Ads

Monday, October 7, 2024

Banjir Darah di Bojong Gading 05

Dua orang prajurit penjaga pintu gerbang Kerajaan Bojong Gading mengernyitkan kening, melihat di kejauhan debu tebal mengepul tinggi di udara.

"Apa itu, Badrun?" tanya salah seorang dari mereka.

Orang yang dipanggil Badrun menyipitkan matanya. "Astaga...! Itu serombongan pasukan berkuda!"

"Apa?!" sahut temannya kaget "Mengapa prajurit penjaga perbatasan tidak memberi kabar?"

Setelah berkata demikian, kawan Badrun itu berlari masuk memberitahukan hal itu. Sesaat kemudian, gegerlah suasana dalam istana. Apalagi tatkala diketahui, pasukan prajurit di bawah pimpinan empat orang Panglima tidak berada di tempat. Yang tinggal hanya sepasukan prajurit di bawah pimpinan Panglima Dampu.

Memang, pasukan berkuda itu tak lain dari pasukan prajurit Kadipaten Tasik, dibantu murid-murid Ki Kerpala dan tak ketinggalan pula Peri Muka Seratus. Mereka memang bermaksud mengadakan pemberontakan di bawah pimpinan Adipati Tasik, Pradipta.

Di bawah pimpinan Panglima Dampu dan Patih Rantaka, prajurit Kerajaan Bojong Gading berusaha keras mempertahankan istana. Satu keuntungan bagi pasukan Kerajaan Bojong Gading adalah, mereka mempunyai tempat berlindung yang amat kuat. Dan kelebihan itu dimanfaatkan oleh mereka. Segera saja dipersiapkan pasukan panah untuk mencegah pasukan penyerang mendekati istana.

Dan siasat itu berhasil baik. Pasukan pemberontak yang mencoba maju segera berguguran dibantai pasukan panah, sebelum sempat mendekat. Berkali-kali mereka maju, tapi berkali-kali terpaksa mundur kembali dengan membawa banyak korban.

"Keparat!" Peri Muka Seratus menggeram melihat banyaknya korban di pasukan mereka. "Kakang Kerpala, lebih baik kita yang lebih dulu masuk ke sana. Kita hancurkan dulu pasukan panah itu. Karena kalau tidak, sampai kapan pun pasukan Kita tidak akan mampu masuk!"

"Usulmu baik sekali, Komala. Mari Kita habisi mereka!" sahut Ki Kerpala gembira.

Maka kedua tokoh sakti ini segera melesat ke arah benteng Istana Bojong Gading. Pasukan panah prajurit Bojong Gading yang memang sejak tadi sudah siap siaga, segera menjepretkan gendewanya begitu melihat dua sosok tubuh melesat cepat mendekati benteng.

Twang... ! Twang... !

Puluhan batang anak panah melesat menyambar ke arah Ki Kerpala dan Peri Muka Seratus. Tapi kali ini yang menjadi sasaran anak panah itu bukanlah tokoh yang gampang tewas begitu saja, melainkan dua tokoh tingkat tinggi.

Maka begitu melihat sambaran puluhan anak panah yang melesat ke arah mereka, keduanya tidak menjadi gugup.

Peri Muka Seratus segera mencabut pedangnya, kemudian memutar-mutarnya laksana baling baling.

Trang...! Trang...! Trang...!

Akibatnya, puluhan anak panah yang menyambar ke arahnya, kandas di tengah jalan. Tak satu pun yang mampu mengenai sasarannya. Memang hebat tindakan Peri Muka Seratus!

Tapi, masih lebih hebat lagi apa yang dilakukan Ki Kerpala! Kakek ini sama sekali tidak menggunakan senjata. Dibiarkan saja hujan anak panah yang menyambar tubuhnya.

Tasss...! Tasss...!

Puluhan anak panah yang menyambar sekujur tubuhnya meleset begitu mengenai sasaran. Seolah-olah yang dipanah itu bukanlah tubuh manusia, melainkan batang logam yang licin! Inilah keistimewaan aji 'Welut Putih' milik kakek kecil kurus ini.



Sementara anak panah yang menyambar ke arah matanya, ditepis dengan tangan kosong. Maka, kontan anak-anak panah itu berpentalan dalam keadaan patah. Dari peragaan ini saja, sudah bisa diperkirakan kedahsyatan tenaga dalam yang dimiliki kakek ini.

"Hup...!"

Tanpa mengalami halangan yang berarti, Ki Kerpala mendaratkan kedua kakinya di atas tembok benteng itu.

"Hup...!"

Peri Muka Seratus pun menyusul tiba. Tak ada sedikit pun bagian tubuhnya yang terluka. Jangankan terluka. Lecet pun tidak.

Dan begitu berhasil mendarat, kedua tokoh tingkat tinggi itu segera mengamuk dahsyat. Setiap kali tangan atau kaki mereka bergerak, sudah dapat dipastikan akan ada tubuh yang rubuh dalam keadaan tidak bernyawa lagi.

Jerit lengking kematian terdengar saling susul. Dalam sekejap mata saja, lebih dari separuh pasukan panah itu yang tewas.

Dan di saat itulah pasukan pemberontak itu maju menyerbu. Kali ini, tanpa ada penghalang mereka dapat mencapai pintu gerbang. Adipati Pradipta adalah orang yang pertama kali mencapai pintu gerbang istana.

Laki-laki setengah baya itu terdiam sejenak di depan pintu gerbang istana yang tertutup rapat. Seluruh tenaga dalamnya kini dikumpulkan. Sambil mengeluarkan pekik nyaring, Adipati Pradipta memukulkan kedua tangannya ke depan.

"Hiyaaa...!"

Brakkk... !

Terdengar suara keras ketika pintu gerbang itu hancur berantakan. Dan begitu pintu gerbang itu hancur, pasukan pemberontak itu pun maju menyerbu sambil mengeluarkan teriakan-teriakan liar.

Maka tak dapat dicegah lagi, pertempuran massal pun terjadi. Pasukan Kerajaan Bojong Gading di bawah pimpinan Panglima Dampu dan Patih Rantaka, mati-matian melawan.

Tapi karena di pihak lawan banyak terdapat tokoh cukup tinggi ilmunya yang merupakan murid Ki Kerpala, maka sebentar saja pasukan kerajaan sudah terdesak hebat. Satu persatu mereka berguguran.

Adipati Pradipta tertawa tergelak. Dengan perasaan tak sabar dia terus bergerak mendahului pasukannya menuju istana. Hatinya benar-benar tak sabar lagi untuk segera masuk ke dalam istana itu, dan membunuh Raja Bojong Gading, Prabu Nalanda.

Tapi di saat-saat gawat bagi keutuhan Kerajaan Bojong Gading, terdengar derap langkah kuda. Itu pun masih disusul dengan munculnya, pasukan kerajaan yang dipimpin empat orang Panglima.

Munculnya bantuan tak terduga-duga ini, tentu saja mengejutkan pihak Adipati Pradipta. Tapi sebaliknya, menggembirakan pasukan Kerajaan Bojong Gading.

Dewa Arak dan Ki Temula tanpa membuang-buang waktu lagi segera menerjang Ki Kerpala dan Peri Muka Seratus yang tengah menyebar maut.

Ki Temula segera menghadang Ki Kerpala, sementara Dewa Arak menghadang Peri Muka Seratus.

"Cukup, Kakang! Hentikan semua kekejaman ini. Tanganmu sudah terlalu banyak berlumur darah!" geram kakek kecil kurus bermuka tikus ini pelan tapi penuh wibawa.

Ki Kerpala menghentikan gerakannya. Ditatapnya wajah adik seperguruannya tajam-tajam.

"Menyingkirlah, Temula. Aku tidak ingin membunuhmu. Jangan sampai pikiranku berubah!"

"Aku bersedia menyingkir. Tapi dengan satu syarat! Kau harus ikut aku. Kita kembali ke Perguruan Garuda Sakti!" tandas Ki Temula tegas.

"Keparat.. ! Rupanya kau memilih mati, Temula! Kalau begitu, mampuslah!"

Setelah berkata demikian, Ki Kerpala melompat menerjang. Jari-jari tangannya terkembang membentuk cakar garuda. Serangannya lurus ke arah kepala dengan tangan kiri, sementara tangan kanan menyilang di depan dada.

Wut...!

Ki Temula mendoyongkan tubuhnya ke belakang. Tangan kanannya digerakkan dari dalam ke luar untuk menangkis serangan itu. Sadar kalau lawan di hadapannya ini memiliki ilmu kepandaian tinggi, tanpa sungkan-sungkan lagi dikeluarkannya ilmu 'Cakar Garuda'

Takkk... !

"Akh...!"

Ki Temula terpekik kaget. Sekujur tangannya terasa sakit-sakit. Bahkan seluruh tubuhnya pun tergetar hebat. Belum lagi kekagetannya hilang, kaki kanan kakak seperguruannya lelah menyusul tiba-tiba dengan sebuah tendangan miring ke arah kepala.

Cepat-cepat Ki Temula merendahkan tubuhnya membentuk kuda-kuda rendah, sehingga serangan itu lewat di atas kepalanya. Beberapa saat kemudian, kedua kakak beradik seperguruan ini sudah terlibat pertempuran sengit. Pertempuran yang hampir seimbang karena satu sama lain telah mengetahui ilmu masing-masing.

***

Sementara di tempat terpisah. Peri Muka Seratus menatap Arya lekat-lekat. Tokoh hitam yang ahli dalam penyamaran ini teringat akan cerita Ki Kerpala.

"Hm..., kaukah yang berjuluk Dewa Arak itu?" tanya perempuan itu sambil tersenyum sinis.

Tapi Dewa Arak sama sekali tidak mempedulikan ucapan lawannya. Dengan sikap tenang, diambilnya guci yang tersampir di punggung. Kemudian diangkatnya ke atas kepala, dan dituangkan ke dalam mulutnya.

Gluk... gluk... gluk...!

Suara tegukan terdengar ketika arak itu memasuki kerongkongannya. Sesaat kemudian, hawa yang hangat pun mulai naik dari perut dan terus ke atas kepalanya.

Peri Muka Seratus geram bukan kepalang melihat sikap Dewa Arak yang seperti tidak mempedulikannya Sambil mengeluarkan pekik melengking nyaring, diterjangnya pemuda berambut putih keperakan di depannya. Pedang di tangannya menusuk cepat ke arah leher.

Tapi dengan jurus 'Delapan Langkah Belalang', mudah saja bagi Dewa Arak untuk mengelakkan serangan itu. Bahkan sekaligus berbalik mengancam lawannya. Sesaat kemudian keduanya sudah terlibat pertarungan cukup sengit.

Tapi lama kelamaan, nampaklah keunggulan Dewa Arak. Dan pertarungan pun berlangsung berat sebelah. Kepandaian yang dimiliki Peri Muka Seratus itu sebenarnya tinggi. Tapi lawan yang dihadapinya adalah Dewa Arak, seorang pendekar muda yang memiliki ilmu lebih tinggi.

Dengan keistimewaan ilmu 'Delapan Langkah Belalang', setiap serangan perempuan yang bernama asli Komala itu kandas percuma. Sebaliknya setiap serangan Dewa Arak membuatnya terpontang-panting menyelamatkan diri.

Tak heran belum sampai tiga puluh jurus, Peri Muka Seratus sudah terdesak hebat. Dan sudah dapat dipastikan kalau tak lama lagi tokoh hitam yang ahli dalam penyamaran ini akan roboh di tangan Arya.

Berbeda dengan keadaan Dewa Arak yang berada di atas angin, keadaan Ki Temula malah sebaliknya. Kakek ini malah terdesak hebat. Ki Kerpala dengan keistimewaan aji 'Welut Putih', membuat Ketua Perguruan Garuda Sakti itu terdesak hebat.

"Haaat..!"

Ki Temula berteriak nyaring. Dengan kuda-kuda rendah dan saling bersilang, tangan kanannya menyambar deras ke arah ulu hati lawannya. Dan sungguh di luar dugaan, Ki Kerpala sama sekali tidak mempedulikan serangan itu. Dibiarkan saja serangan itu, dan sebaliknya kaki kanannya menendang ke arah lutut adik seperguruannya.

Prattt.. ! Rrrttt.. ! Tukkk... !

"Akh...!"

Kejadian yang berlangsung terlalu cepat. Serangan cakar Ki Temula yang tepat mengenai ulu hati langsung meleset seperti menghantam sebuah benda licin. Tak sedikit pun jari-jari tangan yang biasanya mampu menembus baru karang keras itu mampu melukai kulit Ki Kerpala. Tangan itu langsung terpeleset membawa serta baju kakak seperguruannya yang koyak terkena cakaran tangan.

Sebaliknya tendangan Ki Kerpala tak mampu dielakkan Ki Temula. Telak dan keras sekali tendangan itu mengenai lutut. Seketika itu juga sambungan tulang lutut Ki Temula terlepas dan tubuhnya kontan terhuyung.

"Hiyaaa...!"

Ki Kerpala melompat memburu. Tangan kanannya menyampok deras ke arah pelipis. Wajah Ki Temula pucat. Disadari kalau dirinya tidak akan mungkin mampu mengelak atau menangkis serangan itu. Yang dapat dilakukannya hanya membelalakkan sepasang matanya sambil menanti datangnya maut.

Sementara itu, Dewa Arak yang bertanding dengan Peri Muka Seratus, sesekali perhatiannya terarah pada pertarungan Ki Temula melawan kakak seperguruannya. Maka begitu melihat ancaman maut yang mengancam laki-laki berwajah tirus itu, Arya langsung menghentikan desakan pada lawannya.

"Hih...!"

Dewa Arak memekik keras sambil menghentakkan kedua tangannya ke depan, mengerahkan jurus 'Pukulan Belalang' yang jarang digunakannya.

Wuttt...!

Serangkum angin berhawa panas menyembur keras mencegat tubuh Ki Kerpala yang tengah memburu Ki Temula. Maka laki-laki berwajah hitam itu kaget bukan main. Dia sadar betul kalau pukulan jarak jauh itu begitu dahsyat. Segera diurungkan serangannya, kemudian langsung dibanting tubuhnya ke tanah dan bergulingan menjauh.

Peri Muka Seratus tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Begitu melihat lawan perhatiannya terpecah, segera wanita licik ini melompat menerjang.

Pedang di tangannya diayunkan membacok kepala Dewa Arak dari atas ke bawah. Tapi Peri Muka Seratus kecelik. Sungguh tidak dikira kalau Dewa Arak telah memperhitungkan hal itu. Arya segera membalikkan tubuh dan menghentakkan kedua tangannya menyambut serangan Peri Muka Seratus.

Wusss...! Bressss...!

"Aaa...!"

Peri Muka Seratus melengking panjang. Serangan jurus 'Pukulan Belalang' yang dilontarkan Dewa Arak telak menghantam dadanya. Seketika itu juga. Tubuhnya yang tengah berada di udara terpental jauh ke belakang. Sekujur tubuh wanita sesat ini hangus. Tampak cairan merah berhamburan keluar dari mulut, hidung, dan telinganya. Tamatlah riwayat Peri Muka Seratus.

"Jahanam...!"

Ki Kerpala menggeram hebat melihat kematian bekas kekasihnya. Memang puluhan tahun yang lalu. Peri Muka Seratus adalah kekasih Ki Kerpala.

Tanpa mempedulikan adik seperguruannya lagi, tubuh Ki Kerpala melesat ke arah Arya. Kakek ini melambung tinggi ke udara. Kemudian dari atas tubuhnya menukik turun, menyerang ubun-ubun Dewa Arak dengan jari-jari tangan terpentang lebar.

Karena tak ada kesempatan mengelak, Dewa Arak terpaksa menangkisnya. Sadar akan kesaktian lawan, tanpa sungkan-sungkan lagi dikerahkan seluruh tenaga dalamnya yang telah mencapai taraf kesempurnaan.

Plak... !

Maka benturan dua buah tangan yang sama-sama memiliki tenaga dalam tinggi terjadi. Tubuh Ki Kerpala terpental balik ke udara. Sedangkan Dewa Arak tidak bergeming sedikit pun, tapi kedua kakinya menimbulkan jejak cukup dalam di tanah. Rupanya tekanan dari atas yang terlalu berat, tak dapat ditahan tanah.

"Hiyaaa...!"

Dewa Arak segera bergerak mendahului. Guci yang tadi digenggamnya, kini telah kembali tersampir di punggung. Kedua tangannya yang berisi ilmu 'Belalang Sakti', bergerak-gerak aneh, dan secara tidak terduga-duga menyerang lawannya yang kini telah melayang turun.

"Hup...!"

Secepat kedua kakinya menapak tanah, secepat itu pula Ki Kerpala menggerakkan tangan menangkis serangan itu. Kakek ini masih merasa penasaran bukan main. Benturan tenaga dalam sebelumnya masih belum membuatnya puas. Mungkinkah Dewa Arak mampu menandingi tenaga dalam yang dimilikinya?

Dan kini, tak pelak lagi benturan antara sepasang tangan yang sama-sama memiliki tenaga dalam tinggi, tidak tercegah lagi.

Plakkk... !

Baik tubuh Dewa Arak maupun tubuh Ki Kerpala sama-sama terhuyung mundur dua langkah ke belakang. Keduanya merasakan sekujur tangan mereka sakit dan nyeri.

Dewa Arak kaget bukan main. Sungguh tidak disangka kalau tenaga dalam yang dimiliki kakek berwajah hitam ini setingkat dengannya. Padahal, selama ini Dewa Arak tidak pernah lalai berlatih. Baik berlatih dengan cara bersemadi maupun pernapasan untuk menambah kekuatan tenaga dalamnya.

Dan pemuda ini juga tahu pasti kalau tenaga dalam yang dimilikinya kini telah maju pesat. Jauh lebih kuat daripada saat pertama kali terjun ke dunia persilatan. Tapi sekarang kenyataannya? Kakek ini mampu membendungnya!

Tapi kekagetan yang dialami Dewa Arak, tidak separah yang dialami Ki Kerpala. Kakek ini kaget sekaligus terpukul bukan main, melihat kenyataan kalau lawannya yang masih sangat muda itu mampu mengimbangi tenaga dalamnya. Padahal sejak dikurung gurunya, dia selalu berlatih.

Tanpa diketahui kedua orang adik seperguruannya, Ki Kerpala terus berlatih keras. Baik semadi, pernapasan, bahkan ilmu-ilmu hitam. Dugaannya, kini tidak akan ada seorang pun yang mampu menandingi kekuatan tenaga dalamnya. Tapi kenyataannya? Lawan yang masih muda itu mampu mengimbangi!

Tapi perasaan amarah Ki Kerpala ketika teringat kematian kekasihnya, telah mengusir perasaan terkejut itu. Dengan amarah meluap-luap, kembali diterjang lawannya. Sedangkan Arya tanpa sungkan-sungkan lagi cepat menyambut senangan itu. Sesaat kemudian keduanya sudah lertibat dalam pertarungan sengit.

Melihat kakak seperguruannya telah bertarung melawan Dewa Arak, Ki Temula segera melangkah menghampiri Prabu Nalanda. Raja Bojong Gading ini kini sudah tidak khawatir lagi.

Sementara itu pertempuran antara pasukan pemberontak dengan pasukan Kerajaan Bojong Gading telah berakhir. Dengan datangnya bantuan pasukan dari empat orang Panglima itu, pasukan pemberontak pimpinan Adipati Pradipta berhasil dilumpuhkan. Bahkan sang adipati sendiri tewas.

Panglima Jumali, Panglima Gotawa, Panglima Mantaya, dan Panglima Jatalu, segera menjatuhkan diri di hadapan Prabu Nalanda.

"Kami siap menerima hukuman atas kesalahan kami, Gusti Prabu." ucap mereka serentak.

Prabu Nalanda tersenyum. "Semula aku marah sekali atas tindakan kalian ini. Tapi, Ki Temula telah menceritakan semuanya pada ku. Dan aku memakluminya. Kalian semua ku maafkan. Bangkitlah..." tutur Prabu Nalanda bijaksana.

"Ahhh... ! Terima kasih, Gusti Prabu," sahut keempat Panglima itu sambil bangkit berdiri.

"Jadi, pemuda itukah orang yang kau ceritakan itu, Ki?" tanya Prabu Nalanda sambil menatap Dewa Arak yang tengah bertarung melawan Ki Kerpala.

Dan kini semua pasang mata tertuju pada pertarungan antara Dewa Arak melawan kakek bermuka hitam itu.

"Benar, Gusti Prabu." sahut Ki Temula.

Memang, laki-laki berwajah tirus itu sudah menceritakan pada Prabu Nalanda, mengenai semua kesalah pahaman yang terjadi. Demikian pula tentang kerja keras Dewa Arak untuk menyelesaikan pertikaian itu.

"Rasanya tidak pantas kalau Kita tidak membalas semua jasa-jasanya yang besar ini, Ki. Dialah yang telah menyelamatkan Kerajaan Bojong Gading dari kehancuran," tegas Prabu Nalanda lagi. Pelan suaranya.

Ki Temula mengernyitkan alisnya. "Maaf, Gusti Prabu. Bukannya hamba tidak setuju. Tapi sepengetahuan hamba, pemuda itu benar-benar tidak suka jika pertolongannya itu dianggap jasa-jasa yang perlu dibalas," bantah Ki Temula dengan nada halus.

"Kita kan punya akal untuk mengatasinya, Ki," tegas Prabu Nalanda kalem, seraya tersenyum.

"Maksud, Gusti Prabu?" tanya Ki Temula, masih belum dapat menangkap maksud ucapan Prabu Nalanda.

"Sudahlah, Ki. Serahkan saja semuanya padaku," potong Raja Bojong Gading itu cepat sambil mengulapkan tangan.

Ki Temula tidak bisa membantah lagi, dan hanya mengalihkan pandangannya ke arah pertempuran.





OBJEK WISATA MANCA NEGARA


Teluk Wilhelmina Antartika

Kota Tua Samarkand, Uzbekistan
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Air Terjun Victoria Afrika
Air Terjun Victoria Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Panorama Alam Georgia
Panorama Alam Georgia
Kebun Raya Singapura
Kebun Raya Singapura
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Dataran Guci Xiangkhouang, Laos
Dataran Guci Xiangkhoung, Laos
Danau Iskanderkul Tajikistan
Danau Iskanderkul Tajikistan
Piramida Giza Mesir
Piramida Giza Mesir
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Selat Drake Antartika Amerika
Selat Drake Antartika Amerika
Istana Kekaisaran Tokyo
Istana Kekaisaran Tokyo
Jembatan Gerbang Emas
Jembatan Gerbang Emas - Amerika
Air Terjun Niagara
Air Terjun Niagara Prancis
Grand Canyon
Grand Canyon Amerika
Pasar Terbesar di Bangkok
Pasar Terbesar di Bangkok
Taman Nasional Yellowstone
Taman Nasional Yellowstone - Amerika
Burj Khalifa - Dubai
Budj Khalifa Dubai
Taj Mahal
Taj Mahal India
Musium Amir Temur Uzbekistan
Musium Amir Temur Uzbekista
Blackpool - Amerika
Blackpool Irlandia
Taman Nasional Blue Mountain - Sydney
Taman Nasional Blue Mountain Sydney
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Danau Baikal Rusia
Danau Baikal Rusia
Biara Meteora Yunani
Biara Meteora Yunani
Pantai Bondi Australia
Pantai Bondi Australia
Menara Eiffel Prancis
Menara Eiffel Prancis
Musium Van Gogh Belanda
Musium Van Gogh Belanda
Gedung Opera Sydney
Gedung Opera Sydney
Gunung Meja Afrika
Gunung Meja Afrika
Menara Kembar Petronas Malaysia
Menara Kembar Petronas Malaysia

===============================




Air Terjun Victoria Afrika

No comments:

Post a Comment