedatangan Dewa Arak. "Rupanya kau ingin kukirim ke neraka juga, heh!"
"Kita lihat saja, Iblis Hitam!" sahut Dewa Arak tak kalah gertak. "Siapa diantara kita yang akan pergi ke neraka?! Kau atau aku!"
Setelah berkata demikian, Dewa Arak segera mencabut Pedang Bintang yang tergantung di pinggangnya.
Srattt!
Teipancar sinar terang berwarna putih menyilaukan begitu Pedang Bintang tercabut dari sarungnya.
"Ah...!"
Iblis Hitam berseru kaget ketika sepasang matanya menatap pedang yang terhunus ditangan lawan. Kakinya pun melangkah mundur ke belakang .
Diam-diam Dewa Arak terkejut. Rupanya tokoh sesat ini tahu kalau pedang di tangannya bakal mampu menembus pusakanya.
Cepat laksana kiiat kedua tangan Iblis Hitam bergerak. Sesaat kemudian di kedua tangannya telah tergenggam dua batang kapak berwarna hitam mengkilat. Kapak yang mengandung racun ganas tak terkira.
Wukkk, wukkk!
Secepat kedua kapak itu berada di tangannya, secepat itu pula diputar-putar di depan dada. Angin bercuitan nyaring mengiringi setiap gerakan kedua kapak.
Cuittt, cuittt!
Dewa Arak yang tidak mau kalah, segera memutar-mutarkan Pedang Bintang di depan dada. Sekejap kemudian sekujur tubuhnya terbungkus sinar berwama putih menyilaukan.
Dan begitu pemuda berambut putih keperakan ini menghenfikan putaran pedang, dia langsung dengan pembukaan 'Jurus Pedang Pembunuh Naga'. llmu yang diwarisi dari Pendekar Ruyung Maut, ayah Arya (Untuk jelasnya, baca serial Dewa Arak dalam episode perdananya, "Pedang Bintang").
Dewa Arak membentuk kuda-kuda rendah dengan lutut kiri ditekuk ke belakang. Kaki kanan dijulurkan ke depan dengan ujung kaki menyentuh tanah. Sepasang malanya menatap ke depan. Tangan kiri terkepal di pinggang.
Sementara tangan kanan mengacungkan pedang yang dijulurkan menukik ke depan. Ujung pedang menyentuh tanah. Inilah pembukaan 'Jurus Pedang Pembunuh Naga' yang telah disesuaikan dengan ilmu andalannya, 'Ilmu Belalang Sakti'!
Iblis Hitam tidak mau kalah. Tokoh sesat ini pun membentuk pembukaan ilmunya. Mirip dengan kuda-kuda Dewa Arak. Hanya saja posisi kuda-kudanya tidak terlalu rendah. Kaki kirinya berada di depan. Dan jarak antara tapak kaki kiri dan kaki kanan pun tidak sejauh kuda-kuda Dewa Arak. Kedua kapaknya disilangkan di depan wajah.
"Hiyaaa...!"
Sambil mengeluatkan teriakan nyaring, Arya meloncat menyerang. Pedang di tangan kanannya ditusukkan bertubi-tubi ke arah leher.
Siiingg!
Terdengar suara mendesing nyaring yang menyakitkan telinga, mengiringi berkelebatnya sebaris sinar berwarna putih menyilaukan mata. Kali ini Iblis Hitam rupanya tidak berani gegabah mengandalkan keistimewaan pusakanya.
Kapak di tangan kirinya segera digerakkan menangkis, seraya memiringkan tubuh bagian kanan ke bawah. Berbareng dengan itu, kapaknya diayunkan ke perut Dewa Arak.
Tranggg!
Bunga api berpijar ketika dua buah senjata pusaka beradu. Baik Dewa Arak maupun Iblis Hitam merasakan tangan yang menggenggam senjata tergetar hebat.
Begitu serangannya tertangkis, Dewa Arak segera melempar tubuh ke belakang dengan memarifaatkan daya dorong benturan kedua senjata tadi.
Wusss!
Sambaran kapak Iblis Hitam lewat sejengkal di depan perut Dewa Arak. Tapi Iblis Hitam yang tidak ingin memberi kesempatan lawanhya memperbaiki posisi kuda-kuda, kembali melompat memburu. Sepasang kapaknya berkelebatan menyambar berbagai bagian tubuh Dewa Arak.
Tapi Arya yang memang sejak semula sudah bersiap sedia, segera menghadapi amukan Iblis Hitam dengan 'llmu Pedang Pembunuh Naga'. Pedang Bintang di tangannya pun berkelebatan ke sana kemarl mencari sasaran.
Hebat bukan main akibat pertarungan kedua tokoh sakti ini. Angin bercicitan tajam dari udara yang terobek mengiringi setiap gerakan senjata mereka.
Pertarungan antara Dewa Arak dan Iblis Hitam berlangsung cepat, sehingga sebentar saja lima puluh jurus telah berialu. Dan sampai sejauh itu belum nampak tanda-tanda ada yang akan terdesak.
Tanah sudah terbongkar di sana-sini. Debu pun mengepul tinggi ke udara. Sementara batu-batu besar-kecil berpentalan tak tentu arah. Suasana di sekitar mulut gua seketika jadi kacau-balau.
Menginjak jurus ke seratus, Dewa Arak mulai nampak terdesak. Memang dalam. hal ilmu meringankan tubuh dan tenaga dalam, keduanya berimbang. Tapi dalam hal mutu ilmu silat, Iblis Hitam masih lebih unggul. Permainan sepasang kapak Iblis Hitam berada di atas mutu 'Ilmu Pedang Pembunuh Naga' milik Dewa Arak. Мака tidak mengherankan kalau perlahan namun pasti Arya mulai terdesak hebat!
"Ha ha ha...!"
Iblis Hitam tertawa bergelak. Gerakan sepasang kapak di tangannya pun semakin menghebat. Dewa Arak kini hanya mampu menangkis dan mengelak. Hanya sesekali saja mengirimkan serangan balasan.
Tanpa sepengetahuan kedua orang itu, ada dua sosok yang menyaksikan pertarungan. Pendekar Golok Baja dan Pandora diam-diam sudah tiba di tempat itu sejak Dewa Arak dan Iblis Hitam ribut mulut sampai keduanya bertarung.
Pendekar Golok Baja mengerutkan alisnya begitu melihat gulungan sinar putih menyllaukan semakin kecil. Sementara gulungan sinar berwarna hitam semakin merajalela. Pendekar ini segera tahu kalau Dewa Arak terdesak hebat
"Sungguh tidak kusangka kalau Iblis Hitam adalah dia...," ucap Pendekar Golok Baja setengah mengeluh.
Memang, Prajasena telah mengetahui orang di balik seragam Iblis Hitam. Kini suara orang yang berada di balik pusaka peninggalan Iblis Hitam amat dikenalnya, karena sangat jelas terdengar. Bahkan bukan hanya Pendekar Golok Baja saja. Pandora pun mengenalnya.
"Jadi..., Tuan bisa mencegah mereka berdua mengadu nyawa...," sahut Pandora.
"Mudah-mudahan saja Pandora," ucap Pendekar Golok Baja setengah mengharap.
"Mudah-mudahan saja dia masih taat pada aturan leluhur Iblis Hitam."
"Bukankah Tuan pernah bercerita... kalau aturan leluhur Tuan harus ditaati setiap keturunannya?" tanya Pandora mengingatkan.
Belum juga Pendekar Golok Baja menjawab, terdengar suara melengking nyaring. Seketika itu juga pandangan laki-laki gagah ini dialihkan ke arah pertempuran. Kontan sepasang matanya terbelalak. Pandora pun mengalihkan perhatiannya.
Rupanya saat itu Dewa Arak tengah melancarkan serangan ke arah IbBs Hitam. Batang pedangnya tiba-tiba bergetar hebat, sehingga terlihat menjadi belasan pedang yang semuanya menuju ke arah Iblis Hitam.
"Hih!"
Iblis Hitam yang tidak berani mengelakkan serangan, segera mengayunkan kedua kapak di tangannya. Melakukan tangkisan menggunting.
Tranggg!
Bunga api memercik ke udara ketika tiga buah senjata pusaka beradu. Seketika tubuh kedua orang sakti itu sama-sama terhuyung-huyung ke belakang. Tapi, secepat itu pula keduanya kembali melancarkan serangan susulan ke arah lawan masing-masing.
Cappp! Srattt!
Perisflwa yang terjadi berlangsung begitu cepat. Pedang Bintang Dewa Arak menusuk bagian atas dada kiri Iblis Hitam. Sebaliknya, kapak di tangan kanan tokoh sesat itu menyerempet dada Arya.
Kedua tokoh sakti itu sama-sama memekik tertahan. Tubuh keduanya pun langsung terhuyung ke belakang. Baik Dewa Arak maupun Iblis Hitam sama-sama mendekap luka masing-masing.
Dewa Arak terkejut bukan main ketika merasakan hawa dingin yang amat sangat menyebar dari luka di dadanya. Hawa dingin yang hampir membuat sekujur ototnya mendadak kaku. Seketika itu juga tubuhnya terguling di tanah.
"Racun...," desis Dewa Arak terkejut, seraya buru-buru menjumput guci araknya.
Diangkatnya ke atas kepala, dan dituangkan ke mulut. Tampak jelas kalau Arya harus berjuang keras meraih guci dan menuangkan ke mulutnya. Kekakuan yang melanda sekujur otot-otot dan urut-urat tubuhnya membuat dia susah menggerakkan anggota tubuh.
Gluk... gluk... gluk...!
Suara berceglukan terdengar begitu arak melewatt kerongkongan Dewa Arak. Arya tahu kalau arak yang berada di dalam gucinya sanggup menawarkan racun. Dan itulah keistimewaan guci pusaka miliknya. Setiap racun yang masuk ke dalam guci langsung tawar. Bahkan bukan hanya itu saja, setiap arak yang masuk ke dalam guci pusakanya langsung keras dan dapat langsung merjadi obat penawar racun.
"Ha ha ha...I"
Iblis Hitam tertawa bergelak begitu melihat Dewa Arak terkena babatan kapaknya. Sungguhpun dia sendiri teriuka, tapi jelas terlihat kalau tokoh sesat ini gembira bukan main. Iblis Hitam tahu kaiau racun kapaknya sudah bekeija.
Arya menggertakkan gigi. Racun yang terkandung dalam kapak sosok serba hitam itu ternyata benar-benar racun luar biasa. Padahal dia telah minum arak dari guci pusakanya.
Tapi, kekakuan pada sekujur Otot-otot dan urat-urat di sekujur tubuhnya tetap saja tidak berkurang. Hanya rasa pening yang tadi melandanya, kini telah lenyap. Selangkah demi selangkah Iblis Hitam menghampiri Dewa Arak yang teigeletak kaku di tanah.
Betapapun pemuda berambut putih keperakan itu mencoba mengerahkan 'Tenaga Sakti lnti Matahari' miliknya untuk mengusir hawa dingin, namun tetap saja hasilnya nihil.
"Ha ha ha...!"
Iblis Hitam yang tahu keadaan lawannya, terus menghampiri sambil tertawa terkekeh-kekeh. Jaraknya dengan pemuda berambut putih keperakan itu tinggal lima langkah lagi.
"Hentikan, Kala Sunggi!"
Mendengar bentakan itu, Iblis Hitam terlonjak kaget bagai disengat kalajengking. Bahkan tubuhnya sampai berjingkat Jelas kegugupannya terlihat ketika kepalanya menoleh ke arah asal bentakan.
Terkejut juga hati Dewa Arak ketika melihat Iblis Hitam yang menggiriskan itu melangkah ke belakang. Sementara orang yang mengeluarkan suara bentakan tengah melangkah menghampiri tokoh sesat itu. Dia adalah Pendekar Golok Baja!
"Sudah terlalu banyak orang yang kau bunuh, Kala Sunggi. Dan..., aku tidak ingin kau mengotori tanganmu dengan darah orang-orang tak berdosa lagi!" ucap Prajasena penuh wibawa. Kakinya tetap melangkah mendekati Iblis Hitam yang diyakininya adalah Kala Sunggi "Cepat buka seragam leluhur kita! Kau tidak berhak memakainya, Kala Sunggi!"
"Tapi..., aku hanya bermaksud membalas dendam kematian ayah, Kakang Prajasena...,"
Iblis Hitam membela diri dengan suara gugup. Hilang sudah kegarangannya. Rupanya Iblis Hitam adalah Kala Sunggi, adik kandung Pendekar Golok Baja yang hilang beberapa tahun yang lalu. Kiranya Kala Sunggi menghilang setelah mencuri pusaka peninggalan Iblis Hitam, dan mempelajarinya.
"Hm.... Bukankah semua pembunuh ayah sudah kau binasakan? Bahkan aku juga tahu kalau kau telah membunuh Tengkorak Merah.; Tapi, mengapa kau hendak membunuh pemuda itu?" desak Pendekar Golok Baja sarpbil menuding ke arah Dewa Arak.
"Dia yang mencari urusan denganku, Kang," bantah Iblis Hitam.
"Pemuda itu hanya ingin menyelamatkan teman wanitanya yang kau culik?" sentak Prajasena keras.
Iblis Hitam pun terdiam. Kepalanya tertunduk dalam.
"Ingat, Kala Sunggi. Selama masih ada aku..., kau tidak boleh mengambil peninggalan Iblis Hitam! Aku yang berhak. Itu adalah aturan turun temurun leluhur kita. Kau tahu...., sepanjang sejarah, tidak ada seorang pun keturunan leluhur kita yang menentang aturan itu. Apakah kau hendak menentangnya? Dan..., beranikah kau menentangnya?"
"Tidak, Kang. Aku tidak berani menentang," sahut Iblis Hitam lirih.
"Kalau kau sudah menyadari kesalahanmu, cepat kau berikan penawar racun untuk pemuda itu!" ucap Prajasena bemada memerintah.
"Baik, Kang," sahut Iblis Hitam seraya menghampiri Dewa Arak yang masih tergolek di tanah. Kemudian mengeluarkan sebutir pil berwarna kemerahan. Lalu diberikan pada Dewa Arak yang segera menelannya.
Arya takjub. Pil berwarna kemerahan itu temyata memiliki khasiat yang sangat mujarab. Begitu masuk ke dalam perutnya, langsung bereaksi dengan cepat Perlahan-lahan rasa dingin yang melanda sekujur tubuhnya mulai berkurang. Setelah semakin berkurang, pemuda berambut putih keperakan itu mengusir pengaruh hawa dingin yang tersisa dengan mengerahkan 'Tenaga Sakti Inti Matahari'. Sesaat kemudian Dewa Arak sudah bisa bangkit kembali.
"Cepat kau minta maaf pada Dewa Arak!" ucap Pendekar Golok Baja.
Tanpa banyak membantah, Kala Sunggi alias Iblis Hitam segera menghampiri Dewa Arak Kemudian mengulurkan tangannya.
"Maafkan semua kesalahanku, Dewa Arak," ucap Kala Sunggi pelan.
"Lupakanlah, Iblis Hitam," sahut Arya seraya menggenggam tangan tokoh sesat itu erat erat.
"O, ya... Kawanmu ada di dalam," beri tahu Iblis Hitam. Nada suaranya tidak terdengar garang lagi.
"Mari kita pergi," ajak Pendekar Golok Baja.
Sesaat kemudian, tiga sosok tubuh tadi sudah melesat meninggalkan sekitar mulut gua. Kini di tempat itu tinggal Dewa Arak seorang diri.
"Hhh...!"
Arya menghela napas lega. Sungguh tidak disangka kalau persoalan ini akan selesai begitu mudah. Sejenak ditatapnya tubuh ketiga orang yang sudah kian mengecil, sebelum kakinya sendiri bergerak cepat masuk ke gua.
Dan seperti ара yang diperlihatkan gurunya, Melati terbaring di atas balai-balai bambu. Kaki dan tangan gadis berpakaian putih itu terikat di tiap sudut balai-balai. Terikat terpentang.
"Melati...," desis Arya, antara perasaan lega dan haru yang menyemak.
"Kang Arya...," Melati balas menyahut
Suaranya pelan mirip desahan. Bahkan terdengar sedikit isakan keluar dari mulutnya. Walaupun masih tampak pucat, tapi sinar matanya memancarkan kegembiraan yang amat sangat .
Memang sejak kemarin Melati telah dicekam rasa takut pada malapetaka yang akan menimpanya. Так sanggup gadis ini membayangkan apabila yang ditakutkannya benar-benar terjadi. Mungkin seumur hidup dia tidak akan berani bertemu muka dengan tunangannya.
"Kau tidak apa-apa, Melati?" tanya Dewa Arak.
Ada nada kekhawatiran yang amat sangat dalam suaranya. Sepasang matanya merayapi sekujur wajah dan tubuh Melafi dengan pandang mata cemas. Sementara tangannya yang menggenggam Pedang Bintang mengiris tali-tali yang mengikat tangan dan kaki Melati. Tali itu ternyata alot bukan main. Pantaslah kalau Melati tidak mampu membebaskan diri, pikir Arya maklum.
"Kang Arya...!"
Melati langsung bangkit duduk. Kemudian dipeluknya tubuh Arya, begitu tali-tali pengikatnya putus. Pemuda berambut putih keperakan itu pun balas memeluk gadis yang dicintainya erat-erat, seolah-olah tidak ingin dilepaskan lagi. Diusap usapnya rambut Melati yang hitam, panjang dan indah dengan penuh kasih sayang.
"Untung kau cepat datang, Kang Arya," ucap Melati dengan suara mengandung isak.
Untuk pertama kalinya Melati dicekam rasa takut yang hebat. Sepasang matanya berkaca-kaca menahan rasa haru.
"Lupakanlah..., semuanya sudah berlalu," ucap Dewa Arak sambil melepaskan pelukannya pedahan-lahan, kemudian menceritakan semua yang terjadi.
Sementara Melati hanya mendengarkan saja. Sedangkan sepasang matanya yang bening dan indah merayapi wajah tampan di depannya.
"Mari kita tinggalkan tempat ini, sebelum hari menjadi gelap," ajak Arya.
Setelah berkata demikian, Dewa Arak pun bangkit dari duduknya seraya menggandeng tangan Melati.
Mereka berdua bergegas keluar dari gua. Keadaan di luar gua memang sudah mulai gelap. Matahari sudah condong ke Barat, dan bercak sinar lembayung nampak di kaki langit sebelah Barat ketika Dewa Arak dan Melati bergegas menuruni lereng gunung .
SELESAI
OBJEK WISATA MANCA NEGARA
===============================
No comments:
Post a Comment