Ads

Tuesday, September 24, 2024

Raksasa Rimba Neraka 04

Ciuman-ciumannya pun semakin kasar, seiring nafsu birahinya yang semakin berkobar. Ciuman-ciumannya yang liar, kini tidak hanya menjarah bibir, tapi terus turun, ke dagu, ke leher.

Kami yang sekujur tubuhnya lumpuh, hanya dapat merintih-rintih tanpa mampu berbuat apa-apa.

"Kami...!"

Sapta menjerit keras. Pemuda ini menyadari betul ancaman mengerikan yang akan menimpa gadis itu. Maka dengan penuh daya upaya, dicobanya mengerahkan seluruh kemampuan yang dimiliki. Sekujur tubuhnya nampak menggigil keras dalam usaha berjuang untuk bangkit

"Grrrh...!"

Raksasa Rimba Neraka menggeram hebat karena merasa terganggu. Dihentikan ciuman-ciuman liarnya pada gadis yang masih dipeluknya.

"Rupanya kau minta mati, heh?!"

Brukkk...!

Tubuh Kami jatuh berdebuk di tanah ketika si raksasa yang tengah murka ini melemparkannya. Dengan langkah lambat-lambat, dihampirinya Sapta yang masih berusaha bangkit.

Melihat hal ini Gajula buru-buru berlari menghampiri.

"Ampun, Guru...."

Raksasa Rimba Neraka menghentikan langkahnya.

"Ada apa, Gajula! Apa kau pun ingjn kubunuh?!"

Pucat wajah Gajula. Si wajah kera ini tahu pasti watak aneh gurunya. Bila kemarahannya timbul, siapa pun tanpa kecuali akan dibunuhnya.

"Tentu saja tidak, Guru...," ucap Gajula terputus-putus.

"Lalu?! Kenapa kau menghalangiku membunuh bocah sial ini?" desak raksasa itu, masih keras dan kasar nada suaranya.

"Maafkan aku, Guru. Bocah ini adalah orang yang mencoba memberontak terhadap Adi Toga yang merupakan murid Guru juga, karena aku telah mengajarkannya...."

"Aku sudah tahu dari jurus-jurus yang dimainkannya! Maka karena itulah aku menolongnya!" selak Raksasa Rimba Neraka.

Gajula membasahi tenggorokannya yang dirasakan kering.

"Dan untuk mencegah terjadinya pemberontakan serupa, serta juga untuk memancing kedatangan kawan-kawannya, kami akan mengikatnya di alun-alun desa! Bahkan kami juga akan menyiksanya...! Harap Guru maklum!"



Dahi si raksasa berkerut dalam, dan rupanya tengah berpikir. Tak lama kemudian baru keluar ucapannya.

“Terserah padamu! Toh, aku sudah punya santapan yang luar biasa lezat untuk nanti malam!"

Setelah berkata demikian, Raksasa Rimba Neraka melangkahkan kakinya kembali. Dijumputnya kembali tubuh Kami yang tergolek di tanah tanpa ada yang berani menyentuhnya.

"Hhh...!"

Gajula menghela napas lega. Untunglah kali ini gurunya bersedia mengerti. Padahal hatinya tadi sudah khawatir kalau-kalau Raksasa Rimba Neraka itu akan marah.

"Mari istirahat di dalam, Guru," ajak Toga sambil mendahului masuk ke dalam.

Kini yakinlah kepala desa ini bahwa raksasa ini adalah guru Gajula. Walau sebelumnya sudah diduga, ketika melihat ciri­cirinya, tapi Toga masih ragu.

"Seret si keparat itu, dan ikat di alun-alun!" perintah Toga pada anak buahnya.

"Baik, Tuan!" sahut mereka mengiakan.

***

Dewa Arak mengerutkan keningnya. Agak heran hatinya melihat di depannya banyak orang berkumpul, merubung sesuatu. Sepertinya ada sesuatu yang tengah mereka saksikan.

Rasa penasaran membuat Arya mempercepat langkah kakinya. Pendengarannya yang tajam, menangkap adanya ledakan lidah cambuk. Ada apa gerangan di sana? Batin Dewa Arak terus bertanya-tanya. Semakin mendekati tempat kerumunan orang-orang itu, suara yang didengarnya pun semakin jelas.

Ctarrr...! Ctarrr...!

Kembali terdengar ledakan cambuk itu. Dan kali ini karena jaraknya sudah dekat, di samping suara ledakan cambuk juga terdengar keluhan tertahan. Keluhan kesakitan.

Jiwa kependekaran dalam diri Arya Buana pun bangkit. Tanpa melihat pun sudah dapat menduga kejadian yang terjadi dalam kerumunan orang banyak itu. Apalagi kalau bukan tindak Kesewenang-wenangan.

Tanpa mempedulikan suara-suara bernada menggerutu, Dewa Arak menyeruakkan tubuhnya. Disibakkan kerumunan orang-orang, lalu dia masuk terus ke dalam. Sesampainya di bagian terdepan, wajah Dewa Arak memerah. Kemarahan menjalari hatinya. Tampak seorang pemuda berwajah tampan dan berhidung melengkung tengah dihukum cambuk!

Tubuh pemuda itu terikat erat di sebuah tonggak tegak lurus. Sinar matahari yang cukup terik memanggang kulit dadanya yang tidak tertutup pakaian. Sementara di sebelahnya berdiri seseorang bertubuh tinggi besar dan berkepala botak, tengah menggenggam cambuk

Dewa Arak yang pantang melihat kekejaman berlangsung di depan matanya, menjadi geram. Sekali lihat saja pemuda berambut putih keperakan ini tahu kalau pemuda berhidung melengkung itu telah menderita luka yang cukup parah. Apalagi ditambah lecutan-lecutan cambuk yang terus-menerus menyengatnya. Sekujur tubuhnya nampak dipenuhi garis hitam memanjang.

"Sungguh tega hati kalian, menontoni orang disiksa," desis Dewa Arak tajam pada salah seorang di sebelahnya.

Orang yang mendapat teguran itu menoleh. Ditatapnya Arya lekat-lekat

"Rupanya kau bukan penduduk sini, Kisanak! Perlu kau ketahui, kami pun sebenarnya tidak suka melihat penyiksaan ini. Batin kami menjerit. Tapi apa daya? Kami hanya orang lemah. Mereka memaksa untuk menonton penyiksaan ini. Kalau ada yang membangkang, pasti akan bernasib serupa...," jelas orang itu dengan suara berbisik.

"Ah...," Dewa Arak mendesah pelan. Seketika timbul perasaan malunya karena telah melempar tuduhan jelek pada orang-orang yang selama ini hidup dalam keadaan jiwa tertekan. "Maafkan saya, Ki...."

"Tidak usah meminta maaf. Aku memaklumi perasaan yang bergayut di hatimu. Pesanku, janganlah ikut campur, Kisanak. Mereka berjumlah banyak, dan rata-rata memiliki kepandaian tinggi!"

Dewa Arak terlongong. Trenyuh hatinya mendengar penuturan orang itu. Dalam penderitaan, dia tidak ingin membuat orang lain ikut menderita. Nasihat yang keluar dari mulut orang itu sama persis dengan nasihat Ki Marta.

Tapi tentu saja Dewa Arak tidak mau menuruti nasihat itu. Sejak belajar ilmu silat, dia telah bertekad mengamalkan ilmu yang dimiliki untuk menghancurkan keangkara murkaan di mana pun. Sekalipun untuk itu harus dibayar dengan nyawanya.

Ctarrr...!

Kembali untuk yang kesekian kalinya ujung cambuk itu menyengat kulit Sapta. Pemuda itu meringis. Tapi tidak terdengar suara keluhan yang keluar dari mulutnya.

Dan kini Dewa Arak tidak bisa bersabar lagi. Tapi baru saja dia hendak bergerak menolong, sesosok bayangan merah berkelebat mendahului. Seketika Arya menahan gerakannya.

Sosok bayangan merah itu ternyata adalah seorang kakek berusia sekitar enam puluh tahun. Tubuhnya kurus kering, pakaiannya rompi penuh tambalan berwarna hitam. Begitu pula celananya. Di tangannya tergenggam sebatang tongkat berwarna merah.

"Guru...," desah Sapta lemah.

Ternyata laki-laki tua itu adalah Pengemis Tongkat Merah. Ditatapnya orang yang memegang cambuk, yang tak lain adalah Sagar! Dan tiba-tiba....

"Hiyaaat...!"

Sambil mengeluarkan pekik melengking nyaring, kakek kurus kering ini menerjang maju. Tongkat merah yang terbuat dari kayu biasa dan memiliki bentuk yang tak beraturan itu ditusukkan ke perut Sagar.

Angin keras menderu, mengiringi serangan tongkatnya. Sagar kaget bukan main, lalu mencoba mengelak Tapi serangan Pengemis Tongkat Merah itu terlalu cepat baginya.

Buk!

"Akh...!"

Suara jerit menyayat haii keluar dari mulut Sagar. Seketika tubuhnya terlempar ke belakang. Dari mulut, hidung, dan telinganya mengalir darah segar.

Brukkk...!

Diiringi suara berdebum keras, tubuh si kepala botak itu jatuh di tanah. Sebentar dia menggelepar-gelepar, lalu diam tidak bergerak lagi untuk selamanya. Tulang dadanya hancur berantakan terkena hantaman tongkat yang mengandung tenaga dalam tinggi itu.

Usai merubuhkan Sagar, Pengemis Tongkat Merah bergegas menghampiri Sapta yang terikat di tonggak kayu. Tapi....

"Ha ha ha...!"

Sebuah tawa bergelak yang menggema di sekitar tempat itu membuat langkah kaki kakek itu terhenti seketika. Pengemis Tongkat Merah menoleh dengan sikap waspada.

Di belakangnya, dalam jarak sekitar tiga tombak berdiri sesosok tubuh tinggi besar dan kekar. Dadanya dibiarkan telanjang sehingga memperlihatkan bulu-bulu yang lebat. Rambutnya panjang meriap. Sekujur tubuhnya dipenuhi hiasan tulang-belulang tengkorak manusia.

"Raksasa Rimba Neraka...," desah Pengemis Tongkat Merah dengan raut wajah menampakkan rasa kaget dan tidak percaya.

Memang, kakek itu kaget bukan main. Dia tahu betul tempat tinggal raksasa ini. Di Rimba Neraka! Tempat itu letaknya sangat jauh dari desa ini. Tapi mengapa tokoh yang mengerikan ini bisa sampai kemari?

"Kau Pengemis Tongkat Merah, bukan?! Apa hubunganmu dengan pemuda itu?" tanya raksasa itu sambil menunjuk tubuh Sapta yang terikat di tonggak.

"Dia muridku. Raksasa Rimba Neraka. Kalau dia memang bersalah, biarlah aku selaku gurunya minta maaf padamu!"

"Ha ha ha...! Enak saja! Kau tahu, pengemis busuk! Pemuda keparat ini hampir saja membunuh adik kandung muridku! Kalau saja aku tidak cepat-cepat datang, mungkin muridmu ini sudah membunuhnya! Sekarang, begitu enaknya kau datang memintakan ampun untuknya! Jangan harap!"

Wajah Pengemis Tongkat Merah langsung berubah. Sikap raksasa itu amat merendahkannya. Betapapun disadari kalau dirinya bukanlah tandingan tokoh yang menggiriskan itu, tapi pantang baginya menerima penghinaan. Ditegakkan kepalanya, dan dibusungkan dadanya yang krempeng.

"Kalau begitu..., biarlah kupertaruhkan selembar nyawa tuaku untuk keselamatan muridku!" sambut Pengemis Tongkat Merah, tegas dan mantap suaranya.

"Ha ha ha...! Kenapa tidak sejak tadi saja berkata begitu?!"

Tiba-tiba Pengemis Tongkat Merah menggerakkan tangannya. Dan seketika tongkat butut berwarna merah melesak masuk ke dalam tanah, hingga hampir setengahnya ketika kakek kurus ini menekannya.

Dia sadar kalau lawan di hadapannya ini memiliki kepandaian luar biasa. Maka Pengemis Tongkat Merah memang tidak mau bersikap sungkan-sungkan lagi.

"Hiyaaat..!"

Diiringi teriakan melengking nyaring memekakkan telinga, Pengemis Tongkat Merah melompat. Dan dari atas, dilancarkan serangan bertubi-tubi ke arah ubun-ubun dan pelipis lawannya.

Raksasa Rimba Neraka hanya mendengus. Dengan keyakinan penuh akan kekuatan tenaga dalam yang dimiliki, dipapaknya serangan kakek kurus kering itu.

Plak! Plak! Plak...!

Benturan antara dua pasang tangan yang sama-sama memiliki tenaga dalam tinggi pun terjadi berkali-kali. Tubuh Pengemis Tongkat Merah yang tengah berada di udara, terlempar kembali ke belakang.

Sementara kedua tangan Raksasa Rimba Neraka hanya bergetar saja. Pengemis Tongkat Merah bersalto beberapa kali dengan meminjam tenaga benturan tadi. Dirasakan sekujur tangannya terasa seperti lumpuh. Tenaga dalam yang dimiliki Raksasa Rimba Neraka itu memang luar biasa!

"Hup...!"

Ringan tanpa suara, kedua kaki kakek itu hinggap di tanah. Dan secepat kedua kakinya mendarat, secepat itu pula kakek kurus kering ini kembali menyerang. Maka kini keduanya sudah terlibat dalam sebuah pertarungan sengit.

Di tempat itu kini hanya tiga pasang mata saja yang menjadi penonton pertarungan antara dua orang yang memiliki kepandaian tinggi. Mereka adalah Dewa Arak, Sapta, dan Gajula. Sementara para penduduk yang semula menyaksikan, telah bubar ketika Sagar tiba-tiba tewas terbunuh. Mereka memang tidak ingin nantinya terbawa-bawa.

Pengemis Tongkat Merah yang telah mendengar betapa lihainya Raksasa Rimba Neraka, mengerahkan segenap kemampuannya. Tangan dan kakinya berkelebat cepat mengancam bagian-bagian lemah di tubuh raksasa itu.

Tapi betapapun kakek kurus kering ini bekerja keras, tetap saja tidak mampu mendesak lawannya. Setiap serangannya selalu kandas. Kalau tidak dielakkan, pasti ditangkis. Dan setiap kali Raksasa Rimba Neraka menangkis serangannya, tubuhnya selalu terhuyung. Dadanya juga terasa sesak. Bahkan sekujur tangannya terasa sakit bukan main.

Tidak sampai dua puluh jurus sudah terlihat keunggulan Raksasa Rimba Neraka. Memang sebenarnya kakek kurus kering ini kalah segala-galanya. Baik dalam hal tenaga dalam, maupun dalam ilmu meringankan tubuh.

Memasuki jurus ketiga puluh lima, Pengemis Tongkat Merah mulai terdesak. Kakek kurus kering ini hanya mampu main mundur, dan hanya sesekali saja balas menyerang.

Sementara itu, Dewa Arak yang sejak tadi mengawasi pertarungan, segera dapat mengetahui kalau Pengemis Tongkat Merah tak akan lama lagi dapat bertahan. Dan dugaan pemuda berambut putih keperakan ini memang tidak meleset.

Pada jurus keempat puluh, kaki kanan Raksasa Rimba Neraka meluncur deras ke arah perut Pengemis Tongkat Merah. Karena untuk mengelak sudah tidak memungkinkan lagi, kakek kurus kering Ini memutuskan untuk menangkisnya.

Plak..!

Dengan kedua tangan terkepal saling bersilang di depan dada, tendangan itu berhasil ditangkisnya. Tapi akibatnya tubuh Pengemis Tongkat Merah terhuyung-huyung ke belakang.

Dan belum lagi kakek kurus kering ini memperbaiki posisi, kaki raksasa yang tertangkis itu secara mengejutkan kembali mengancamnya dengan sebuah tendangan miring ke arah leher.

"Hup...!"

Pengemis Tongkat Merah begitu susah payah mengelakkan serangan itu dengan menggeser kaki ke samping.

"Hiya...!"

Raksasa Rimba Neraka berteriak keras. Berbareng dengan itu, kaki kirinya dikibaskan sambil membalikkan tubuh.

Wuuusss...!





OBJEK WISATA MANCA NEGARA


Teluk Wilhelmina Antartika

Kota Tua Samarkand, Uzbekistan
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Air Terjun Victoria Afrika
Air Terjun Victoria Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Panorama Alam Georgia
Panorama Alam Georgia
Kebun Raya Singapura
Kebun Raya Singapura
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Dataran Guci Xiangkhouang, Laos
Dataran Guci Xiangkhoung, Laos
Danau Iskanderkul Tajikistan
Danau Iskanderkul Tajikistan
Piramida Giza Mesir
Piramida Giza Mesir
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Selat Drake Antartika Amerika
Selat Drake Antartika Amerika
Istana Kekaisaran Tokyo
Istana Kekaisaran Tokyo
Jembatan Gerbang Emas
Jembatan Gerbang Emas - Amerika
Air Terjun Niagara
Air Terjun Niagara Prancis
Grand Canyon
Grand Canyon Amerika
Pasar Terbesar di Bangkok
Pasar Terbesar di Bangkok
Taman Nasional Yellowstone
Taman Nasional Yellowstone - Amerika
Burj Khalifa - Dubai
Budj Khalifa Dubai
Taj Mahal
Taj Mahal India
Musium Amir Temur Uzbekistan
Musium Amir Temur Uzbekista
Blackpool - Amerika
Blackpool Irlandia
Taman Nasional Blue Mountain - Sydney
Taman Nasional Blue Mountain Sydney
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Danau Baikal Rusia
Danau Baikal Rusia
Biara Meteora Yunani
Biara Meteora Yunani
Pantai Bondi Australia
Pantai Bondi Australia
Menara Eiffel Prancis
Menara Eiffel Prancis
Musium Van Gogh Belanda
Musium Van Gogh Belanda
Gedung Opera Sydney
Gedung Opera Sydney
Gunung Meja Afrika
Gunung Meja Afrika
Menara Kembar Petronas Malaysia
Menara Kembar Petronas Malaysia

===============================




Air Terjun Victoria Afrika

No comments:

Post a Comment