Angin menderu keras seperti terjadi topan di sekitar tempat itu. Dan memang sebenarnya, dari rentetan serangan kaki yang bertubi-tubi dengan cara mengibas inilah seluruh kekuatan ditumpukan. Tentu saja kekuatan tenaga dalam yang terkandung dalam serangan ini pun sangat dahsyat.
Buk...!
"Akh...!"
Tubuh Pengemis Tongkat Merah terlempar deras. Kibasan kaki Raksasa Rimba Neraka telak mendarat di pangkal lengannya. Mulanya serangan kibasan itu diarahkan ke pelipis. Untungnya, kakek kurus kering ini sempat mengelak, sehingga kibasan yang semula mengarah ke pelipis itu hanya mengenai pangkal lengan.
Meskipun demikian akibat yang diterima kakek kurus kering ini tidak ringan. Bagian yang terkena kibasan kaki terasa sakit bukan main. Seolah-olah tulang-belulangnya remuk. Padahal tadi sudah dikerahkan seluruh tenaga dalamnya untuk melindungi bagian yang terserang.
Belum sempat Pengemis Tongkat Merah memperbaiki posisinya, kini serangan susulan Raksasa Rimba Neraka menyambar tiba. Seketika wajah kakek kurus kering ini pucat. Di saat kritis itu mendadak sesosok bayangan berkelebat memapak serangan itu.
Plak! Plak...!
Benturan keras terdengar berkali-kali, disusul terpentalnya kedua sosok tubuh itu ke belakang.
"Grrrh...!"
Raksasa Rimba Neraka menggeram. Diam-diam kakek tinggi besar ini kaget bukan main. Dari benturan yang baru saja terjadi, diketahui kalau sosok bayangan yang menangkis serangannya pasti memiliki tenaga dalam yang tidak rendah. Malah kedua tangannya sampai tergetar hebat dan sakit-sakit karenanya.
Dapat dibayangkan betapa kagetnya hati si raksasa ini ketika melihat orang yang menangkis serangannya itu. Tampak di hadapannya dalam jarak sekitar tiga tombak, berdiri seorang pemuda berambut panjang meriap berwarna putih keperakan.
Betulkah pemuda ini yang baru saja menangkis serangannya tadi? Padahal serangan itu dilakukan dengan pengerahan tenaga seluruhnya! Hampir-hampir kakek raksasa ini tidak percaya kalau tidak menyaksikan sendiri!
Seumur hidupnya belum pernah ditemukan tokoh yang mampu membuatnya terjengkang ke belakang dalam adu tenaga, kecuali pemuda di hadapannya ini. Apalagi yang berada di hadapannya ini adalah tokoh muda.
"Siapa kau, bocah! Apa hubunganmu dengan kakek itu?!" tanyanya keras. Sepasang mata Raksasa Rimba Neraka yang besar ini perlahan menyipit.
Dewa Arak yang juga merasakan betapa kuatnya tenaga dalam yang dimiliki kakek raksasa di hadapannya ini, bersikap hati-hati.
"Aku Arya, seorang pengelana. Dan aku tidak mempunyai hubungan apa-apa dengan kakek yang hendak kau bunuh itu. Hanya saja, aku tidak bisa membiarkan adanya kekejaman berlangsung di depan mataku!" tegas dan jelas kata-kata pemuda berambut putih keperakan itu.
"Ha ha ha...! Jadi kaulah rupanya orang yang berjuluk Dewa Arak!? Ha ha ha...! Pucuk dicinta ulam tiba. Memang sudah lama aku ingin menjajal kelihaian tokoh yang katanya menggemparkan dunia persilatan itu. Sungguh tidak kusangka, julukan yang cukup menyeramkan itu hanya dimiliki seorang pemuda ingusan. Bersiaplah kau, pemuda sombong!"
Setelah berkata demikian, Raksasa Rimba Neraka menjulurkan kedua tangannya ke depan, kemudian perlahan-lahan mengepalkannya. Terdengar suara bergemeletuk keras seolah-olah sekujur tulang-tulangnya berpatahan.
Dewa Arak yang sudah bisa mengukur kepandaian lawan, tidak berani bersikap main-main. Segera diambil guci yang terikat di punggung, lalu diangkat ke atas kepala. Sebentar saja beberapa teguk arak telah berpindah ke tenggorokannya.
Gluk... gluk... gluk....!
Terdengar suara tegukan ketika arak itu melewati tenggorokannya. Sesaat kemudian tubuh pemuda itu pun mulai hangat dan limbung.
"Hiyaaa...!"
Tiba-tiba terdengar teriakan menggeledek dari mulut Raksasa Rimba Neraka. Dan belum lagi gema suara teriakan itu hilang, tubuhnya sudah melesat ke arah Dewa Arak. Kedua tangannya yang mengepal, dihantamkan ke arah Arya dalam sebuah pukulan lurus ke dada.
Suara meledak-ledak seperti suara petir menggelegar terdengar mengiringi serangan itu. Itu pun masih diiringi hawa panas yang menyambar tiba sebelum pukulan itu sendiri mendekat.
Dewa Arak seketika terkejut. Tak disangka kalau lawannya yang mengerikan ini memiliki ilmu begitu ampuh. Jangankan terkena langsung serangan itu, terkena anginnya saja sudah cukup membuat sebuah pohon hancur lebur hangus.
Dewa Arak yang selalu bersikap hati-hati dan tidak pernah memandang rendah lawan, segera mengeluarkan jurus 'Delapan Langkah Belalang' untuk menghadapinya.
Brakkk...!
Sebatang pohon sebesar pelukan dua orang dewasa langsung hancur terkena angin pukulan yang tidak mengenai sasaran karena tubuh Dewa Arak sudah lenyap dari situ.
"Grrrh...!"
Raksasa Rimba Neraka meraung keras melihat lawannya tiba-tiba lenyap dari hadapannya. Untuk sesaat ia kebingungan. Tapi begitu terasa ada angin mendesir di belakangnya, segera saja diketahui kalau lawan ada di belakangnya. Dan seketika itu pula raksasa itu melempar tubuhnya ke depan, kemudian menggulingkan tubuhnya.
Dewa Arak tidak memberi kesempatan pada kakek raksasa ini untuk memperbaiki posisinya. Segera diburu tubuh yang sedang bergulingan itu.
Wut!
Diayunkan gucinya ke arah kepala lawannya.
"Ah,..!" seru Dewa Arak kaget
Entah bagaimana caranya, kini posisi kepala itu telah berada di tempat aman, tenaga sepasang kaki yang mempunyai kembangan gerakan tidak terduga-duga.
Walaupun Dewa Arak berusaha keras menjatuhkan serangan pada bagian kepala dan tubuh, tapi niatnya selalu kandas. Setiap serangannya selalu dihadang sepasang kaki yang mempunyai pertahanan luar biasa kokohnya.
Raksasa itu menghadapi Dewa Arak dengan posisi tubuh telentang di tanah! Bahkan beberapa kali Dewa Arak terpaksa menghindar ketika Raksasa Rimba Neraka melancarkan serangan balasan.
"Hm.... 'Jurus Trenggiling'...," desah Pengemis Tongkat Merah yang sejak tadi memperhatikan jalannya pertempuran itu.
Sejak mendengar pemuda berambut putih keperakan itu memperkenalkan namanya, kakek kurus kering ini sudah menduga kalau pemuda itu adalah Dewa Arak. Maka begitu dugaannya benar, diputuskan untuk menonton pertarungan yang sudah dibayangkan berlangsung dahsyat. Ingin diketahui, siapa di antara kedua tokoh yang sama-sama memiliki kesaktian tinggi dan menggegerkan rimba persilatan itu.
Tapi melihat tokoh yang digelari Dewa Arak, Pengemis Tongkat Merah merasa kurang yakin kalau tokoh muda itu akan mampu menaklukkan Raksasa Rimba Neraka.
Dewa Arak ternyata masih begitu muda, dan sudah pasti belum banyak pengalaman menghadapi berbagai macam ilmu yang aneh-aneh. Berbeda dengan Raksasa Rimba Neraka yang telah puluhan tahun malang-melintang di dunia persilatan.
Setelah belasan jurus Dewa Arak berusaha mendesak lawan tanpa hasil, dia menjadi tidak sabar. Disadari kalau ilmu 'Belalang Sakti' di samping mempunyai banyak keistimewaan, tetap saja memiliki kekurangan dan kelemahan. Dan itu memang wajar, karena tidak ada ilmu yang sempurna.
Ilmu 'Belalang Sakti' ternyata menjadi lumpuh dan tidak cocok untuk menghadapi Raksasa Rimba Neraka. Ilmu yang dimiliki Dewa Arak memang tidak dirancang untuk menghadapi ilmu permainan bawah, seperti 'Jurus Trenggiling', atau 'Jurus Kelabang'.
"Okh...!"
Suara keluhan Sapta menyadarkan Pengemis Tongkat Merah kalau dirinya masih mempunyai sebuah urusan yang lebih penting, yaitu menyelamatkan nyawa muridnya. Dengan perasaan berat, ditinggalkan pertempuran yang tengah berlangsung seru itu. Bergegas kakek itu menghampiri muridnya yang terikat erat di tonggak, setelah terlebih dulu mengambil tongkat bututnya yang tadi ditancapkan di tanah.
Tentu saja Gajula tidak membiarkan Sapta lolos. Begitu melihat Pengemis Tongkat Merah bergerak mendekati tempat pemuda itu terikat, Gajula cepat-cepat bertindak.
Singgg...! Singgg...!
Suara berdesing nyaring terdengar ketika si wajah kera itu melemparkan beberapa buah pisau sekaligus ke arah tubuh Sapta yang tergolek tidak berdaya.
"Hih...!"
Pengemis Tongkat Merah yang melihat bahaya maut mengancam muridnya segera menghentakkan kedua tangannya ke depan.
Wut...!
Trak!
Serentetan angin keras menghambur keluar dari tangannya yang dihentakkan itu, dan menerpa pisau-pisau yang meluncur cepat mengarah tubuh Sapta. Pisau-pisau itu pun langsung runtuh ke tanah dengan keras.
Pengemis Tongkat Merah yang masih merasakan lumpuh pada tangan kirinya, menatap beringas ke arah Gajula. Seketika itu juga, si wajah kera yang mengetahui bahwa dirinya bukan tandingan kakek kurus kering itu segera melompat menjauh. Pengemis Tongkat Merah tidak memperdulikannya. Segera saja tubuhnya melompat mendekati tubuh muridnya. Sebentar kemudian, tangan kanannya pun bergerak.
Pralll...!
Kontan rantai baja yang melilit tangan dan kaki Sapta hancur berantakan.
"Hup...!"
Kakek kurus kering ini menjejakkan kakinya, dan sesaat kemudian tubuhnya sudah melesat meninggalkan tempat itu bersama tubuh Sapta berada dalam pondongannya.
"Grrrh...!" Raksasa Rimba Neraka menggeram keras.
Memang, walaupun tengah bertarung, kakek tinggi besar ini masih sempat melihat Pengemis Tongkat Merah yang telah menyelamatkan muridnya. Dan ini membuatnya murka bukan main.
Dengan 'Jurus Trenggiling', didesaknya Dewa Arak. Tendangannya bertubi-tubi dan susul-menyusul mengancam bagian tubuh yang berbahaya di sekujur tubuh pemuda itu.
Tapi berkat keistimewaan jurus 'Delapan Langkah Belalang', Arya berhasil mengelakkan setiap serangan itu. Hanya saja tidak seperti biasanya, kali ini jurus 'Delapan Langkah Belalang' tidak bisa digunakan untuk mengelak dan langsung mengancam lawan.
Selagi Dewa Arak sibuk mengelakkan serangan-serangan, Raksasa Rimba Neraka melentingkan tubuhnya menjauh. Dia langsung mengejar Pengemis Tongkat Merah yang melarikan diri.
Melihat kepergian gurunya, Gajula pun segera melesat kabur dari situ. Dewa Arak yang memang sama sekali tidak mempunyai urusan dengan mereka, tidak mengejar. Yang dipentingkan kali ini adalah menyelamatkan desa ini dari tangan jahat Toga, si kepala desa.
Dewa Arak pun melesat meninggalkan tempat itu. Cepat sekali gerakannya, sehingga dalam sekejap saja yang nampak hanyalah sebuah titik yang semakin lama semakin mengecil, dan akhirnya lenyap di kejauhan.
***
Tubuh Raksasa Rimba Neraka melesat cepat, disertai pengerahan seluruh ilmu meringankan tubuh yang dimiliki untuk mengejar Pengemis Tongkat Merah yang berada jauh di depannya.
Sedikit demi sedikit jarak antara mereka mulai dekat. Bayangan tubuh kakek kurus kering yang semula hanya berupa titik kecil hitam di kejauhan, kini semakin lama semakin membesar. Sudah bisa dipastikan kalau akhirnya Raksasa Rimba Neraka berhasil mengejar buruannya.
Tapi senyum yang tadi telah menghias wajah Raksasa Rimba Neraka perlahan mulai melenyap ketika tampak di kejauhan sana membentang sebuah hutan. Sebagai tokoh yang penuh pengalaman, kakek tinggi besar ini tahu kalau Pengemis Tongkat Merah berhasil masuk ke dalam hutan itu, sudah bisa dipastikan akan berhasil lolos.
Raksasa Rimba Neraka mengerahkan segenap kemampuan yang dimiliki. Tujuannya, menyusul kakek kurus kering itu sebelum sempat memasuki hutan. Tapi betapapun mengerahkan segenap kemampuan yang dimiliki, tetap saja usaha yang dilakukannya tidak mendapatkan hasil. Jarak antara mereka masih terlalu jauh. Sementara jarak antara Pengemis Tongkat Merah dengan hutan itu sudah demikian dekat.
Apa yang dikhawatirkan Raksasa Rimba Neraka pun terjadi. Pengemis Tongkat Merah telah lebih dulu memasuki mulut hutan sebelum berhasil disusul. Jarak antara mereka masih terpisah puluhan tombak.
Beberapa saat setelah kakek pengemis itu memasuki hutan itu, baru laki-laki bertubuh raksasa ini tiba di mulut hutan. Tanpa membuang-buang waktu lagi, Raksasa Rimba Neraka itu melesat masuk.
Tapi sesampainya di dalam hutan, kakek bertubuh raksasa itu menjadi kebingungan. Hutan ini terlalu lebat, ditumbuhi pohon-pohon besar kecil, dan semak-semak. Apalagi akar-akar pohon yang menjalar juga menghalangi pandangan.
Sesaat lamanya Raksasa Rimba Neraka ini mengedarkan pandangannya berkeliling, mencari-cari barangkali ada pohon atau semak yang masih bergoyang. Kalau ada, itu tandanya baru dilewati orang. Tapi, tetap saja itu tidak dijumpainya.
Lalu dia memilih satu arah saja yang diyakininya. Tapi sampai lama mengejar, tak juga nampak tanda-tanda bayangan tubuh kakek pengemis di depannya. Setelah lama mencari ke sana kemari tanpa hasil, meledaklah kemarahan Raksasa Rimba Neraka ini.
"Grrrrh...!" kakek raksasa ini menggeram hebat. Kemudian tangan kanannya yang mengepal dipukulkan ke depan.
Wut...!
Brakkk...!
Sebatang pohon sebesar pelukan dua orang dewasa tumbang seketika, tatkala angin pukulan Raksasa Rimba Neraka ini melandanya. Dengan mengeluarkan suara bergemuruh, pohon besar itu pun tumbang dalam keadaan hancur luluh dan hangus. Tidak hanya sampai di situ saja, tangan dan kakinya terus saja dipukulkan ke sana kemari, melampiaskan kemarahannya.
Kontan suara hiruk-pikuk menyemaraki suasana hutan itu. Pohon-pohon yang tumbang dalam keadaan hancur dan hangus, semak-semak yang cerai berai dalam keadaan mengering layu, mengiringi setiap gerakan tangan atau kaki Raksasa Rimba Neraka.
Cukup lama juga Raksasa Rimba Neraka ini melampiaskan amarahnya. Dan kini ditatapnya keadaan dalam hutan yang porak-poranda. Kemudian dilangkahkan kakinya, melesat dari tempat itu.
***
Buk...!
"Akh...!"
Tubuh Pengemis Tongkat Merah terlempar deras. Kibasan kaki Raksasa Rimba Neraka telak mendarat di pangkal lengannya. Mulanya serangan kibasan itu diarahkan ke pelipis. Untungnya, kakek kurus kering ini sempat mengelak, sehingga kibasan yang semula mengarah ke pelipis itu hanya mengenai pangkal lengan.
Meskipun demikian akibat yang diterima kakek kurus kering ini tidak ringan. Bagian yang terkena kibasan kaki terasa sakit bukan main. Seolah-olah tulang-belulangnya remuk. Padahal tadi sudah dikerahkan seluruh tenaga dalamnya untuk melindungi bagian yang terserang.
Belum sempat Pengemis Tongkat Merah memperbaiki posisinya, kini serangan susulan Raksasa Rimba Neraka menyambar tiba. Seketika wajah kakek kurus kering ini pucat. Di saat kritis itu mendadak sesosok bayangan berkelebat memapak serangan itu.
Plak! Plak...!
Benturan keras terdengar berkali-kali, disusul terpentalnya kedua sosok tubuh itu ke belakang.
"Grrrh...!"
Raksasa Rimba Neraka menggeram. Diam-diam kakek tinggi besar ini kaget bukan main. Dari benturan yang baru saja terjadi, diketahui kalau sosok bayangan yang menangkis serangannya pasti memiliki tenaga dalam yang tidak rendah. Malah kedua tangannya sampai tergetar hebat dan sakit-sakit karenanya.
Dapat dibayangkan betapa kagetnya hati si raksasa ini ketika melihat orang yang menangkis serangannya itu. Tampak di hadapannya dalam jarak sekitar tiga tombak, berdiri seorang pemuda berambut panjang meriap berwarna putih keperakan.
Betulkah pemuda ini yang baru saja menangkis serangannya tadi? Padahal serangan itu dilakukan dengan pengerahan tenaga seluruhnya! Hampir-hampir kakek raksasa ini tidak percaya kalau tidak menyaksikan sendiri!
Seumur hidupnya belum pernah ditemukan tokoh yang mampu membuatnya terjengkang ke belakang dalam adu tenaga, kecuali pemuda di hadapannya ini. Apalagi yang berada di hadapannya ini adalah tokoh muda.
"Siapa kau, bocah! Apa hubunganmu dengan kakek itu?!" tanyanya keras. Sepasang mata Raksasa Rimba Neraka yang besar ini perlahan menyipit.
Dewa Arak yang juga merasakan betapa kuatnya tenaga dalam yang dimiliki kakek raksasa di hadapannya ini, bersikap hati-hati.
"Aku Arya, seorang pengelana. Dan aku tidak mempunyai hubungan apa-apa dengan kakek yang hendak kau bunuh itu. Hanya saja, aku tidak bisa membiarkan adanya kekejaman berlangsung di depan mataku!" tegas dan jelas kata-kata pemuda berambut putih keperakan itu.
"Ha ha ha...! Jadi kaulah rupanya orang yang berjuluk Dewa Arak!? Ha ha ha...! Pucuk dicinta ulam tiba. Memang sudah lama aku ingin menjajal kelihaian tokoh yang katanya menggemparkan dunia persilatan itu. Sungguh tidak kusangka, julukan yang cukup menyeramkan itu hanya dimiliki seorang pemuda ingusan. Bersiaplah kau, pemuda sombong!"
Setelah berkata demikian, Raksasa Rimba Neraka menjulurkan kedua tangannya ke depan, kemudian perlahan-lahan mengepalkannya. Terdengar suara bergemeletuk keras seolah-olah sekujur tulang-tulangnya berpatahan.
Dewa Arak yang sudah bisa mengukur kepandaian lawan, tidak berani bersikap main-main. Segera diambil guci yang terikat di punggung, lalu diangkat ke atas kepala. Sebentar saja beberapa teguk arak telah berpindah ke tenggorokannya.
Gluk... gluk... gluk....!
Terdengar suara tegukan ketika arak itu melewati tenggorokannya. Sesaat kemudian tubuh pemuda itu pun mulai hangat dan limbung.
"Hiyaaa...!"
Tiba-tiba terdengar teriakan menggeledek dari mulut Raksasa Rimba Neraka. Dan belum lagi gema suara teriakan itu hilang, tubuhnya sudah melesat ke arah Dewa Arak. Kedua tangannya yang mengepal, dihantamkan ke arah Arya dalam sebuah pukulan lurus ke dada.
Suara meledak-ledak seperti suara petir menggelegar terdengar mengiringi serangan itu. Itu pun masih diiringi hawa panas yang menyambar tiba sebelum pukulan itu sendiri mendekat.
Dewa Arak seketika terkejut. Tak disangka kalau lawannya yang mengerikan ini memiliki ilmu begitu ampuh. Jangankan terkena langsung serangan itu, terkena anginnya saja sudah cukup membuat sebuah pohon hancur lebur hangus.
Dewa Arak yang selalu bersikap hati-hati dan tidak pernah memandang rendah lawan, segera mengeluarkan jurus 'Delapan Langkah Belalang' untuk menghadapinya.
Brakkk...!
Sebatang pohon sebesar pelukan dua orang dewasa langsung hancur terkena angin pukulan yang tidak mengenai sasaran karena tubuh Dewa Arak sudah lenyap dari situ.
"Grrrh...!"
Raksasa Rimba Neraka meraung keras melihat lawannya tiba-tiba lenyap dari hadapannya. Untuk sesaat ia kebingungan. Tapi begitu terasa ada angin mendesir di belakangnya, segera saja diketahui kalau lawan ada di belakangnya. Dan seketika itu pula raksasa itu melempar tubuhnya ke depan, kemudian menggulingkan tubuhnya.
Dewa Arak tidak memberi kesempatan pada kakek raksasa ini untuk memperbaiki posisinya. Segera diburu tubuh yang sedang bergulingan itu.
Wut!
Diayunkan gucinya ke arah kepala lawannya.
"Ah,..!" seru Dewa Arak kaget
Entah bagaimana caranya, kini posisi kepala itu telah berada di tempat aman, tenaga sepasang kaki yang mempunyai kembangan gerakan tidak terduga-duga.
Walaupun Dewa Arak berusaha keras menjatuhkan serangan pada bagian kepala dan tubuh, tapi niatnya selalu kandas. Setiap serangannya selalu dihadang sepasang kaki yang mempunyai pertahanan luar biasa kokohnya.
Raksasa itu menghadapi Dewa Arak dengan posisi tubuh telentang di tanah! Bahkan beberapa kali Dewa Arak terpaksa menghindar ketika Raksasa Rimba Neraka melancarkan serangan balasan.
"Hm.... 'Jurus Trenggiling'...," desah Pengemis Tongkat Merah yang sejak tadi memperhatikan jalannya pertempuran itu.
Sejak mendengar pemuda berambut putih keperakan itu memperkenalkan namanya, kakek kurus kering ini sudah menduga kalau pemuda itu adalah Dewa Arak. Maka begitu dugaannya benar, diputuskan untuk menonton pertarungan yang sudah dibayangkan berlangsung dahsyat. Ingin diketahui, siapa di antara kedua tokoh yang sama-sama memiliki kesaktian tinggi dan menggegerkan rimba persilatan itu.
Tapi melihat tokoh yang digelari Dewa Arak, Pengemis Tongkat Merah merasa kurang yakin kalau tokoh muda itu akan mampu menaklukkan Raksasa Rimba Neraka.
Dewa Arak ternyata masih begitu muda, dan sudah pasti belum banyak pengalaman menghadapi berbagai macam ilmu yang aneh-aneh. Berbeda dengan Raksasa Rimba Neraka yang telah puluhan tahun malang-melintang di dunia persilatan.
Setelah belasan jurus Dewa Arak berusaha mendesak lawan tanpa hasil, dia menjadi tidak sabar. Disadari kalau ilmu 'Belalang Sakti' di samping mempunyai banyak keistimewaan, tetap saja memiliki kekurangan dan kelemahan. Dan itu memang wajar, karena tidak ada ilmu yang sempurna.
Ilmu 'Belalang Sakti' ternyata menjadi lumpuh dan tidak cocok untuk menghadapi Raksasa Rimba Neraka. Ilmu yang dimiliki Dewa Arak memang tidak dirancang untuk menghadapi ilmu permainan bawah, seperti 'Jurus Trenggiling', atau 'Jurus Kelabang'.
"Okh...!"
Suara keluhan Sapta menyadarkan Pengemis Tongkat Merah kalau dirinya masih mempunyai sebuah urusan yang lebih penting, yaitu menyelamatkan nyawa muridnya. Dengan perasaan berat, ditinggalkan pertempuran yang tengah berlangsung seru itu. Bergegas kakek itu menghampiri muridnya yang terikat erat di tonggak, setelah terlebih dulu mengambil tongkat bututnya yang tadi ditancapkan di tanah.
Tentu saja Gajula tidak membiarkan Sapta lolos. Begitu melihat Pengemis Tongkat Merah bergerak mendekati tempat pemuda itu terikat, Gajula cepat-cepat bertindak.
Singgg...! Singgg...!
Suara berdesing nyaring terdengar ketika si wajah kera itu melemparkan beberapa buah pisau sekaligus ke arah tubuh Sapta yang tergolek tidak berdaya.
"Hih...!"
Pengemis Tongkat Merah yang melihat bahaya maut mengancam muridnya segera menghentakkan kedua tangannya ke depan.
Wut...!
Trak!
Serentetan angin keras menghambur keluar dari tangannya yang dihentakkan itu, dan menerpa pisau-pisau yang meluncur cepat mengarah tubuh Sapta. Pisau-pisau itu pun langsung runtuh ke tanah dengan keras.
Pengemis Tongkat Merah yang masih merasakan lumpuh pada tangan kirinya, menatap beringas ke arah Gajula. Seketika itu juga, si wajah kera yang mengetahui bahwa dirinya bukan tandingan kakek kurus kering itu segera melompat menjauh. Pengemis Tongkat Merah tidak memperdulikannya. Segera saja tubuhnya melompat mendekati tubuh muridnya. Sebentar kemudian, tangan kanannya pun bergerak.
Pralll...!
Kontan rantai baja yang melilit tangan dan kaki Sapta hancur berantakan.
"Hup...!"
Kakek kurus kering ini menjejakkan kakinya, dan sesaat kemudian tubuhnya sudah melesat meninggalkan tempat itu bersama tubuh Sapta berada dalam pondongannya.
"Grrrh...!" Raksasa Rimba Neraka menggeram keras.
Memang, walaupun tengah bertarung, kakek tinggi besar ini masih sempat melihat Pengemis Tongkat Merah yang telah menyelamatkan muridnya. Dan ini membuatnya murka bukan main.
Dengan 'Jurus Trenggiling', didesaknya Dewa Arak. Tendangannya bertubi-tubi dan susul-menyusul mengancam bagian tubuh yang berbahaya di sekujur tubuh pemuda itu.
Tapi berkat keistimewaan jurus 'Delapan Langkah Belalang', Arya berhasil mengelakkan setiap serangan itu. Hanya saja tidak seperti biasanya, kali ini jurus 'Delapan Langkah Belalang' tidak bisa digunakan untuk mengelak dan langsung mengancam lawan.
Selagi Dewa Arak sibuk mengelakkan serangan-serangan, Raksasa Rimba Neraka melentingkan tubuhnya menjauh. Dia langsung mengejar Pengemis Tongkat Merah yang melarikan diri.
Melihat kepergian gurunya, Gajula pun segera melesat kabur dari situ. Dewa Arak yang memang sama sekali tidak mempunyai urusan dengan mereka, tidak mengejar. Yang dipentingkan kali ini adalah menyelamatkan desa ini dari tangan jahat Toga, si kepala desa.
Dewa Arak pun melesat meninggalkan tempat itu. Cepat sekali gerakannya, sehingga dalam sekejap saja yang nampak hanyalah sebuah titik yang semakin lama semakin mengecil, dan akhirnya lenyap di kejauhan.
***
Tubuh Raksasa Rimba Neraka melesat cepat, disertai pengerahan seluruh ilmu meringankan tubuh yang dimiliki untuk mengejar Pengemis Tongkat Merah yang berada jauh di depannya.
Sedikit demi sedikit jarak antara mereka mulai dekat. Bayangan tubuh kakek kurus kering yang semula hanya berupa titik kecil hitam di kejauhan, kini semakin lama semakin membesar. Sudah bisa dipastikan kalau akhirnya Raksasa Rimba Neraka berhasil mengejar buruannya.
Tapi senyum yang tadi telah menghias wajah Raksasa Rimba Neraka perlahan mulai melenyap ketika tampak di kejauhan sana membentang sebuah hutan. Sebagai tokoh yang penuh pengalaman, kakek tinggi besar ini tahu kalau Pengemis Tongkat Merah berhasil masuk ke dalam hutan itu, sudah bisa dipastikan akan berhasil lolos.
Raksasa Rimba Neraka mengerahkan segenap kemampuan yang dimiliki. Tujuannya, menyusul kakek kurus kering itu sebelum sempat memasuki hutan. Tapi betapapun mengerahkan segenap kemampuan yang dimiliki, tetap saja usaha yang dilakukannya tidak mendapatkan hasil. Jarak antara mereka masih terlalu jauh. Sementara jarak antara Pengemis Tongkat Merah dengan hutan itu sudah demikian dekat.
Apa yang dikhawatirkan Raksasa Rimba Neraka pun terjadi. Pengemis Tongkat Merah telah lebih dulu memasuki mulut hutan sebelum berhasil disusul. Jarak antara mereka masih terpisah puluhan tombak.
Beberapa saat setelah kakek pengemis itu memasuki hutan itu, baru laki-laki bertubuh raksasa ini tiba di mulut hutan. Tanpa membuang-buang waktu lagi, Raksasa Rimba Neraka itu melesat masuk.
Tapi sesampainya di dalam hutan, kakek bertubuh raksasa itu menjadi kebingungan. Hutan ini terlalu lebat, ditumbuhi pohon-pohon besar kecil, dan semak-semak. Apalagi akar-akar pohon yang menjalar juga menghalangi pandangan.
Sesaat lamanya Raksasa Rimba Neraka ini mengedarkan pandangannya berkeliling, mencari-cari barangkali ada pohon atau semak yang masih bergoyang. Kalau ada, itu tandanya baru dilewati orang. Tapi, tetap saja itu tidak dijumpainya.
Lalu dia memilih satu arah saja yang diyakininya. Tapi sampai lama mengejar, tak juga nampak tanda-tanda bayangan tubuh kakek pengemis di depannya. Setelah lama mencari ke sana kemari tanpa hasil, meledaklah kemarahan Raksasa Rimba Neraka ini.
"Grrrrh...!" kakek raksasa ini menggeram hebat. Kemudian tangan kanannya yang mengepal dipukulkan ke depan.
Wut...!
Brakkk...!
Sebatang pohon sebesar pelukan dua orang dewasa tumbang seketika, tatkala angin pukulan Raksasa Rimba Neraka ini melandanya. Dengan mengeluarkan suara bergemuruh, pohon besar itu pun tumbang dalam keadaan hancur luluh dan hangus. Tidak hanya sampai di situ saja, tangan dan kakinya terus saja dipukulkan ke sana kemari, melampiaskan kemarahannya.
Kontan suara hiruk-pikuk menyemaraki suasana hutan itu. Pohon-pohon yang tumbang dalam keadaan hancur dan hangus, semak-semak yang cerai berai dalam keadaan mengering layu, mengiringi setiap gerakan tangan atau kaki Raksasa Rimba Neraka.
Cukup lama juga Raksasa Rimba Neraka ini melampiaskan amarahnya. Dan kini ditatapnya keadaan dalam hutan yang porak-poranda. Kemudian dilangkahkan kakinya, melesat dari tempat itu.
***
OBJEK WISATA MANCA NEGARA
===============================
No comments:
Post a Comment