Dengan agak ragu, Arya melangkah mendekat. Kakek itu rupanya tahu kalau pemuda remaja di hadapannya ini masih curiga padanya.
“Tak perlu takut padaku, Anak Muda. Aku tidak akan mungkin bisa mencelakaimu. Dulu, memang hampir setiap orang menyebut namaku dengan perasaan gentar. Tapi sekarang tidak lebih dari seorang anak bayi!”
Tercekat Arya mendengar ucapan kakek itu. Dirasakan ada nada kesungguhan dan kegetiran di dalam hatinya. Keadaan kakek inipun lebih mempertegas ucapannya.
“Bomantara, si murid murtad itulah yang telah membuatku lemah seperti kakek-kakek jompo”, tutur kakek itu lagi. “Ahhh... Aku berdosa! Aku telah menciptakan seorang iblis di dunia persilatan. Iblis jahat yang tidak akan ada yang sanggup menandinginya”.
“Kek”. Tegur Arya pelan.
Kakek itu menatap Arya lekat-lekat. “Anak Muda jawab secara jujur pertanyaanku. Dari mana kau dapatkan Pedang Bintang itu?”.
Tanpa ragu-ragu lagi Aryapun menceritakan semuanya. Dari awal mula kedatangan dia bersama ayahnya ke Gunung Waru sampai akhirnya terpaksa harus berpisah dengan ayahnya.
“Ah! rupanya kau bukan orang sembarangan, Arya. Aku kenal siapa itu Ki Wanayasa, paman gurumu maupun Pendekar Ruyung Maut ayahmu. Mereka adalah orang-orang yang senantiasa membela kebenaran. Pedang Bintang benar-benar jatuh ke tangan yang tepat”.
“Kalau boleh kutahu siapakah Kakek sebenarnya?” tanya Arya.
Semula pemuda ini menduga kakek ini adalah Ki Gering Langit. Tapi setelah kakek ini menyebut Kakang Gering, barulah dia tahu kalau kakek ini bukanlah tokoh yang dimaksud.
Kakek itu terkekeh pelan. “Aku? Perlukan itu Arya?”
“Perlu, Kek”.
“Baiklah. Akan kuperkenalkan diriku. Dulu, dunia persilatan menjuluki diriku Ular Hitam. Tapi sekarang julukan yang pantas buatku adalah Ular Sakit!”.
“Hugh!”
Arya merasakan betapa perutnya mendadak sakit. Sungguh di luar dugaannya kalau dirinya sampai bertemu datuk golongan hitam ini.
“Kau tidak usah takut, Arya. Seperti yang telah kukatakan tadi, sekarang aku telah menjadi seorang yang lemah seperti bayi”.
Tegas kakek yang mengaku berjuluk Ular Hitam, ketika melihat Arya yang wajahnya mendadak pucat.
Penegasan kakek itu membuat keberanian Arya timbul. Ya, mengapa harus takut? Kakek ini entah karena mengapa, kini telah menjadi orang lemah. Dan telah dilihatnya sendiri kenyataannya. Lagi pula nampaknya kakek itu tidak bermaksud jahat padanya. Apalagi yang harus dikawatirkan? Maka iapun melangkah maju menghampiri.
“Mengapa bisa begitu, Kek?” tanya Arya ingin tahu.
“Ceritanya cukup panjang, Arya. Kau akan bosan mendengarkannya”.
“Tidak, Kek”.
“Baiklah”. Ujar Ular Hitam mengalah.
Sejenak suasana hening, sementara kakek itu memulai ceritanya.
“Sekitar tujuh belas tahun yang lalu, aku memungut murid yang bernama Bomantara. Karena kulihat dia memiliki bakat yang amat baik untuk mempelajari ilmu silat. Kugembleng dia dengan sungguh-sungguh dan kuwariskan seluruh ilmu yang kumiliki”, sejenak Ular Hitam terdiam.
Sepertinya tengah mencari napas untuk menguatkan perasaannya. Sementara itu Arya Buana hanya diam penuh perhatian.
“Pada suatu ketika, kakak kandungku, Ki Gering Langit singgah menjumpaiku. Dia menitipkan kitab-kitab ilmu silatnya di sini dengan pesan agar diberikan kepada orang yang nanti membawa Pedang Bintang”, kembali kakek yang berjuluk Ular Hitam ini menghentikan ceritanya.
Ditatapnya wajah Arya Buana dalam-dalam. Sedangkan Arya Buana tak kuasa untuk membalas tatapan itu.
“Aku meminta pada Ki Gering Langit untuk menurunkan sebagian dari ilmu-ilmunya kepada Bomantara. Pada mulanya dia berkeberatan. Tapi karena terus kudesak, akhirnya iapun memberikan sebuah kitab padaku untuk diberikan pada Bomantara. Sehabis itu iapun pergi. Tapi sungguh di luar dugaan kalau Bomantara itu ternyata mengkhianatiku. Bersama-sama Raja Racun Pencabut Nyawa yang sangat membenciku, ia mencelakaiku.”
Sebentar Ular Hitam menghentikan ceritanya, lalu menarik napas panjang dalam-dalam. Matanya sedikit berkaca-kaca, seperti menahan perasaan yang amat dalam.
“Dengan keji mereka menjebakku untuk meminum racun yang membuatku jadi orang lemah selamanya. Racun itu akan menyerangku apabila mengerahkan sedikit saja tenaga dalam. Serangan yang begitu menyiksa. Itulah sebabnya mengapa aku tidak mampu membuka rantai ini dan pintu yang terkunci dari luar itu. Karena begitu kumulai menyalurkan tenaga dalam, racun itupun langsung menyerangku”.
Arya tercenung begitu kakek itu telah menyelesaikan ceritanya. Sungguh tidak diduga begitu pahitnya kenyataan yang dihadapi si Ular Hitam. Dikhianati muridnya sendiri!
“Dengan tingkat kepandaiannya yang sekarang, dapat kupastikan tidak ada satupun tokoh yang sanggup menghadapinya. Tak terkecuali para datuk persilatan. Kecuali kakak kandungku, Ki Gering Langit! Tapi mana mau ia turun tangan menghadapi seorang anak ingusan macam Bomantara! Maka jelas sudah murid murtad itu akan mengacau dunia persilatan tanpa ada yang bisa menghalangi. Ia telah mewarisi seluruh kepandaianku dengan sempurna. Demikian pula seluruh ilmu Raja Racun Pencabut Nyawa. Dan yang lebih gila lagi, diapun telah menerima ilmu-ilmu Ki Gering Langit yang membuatnya memiliki tenaga dalam luar biasa. Lengkaplah sudah kepandaian yang dimilikinya. Kecepatan gerak diwarisi dariku. Kekuatan tenaga dalam dari Ki Gering Langit. Dan pengetahuan racun dari Raja Racun Pencabut Nyawa!”.
Ular Hitam berhenti sebentar, seperti ingin mengambil napas. Dadanya memang terasa sesak jika mengingat-ingat pengkhianatan bekas muridnya, Bomantara.
“Bomantara akan menjelma jadi iblis yang tidak terlawan! Dan semua ini akibat salahku yang tidak bisa menangkap hati orang. Hhh...! Bertahun-tahun aku mohon pada Gusti Allah agar segera mengirimkan orang yang menurut kakakku akan membawa Pedang Bintang. Waktu itu aku sudah hampir putus asa menunggunya. Sungguh tidak kusangka kalau Gusti Allah akhirnya mengabulkan permohonanku dengan mengutusmu ke sini, Arya” jelas Ular Hitam lagi.
“Maafkan saya, Kek”.
Setelah berkata demikian, Arya membungkuk memberi hormat. Kemudian dijulurkan tangannya untuk meraih belenggu di tangan Ular Hitam. Sekali Arya mengerahkan tenaganya, maka seketika gelang-gelang baja dan rantai-rantai yang membelenggu tangan dan kaki Ular Hitam patah-patah.
“Ah! Terima kasih, Arya”.
Ucap Ular Hitam pelan sambil bangkit berdiri. Kemudian dia melangkah menuju ke sudut ruangan, sementara Arya hanya memperhatikannya saja.
“Hm. Ada apa, Arya?” tanya Ular Hitam tanpa menghentikan langkahnya.
“Apakah racun yang mengeram di tubuh Kakek tidak bisa dikeluarkan?”.
Langkah Ular Hitam terhenti. Perlahan-lahan kepalanya menoleh ke belakang, menatap Arya lekat-lekat.
“Tidak. Tapi memang dapat disembuhkan. Kakang Gering Langit pernah mengajarkan padaku sebuah semadi untuk mengusir racun yang mengeram dalam tubuh. Memang dibutuhkan waktu yang panjang untuk dapat sembuh total. Tapi hanya itulah jalan satu-satunya. Racun yang dimasukkan dalam tubuhku memang racun ganas Arya”.
Kembali Kakek itu melangkahkan kakinya kembali. Dan sesampai di sudut ruangan itu dia memanggil Arya. Pemuda itu bergegas menghampirinya.
“Bongkar lantai ini!”
Tanpa banyak tanya, Arya mengayunkan tangannya ke arah lantai yang ditunjuk Ular Hitam.
“Brakkk..!”
Seketika lantai itu ambrol. Tampak di balik lantai itu terdapat sebuah lubang berbentuk persegi. Dalamnya tak lebih dari satu hasta. Dan di dasar lubang itu terlihat sebuah peti kecil berwarna hitam mengkilat.
“Ambil peti itu, Arya”. Perintah kakek yang berjuluk Ular Hitam itu lagi.
Aryapun segera mengulurkan tangannya dan mengambil peti itu lalu memberikannya pada Ular Hitam. Sebentar kemudian kakek itu segera membukanya. Nampak dua buah kitab yang berwarna kekuningan di dalamnya. Ular Hitam mengambil kitab itu lalu melihat-lihatnya sejenak. Baru setelah itu diberikan pada Arya.
“Milikmu, Arya”. Ucap Ular Hitam pelan.
Arya segera menerimanya. Pada bagian muka kitab yang pertama nampak tertera huruf-huruf berbunyi TENAGA DALAM INTI MATAHARI. Sedangkan pada buku yang kedua tertulis kalimat yang berbunyi ILMU BELALANG SAKTI.
Mulai saat itulah Arya berlatih mempelajari kedua ilmu yang diwariskan Ki Gering Langit, di bawah bimbingan Ular Hitam. Sementara kakek itupun tak kalah sibuknya. Hampir pada setiap kesempatan waktu yang senggang, ia bersemadi untuk mengusir racun yang mengeram di tubuhnya.
Dengan semangat meluap-luap, Arya mulai membuka halaman pertama Kitab Tenaga Dalam Inti Matahari. Memang Ular Hitam menyuruhnya mempelajari kitab itu dulu. Baru setelah memiliki Tenaga Inti Matahari yang cukup kuat, ia boleh mempelajari Ilmu Belalang Sakti.
“Muridku, Untuk memiliki tenaga dalam, yang tidak boleh dilupakan adalah tekanan gambaran dari pikiranmu pada batinmu. Saat bersemadi, tariklah napas dalam-dalam disertai penekanan alam bawah sadarmu. Bayangkan bahwa tengah menarik kekuatan matahari yang masuk melalui lubang hidungmu dan terus turun hingga ke pusar. Sesampainya di sana putarkan kekuatan yang kau tarik itu mengelilingi pusar, lalu naik ke atas dan buang kembali. Itulah yang harus kau camkan muridku”.
Dengan tekun dan sungguh-sungguh, Aryapun mengikuti petunjuk itu. tidak hanya pelajaran semadi saja yang terdapat di kitab itu. Sikap kuda-kuda dan pernapasan juga diajarkan.
Pada minggu-minggu pertama, tidak ada hal-hal aneh dirasakan Arya, selain hawa hangat yang senantiasa berputar di pusarnya. Tapi pada minggu-minggu selanjutnya. Arya mulai merasakan hal lain yang diterimanya.
Setiap pagi sehabis bangun tidur, sekujur tubunya terasa panas sekali. Bukan hanya itu saja. Rasa haus yang amat sangat selalu menderanya. Bahkan kulitnyapun mulai mengering.
Ular Hitampun mengetahui apa yang dialami Arya. Dan dia tahu betul kalau hal itu karena pemuda itu belum bisa mengendalikan tenaga itu. Dia juga tahu kalau hal itu paling lama hanya berlangsung sebulan.
Jika Arya mengalami demikian itu hanyalah suatu proses. Maka Ular Hitampun membiarkannya saja. Dan memang, kejadian yang dialami Arya itu hanya berlangsung tiga minggu. Dan setelah itu semuanya kembali seperti biasa.
Setahun kemudian. Arya baru diperkenankan mempelajari kitab Ilmu Belalang Sakti. Ilmu itu ternyata terdiri dari dua jurus, jurus Delapan Langkah Belalang dan jurus Belalang Mabuk.
Setelah sampai pada kitab pelajaran ilmu ini, Arya mulai menjumpai kesultian. Dan sebelumnya hal itu sudah dikatakan Ular Hitam yang telah mempunyai banyak pengalaman.
Setelah memperhatikan kedua jurus itu, dia segera tahu kalau Arya tidak akan dapat menguasainya dengan baik. Jurus itu harus dilakukan dalam keadaan tidak sadar! Terutama sekali jurus Belalang Mabuk! Bila ingin menguasai dengan baik dan memainkannya dengan sempurna, Arya harus mabuk!
“Arya”.
Sapa Ular Hitam pada suatu pagi ketika Arya tengah berlatih kedua ilmu itu. di tangan kakek itu tergenggam sebuah guci dari perak.
“Ya, Kek”. Pemuda itu langsung menghentikan latihannya.
“Aku sungguh tidak habis pikir, kenapa Kakang Gering memberikan ilmu itu padamu. Dan bila ingin memainkannya dengan baik kau harus mau tidak mau bergantung pada arak. Tapi yang jelas dia telah matang memikirkan semua itu. buktinya sebelum pergi dia telah menitipkan guci arak ini padaku untuk diberikan pada orang yang membawa Pedang Bintang”.
Setelah berkata demikian kakek itu lalu memberikan guci arak tersebut pada Arya.
Pemuda itu lalu mengulurkan tangannya menerima guci itu. Diperhatikannya sejenak kemudian ditimang-timangnya.
“Coba mainkalah kedua ilmu itu dengan guci ini Arya”, perintah Ular Hitam.
“Baik, Kek”.
Arya menganggukkan kepalanya kemudian bergerak menjahui Ular Hitam. Dan mulailah dimainkan kedua ilmu yang telah cukup dikuasainya dengan menggunakan guci.
Diam-diam Arya merasa kaget. Dengan adanya guci di tangan, gerakannya jadi lebih hidup. Sesekali kedua tangannya memeluk guci itu. Sedangkan tubuhnya meliuk-liuk aneh. Di lain saat ia menyerang dengan menggunakan guci itu.
Ular Hitam mengangguk-angguk puas.
“Cukup, Arya!:”
Pemuda itu menghentikan latihannya. Disusut peluh yang membasahi leher dan dahinya sebelum menghampiri kakek itu.
“Satu hal yang luar biasa pada guci ini, Arya”. Ucap kakek itu lagi. “Guci ini bukanlah guci sembarangan dan merupakan guci pusaka. Ia tidak akan hancur oleh apapun. Baik oleh senjata maupun oleh pukulan yang mengandung tenaga dalam”.
“Oh! Benarkah itu, Kek?” tanya Arya setengah tidak percaya.
Kakek itu menganggukkan kepalanya.
“Ya. Aku sendiri telah membuktikannya. Dulu guci ini pernah kupukul dengan pengerahan seluruh tenaga dalamku. Hasilnya, nol besar! Jangankan pecah, retakpun tidak!”.
“Hebat...!”. Desah pemuda itu takjub.
“Dan yang lebih hebat lagi, guci ini mampu membuat arak yang masuk ke dalamnya menjadi arak keras. Dan ini menguntungkanmu, Arya. Karena apabila telah menguasai Tenaga Dalam Inti Matahari dan ilmu Belalang Sakti, berguci-guci arakpun tidak akan mampu membuatmu mabuk, kecuali arak keras. Tapi dengan keisimewaan guci ini, arak yang paling ringanpun akan menjadi arak keras. Dan tentu saja langsung akan membuatmu mabuk”. Urai Ular Hitam panjang lebar.
Arya hanya mengangguk-anggukkan kepalanya.
***
“Tak perlu takut padaku, Anak Muda. Aku tidak akan mungkin bisa mencelakaimu. Dulu, memang hampir setiap orang menyebut namaku dengan perasaan gentar. Tapi sekarang tidak lebih dari seorang anak bayi!”
Tercekat Arya mendengar ucapan kakek itu. Dirasakan ada nada kesungguhan dan kegetiran di dalam hatinya. Keadaan kakek inipun lebih mempertegas ucapannya.
“Bomantara, si murid murtad itulah yang telah membuatku lemah seperti kakek-kakek jompo”, tutur kakek itu lagi. “Ahhh... Aku berdosa! Aku telah menciptakan seorang iblis di dunia persilatan. Iblis jahat yang tidak akan ada yang sanggup menandinginya”.
“Kek”. Tegur Arya pelan.
Kakek itu menatap Arya lekat-lekat. “Anak Muda jawab secara jujur pertanyaanku. Dari mana kau dapatkan Pedang Bintang itu?”.
Tanpa ragu-ragu lagi Aryapun menceritakan semuanya. Dari awal mula kedatangan dia bersama ayahnya ke Gunung Waru sampai akhirnya terpaksa harus berpisah dengan ayahnya.
“Ah! rupanya kau bukan orang sembarangan, Arya. Aku kenal siapa itu Ki Wanayasa, paman gurumu maupun Pendekar Ruyung Maut ayahmu. Mereka adalah orang-orang yang senantiasa membela kebenaran. Pedang Bintang benar-benar jatuh ke tangan yang tepat”.
“Kalau boleh kutahu siapakah Kakek sebenarnya?” tanya Arya.
Semula pemuda ini menduga kakek ini adalah Ki Gering Langit. Tapi setelah kakek ini menyebut Kakang Gering, barulah dia tahu kalau kakek ini bukanlah tokoh yang dimaksud.
Kakek itu terkekeh pelan. “Aku? Perlukan itu Arya?”
“Perlu, Kek”.
“Baiklah. Akan kuperkenalkan diriku. Dulu, dunia persilatan menjuluki diriku Ular Hitam. Tapi sekarang julukan yang pantas buatku adalah Ular Sakit!”.
“Hugh!”
Arya merasakan betapa perutnya mendadak sakit. Sungguh di luar dugaannya kalau dirinya sampai bertemu datuk golongan hitam ini.
“Kau tidak usah takut, Arya. Seperti yang telah kukatakan tadi, sekarang aku telah menjadi seorang yang lemah seperti bayi”.
Tegas kakek yang mengaku berjuluk Ular Hitam, ketika melihat Arya yang wajahnya mendadak pucat.
Penegasan kakek itu membuat keberanian Arya timbul. Ya, mengapa harus takut? Kakek ini entah karena mengapa, kini telah menjadi orang lemah. Dan telah dilihatnya sendiri kenyataannya. Lagi pula nampaknya kakek itu tidak bermaksud jahat padanya. Apalagi yang harus dikawatirkan? Maka iapun melangkah maju menghampiri.
“Mengapa bisa begitu, Kek?” tanya Arya ingin tahu.
“Ceritanya cukup panjang, Arya. Kau akan bosan mendengarkannya”.
“Tidak, Kek”.
“Baiklah”. Ujar Ular Hitam mengalah.
Sejenak suasana hening, sementara kakek itu memulai ceritanya.
“Sekitar tujuh belas tahun yang lalu, aku memungut murid yang bernama Bomantara. Karena kulihat dia memiliki bakat yang amat baik untuk mempelajari ilmu silat. Kugembleng dia dengan sungguh-sungguh dan kuwariskan seluruh ilmu yang kumiliki”, sejenak Ular Hitam terdiam.
Sepertinya tengah mencari napas untuk menguatkan perasaannya. Sementara itu Arya Buana hanya diam penuh perhatian.
“Pada suatu ketika, kakak kandungku, Ki Gering Langit singgah menjumpaiku. Dia menitipkan kitab-kitab ilmu silatnya di sini dengan pesan agar diberikan kepada orang yang nanti membawa Pedang Bintang”, kembali kakek yang berjuluk Ular Hitam ini menghentikan ceritanya.
Ditatapnya wajah Arya Buana dalam-dalam. Sedangkan Arya Buana tak kuasa untuk membalas tatapan itu.
“Aku meminta pada Ki Gering Langit untuk menurunkan sebagian dari ilmu-ilmunya kepada Bomantara. Pada mulanya dia berkeberatan. Tapi karena terus kudesak, akhirnya iapun memberikan sebuah kitab padaku untuk diberikan pada Bomantara. Sehabis itu iapun pergi. Tapi sungguh di luar dugaan kalau Bomantara itu ternyata mengkhianatiku. Bersama-sama Raja Racun Pencabut Nyawa yang sangat membenciku, ia mencelakaiku.”
Sebentar Ular Hitam menghentikan ceritanya, lalu menarik napas panjang dalam-dalam. Matanya sedikit berkaca-kaca, seperti menahan perasaan yang amat dalam.
“Dengan keji mereka menjebakku untuk meminum racun yang membuatku jadi orang lemah selamanya. Racun itu akan menyerangku apabila mengerahkan sedikit saja tenaga dalam. Serangan yang begitu menyiksa. Itulah sebabnya mengapa aku tidak mampu membuka rantai ini dan pintu yang terkunci dari luar itu. Karena begitu kumulai menyalurkan tenaga dalam, racun itupun langsung menyerangku”.
Arya tercenung begitu kakek itu telah menyelesaikan ceritanya. Sungguh tidak diduga begitu pahitnya kenyataan yang dihadapi si Ular Hitam. Dikhianati muridnya sendiri!
“Dengan tingkat kepandaiannya yang sekarang, dapat kupastikan tidak ada satupun tokoh yang sanggup menghadapinya. Tak terkecuali para datuk persilatan. Kecuali kakak kandungku, Ki Gering Langit! Tapi mana mau ia turun tangan menghadapi seorang anak ingusan macam Bomantara! Maka jelas sudah murid murtad itu akan mengacau dunia persilatan tanpa ada yang bisa menghalangi. Ia telah mewarisi seluruh kepandaianku dengan sempurna. Demikian pula seluruh ilmu Raja Racun Pencabut Nyawa. Dan yang lebih gila lagi, diapun telah menerima ilmu-ilmu Ki Gering Langit yang membuatnya memiliki tenaga dalam luar biasa. Lengkaplah sudah kepandaian yang dimilikinya. Kecepatan gerak diwarisi dariku. Kekuatan tenaga dalam dari Ki Gering Langit. Dan pengetahuan racun dari Raja Racun Pencabut Nyawa!”.
Ular Hitam berhenti sebentar, seperti ingin mengambil napas. Dadanya memang terasa sesak jika mengingat-ingat pengkhianatan bekas muridnya, Bomantara.
“Bomantara akan menjelma jadi iblis yang tidak terlawan! Dan semua ini akibat salahku yang tidak bisa menangkap hati orang. Hhh...! Bertahun-tahun aku mohon pada Gusti Allah agar segera mengirimkan orang yang menurut kakakku akan membawa Pedang Bintang. Waktu itu aku sudah hampir putus asa menunggunya. Sungguh tidak kusangka kalau Gusti Allah akhirnya mengabulkan permohonanku dengan mengutusmu ke sini, Arya” jelas Ular Hitam lagi.
“Maafkan saya, Kek”.
Setelah berkata demikian, Arya membungkuk memberi hormat. Kemudian dijulurkan tangannya untuk meraih belenggu di tangan Ular Hitam. Sekali Arya mengerahkan tenaganya, maka seketika gelang-gelang baja dan rantai-rantai yang membelenggu tangan dan kaki Ular Hitam patah-patah.
“Ah! Terima kasih, Arya”.
Ucap Ular Hitam pelan sambil bangkit berdiri. Kemudian dia melangkah menuju ke sudut ruangan, sementara Arya hanya memperhatikannya saja.
“Hm. Ada apa, Arya?” tanya Ular Hitam tanpa menghentikan langkahnya.
“Apakah racun yang mengeram di tubuh Kakek tidak bisa dikeluarkan?”.
Langkah Ular Hitam terhenti. Perlahan-lahan kepalanya menoleh ke belakang, menatap Arya lekat-lekat.
“Tidak. Tapi memang dapat disembuhkan. Kakang Gering Langit pernah mengajarkan padaku sebuah semadi untuk mengusir racun yang mengeram dalam tubuh. Memang dibutuhkan waktu yang panjang untuk dapat sembuh total. Tapi hanya itulah jalan satu-satunya. Racun yang dimasukkan dalam tubuhku memang racun ganas Arya”.
Kembali Kakek itu melangkahkan kakinya kembali. Dan sesampai di sudut ruangan itu dia memanggil Arya. Pemuda itu bergegas menghampirinya.
“Bongkar lantai ini!”
Tanpa banyak tanya, Arya mengayunkan tangannya ke arah lantai yang ditunjuk Ular Hitam.
“Brakkk..!”
Seketika lantai itu ambrol. Tampak di balik lantai itu terdapat sebuah lubang berbentuk persegi. Dalamnya tak lebih dari satu hasta. Dan di dasar lubang itu terlihat sebuah peti kecil berwarna hitam mengkilat.
“Ambil peti itu, Arya”. Perintah kakek yang berjuluk Ular Hitam itu lagi.
Aryapun segera mengulurkan tangannya dan mengambil peti itu lalu memberikannya pada Ular Hitam. Sebentar kemudian kakek itu segera membukanya. Nampak dua buah kitab yang berwarna kekuningan di dalamnya. Ular Hitam mengambil kitab itu lalu melihat-lihatnya sejenak. Baru setelah itu diberikan pada Arya.
“Milikmu, Arya”. Ucap Ular Hitam pelan.
Arya segera menerimanya. Pada bagian muka kitab yang pertama nampak tertera huruf-huruf berbunyi TENAGA DALAM INTI MATAHARI. Sedangkan pada buku yang kedua tertulis kalimat yang berbunyi ILMU BELALANG SAKTI.
Mulai saat itulah Arya berlatih mempelajari kedua ilmu yang diwariskan Ki Gering Langit, di bawah bimbingan Ular Hitam. Sementara kakek itupun tak kalah sibuknya. Hampir pada setiap kesempatan waktu yang senggang, ia bersemadi untuk mengusir racun yang mengeram di tubuhnya.
Dengan semangat meluap-luap, Arya mulai membuka halaman pertama Kitab Tenaga Dalam Inti Matahari. Memang Ular Hitam menyuruhnya mempelajari kitab itu dulu. Baru setelah memiliki Tenaga Inti Matahari yang cukup kuat, ia boleh mempelajari Ilmu Belalang Sakti.
“Muridku, Untuk memiliki tenaga dalam, yang tidak boleh dilupakan adalah tekanan gambaran dari pikiranmu pada batinmu. Saat bersemadi, tariklah napas dalam-dalam disertai penekanan alam bawah sadarmu. Bayangkan bahwa tengah menarik kekuatan matahari yang masuk melalui lubang hidungmu dan terus turun hingga ke pusar. Sesampainya di sana putarkan kekuatan yang kau tarik itu mengelilingi pusar, lalu naik ke atas dan buang kembali. Itulah yang harus kau camkan muridku”.
Dengan tekun dan sungguh-sungguh, Aryapun mengikuti petunjuk itu. tidak hanya pelajaran semadi saja yang terdapat di kitab itu. Sikap kuda-kuda dan pernapasan juga diajarkan.
Pada minggu-minggu pertama, tidak ada hal-hal aneh dirasakan Arya, selain hawa hangat yang senantiasa berputar di pusarnya. Tapi pada minggu-minggu selanjutnya. Arya mulai merasakan hal lain yang diterimanya.
Setiap pagi sehabis bangun tidur, sekujur tubunya terasa panas sekali. Bukan hanya itu saja. Rasa haus yang amat sangat selalu menderanya. Bahkan kulitnyapun mulai mengering.
Ular Hitampun mengetahui apa yang dialami Arya. Dan dia tahu betul kalau hal itu karena pemuda itu belum bisa mengendalikan tenaga itu. Dia juga tahu kalau hal itu paling lama hanya berlangsung sebulan.
Jika Arya mengalami demikian itu hanyalah suatu proses. Maka Ular Hitampun membiarkannya saja. Dan memang, kejadian yang dialami Arya itu hanya berlangsung tiga minggu. Dan setelah itu semuanya kembali seperti biasa.
Setahun kemudian. Arya baru diperkenankan mempelajari kitab Ilmu Belalang Sakti. Ilmu itu ternyata terdiri dari dua jurus, jurus Delapan Langkah Belalang dan jurus Belalang Mabuk.
Setelah sampai pada kitab pelajaran ilmu ini, Arya mulai menjumpai kesultian. Dan sebelumnya hal itu sudah dikatakan Ular Hitam yang telah mempunyai banyak pengalaman.
Setelah memperhatikan kedua jurus itu, dia segera tahu kalau Arya tidak akan dapat menguasainya dengan baik. Jurus itu harus dilakukan dalam keadaan tidak sadar! Terutama sekali jurus Belalang Mabuk! Bila ingin menguasai dengan baik dan memainkannya dengan sempurna, Arya harus mabuk!
“Arya”.
Sapa Ular Hitam pada suatu pagi ketika Arya tengah berlatih kedua ilmu itu. di tangan kakek itu tergenggam sebuah guci dari perak.
“Ya, Kek”. Pemuda itu langsung menghentikan latihannya.
“Aku sungguh tidak habis pikir, kenapa Kakang Gering memberikan ilmu itu padamu. Dan bila ingin memainkannya dengan baik kau harus mau tidak mau bergantung pada arak. Tapi yang jelas dia telah matang memikirkan semua itu. buktinya sebelum pergi dia telah menitipkan guci arak ini padaku untuk diberikan pada orang yang membawa Pedang Bintang”.
Setelah berkata demikian kakek itu lalu memberikan guci arak tersebut pada Arya.
Pemuda itu lalu mengulurkan tangannya menerima guci itu. Diperhatikannya sejenak kemudian ditimang-timangnya.
“Coba mainkalah kedua ilmu itu dengan guci ini Arya”, perintah Ular Hitam.
“Baik, Kek”.
Arya menganggukkan kepalanya kemudian bergerak menjahui Ular Hitam. Dan mulailah dimainkan kedua ilmu yang telah cukup dikuasainya dengan menggunakan guci.
Diam-diam Arya merasa kaget. Dengan adanya guci di tangan, gerakannya jadi lebih hidup. Sesekali kedua tangannya memeluk guci itu. Sedangkan tubuhnya meliuk-liuk aneh. Di lain saat ia menyerang dengan menggunakan guci itu.
Ular Hitam mengangguk-angguk puas.
“Cukup, Arya!:”
Pemuda itu menghentikan latihannya. Disusut peluh yang membasahi leher dan dahinya sebelum menghampiri kakek itu.
“Satu hal yang luar biasa pada guci ini, Arya”. Ucap kakek itu lagi. “Guci ini bukanlah guci sembarangan dan merupakan guci pusaka. Ia tidak akan hancur oleh apapun. Baik oleh senjata maupun oleh pukulan yang mengandung tenaga dalam”.
“Oh! Benarkah itu, Kek?” tanya Arya setengah tidak percaya.
Kakek itu menganggukkan kepalanya.
“Ya. Aku sendiri telah membuktikannya. Dulu guci ini pernah kupukul dengan pengerahan seluruh tenaga dalamku. Hasilnya, nol besar! Jangankan pecah, retakpun tidak!”.
“Hebat...!”. Desah pemuda itu takjub.
“Dan yang lebih hebat lagi, guci ini mampu membuat arak yang masuk ke dalamnya menjadi arak keras. Dan ini menguntungkanmu, Arya. Karena apabila telah menguasai Tenaga Dalam Inti Matahari dan ilmu Belalang Sakti, berguci-guci arakpun tidak akan mampu membuatmu mabuk, kecuali arak keras. Tapi dengan keisimewaan guci ini, arak yang paling ringanpun akan menjadi arak keras. Dan tentu saja langsung akan membuatmu mabuk”. Urai Ular Hitam panjang lebar.
Arya hanya mengangguk-anggukkan kepalanya.
***
OBJEK WISATA MANCA NEGARA
===============================
No comments:
Post a Comment