Ads

Wednesday, September 4, 2024

Pedang Bintang 02

“Hiyaaat...!”

Teriak Satria sambil melompat menerjang Bargola, begitu datuk sesat itu menyelesaikan kata-katanya.

“Hiyaaa...!” Mega menyusul menerjang pula.

Hebat sekali serangan kedua kakak beradik seperguruan ini. apalagi dilakukan secara bersamaan. Tapi kini yang diserang adalah sosok yang telah terkenal kehebatannya. Bahkan boleh dibilang sebagai pentolan kaum sesat.

Tokoh yang menggiriskan ini seolah-olah hanya diam saja menantikan serangan itu. Dan ketika serangan itu dekat, kedua tangannya bergerak cepat bukan main.

Satria dan Mega tidak tahu lagi apa yang terjadi! Yang jelas, tangan mereka yang menggenggam pedang terasa lumpuh. Dan di lain saat pedang mereka sudah berpindah tangan!

Rupanya saat serangan Satria dan Mega telah dekat, Bargola cepat menotok pangkal lengan mereka dengan mengandalkan kecepatan geraknya. Di saat tangan mereka lumpuh, datuk kaum sesat itu merampas pedang-pedang itu.

Wajah Satria dan Mega seketika berubah pucat. Sekilas mereka melirik Seta yang masih terbungkuk-bungkuk menahan luka dalamnya, lalu beralih memandang Bargola yang telah merampas pedang begitu mudahnya.

“Ha..ha..ha..!”

Bargola tertawa bergelak. Kemudain dengan sedikit menggerakkan jari-jari tangannya, dipatah-patahkannya pedang-pedang itu.

Tiba-tiba terdengar tepuk tangan yang nyaring sekali, begitu Bargola menyelesaikan aksinya. Dan begitu suara tepukan berhenti terdengar sebuah suara pujian yang mengandung ejekan.

“Luar biasa! Ternyata nama besar Bargola bukan omong kosong belaka. Kini telah kulihat sendiri kebenaran berita itu. Buktinya tiga orang pemuda yang sama sekali tidak terkenal bisa dikalahkan”.

Merah padam wajah Bargola. Bahkan kedua telinganya seperti terasa sakit. Disertai kemarahan menggelegak, ditolehkan kepalanya ke belakang kearah sumber suara tadi.

Di sebelah Seta ternyata telah berdiri seorang kakek yang berusia sekitar enam puluh tahun. Tubuhnya tinggi kurus, agak bongkok dan berjenggot putih panjang hingga mencapai dada. Begitu melihat kakek ini, Satria dan Mega segera maju menghampiri dan memberi hormat.

“Guru”. Satria dan Mega menyebut berbarengan.

Kakek bongkok udang yang ternyata Ki Wanayasa hanya mengibaskan tangannya perlahan.

“Menyingkirlah. Bargola bukan lawan kalian”.

Tanpa diperintah dua kali, Satria dan Mega segera menyingkir ke balik punggung gurunya disebelah Seta. Kini mereka menyadari kelihaian Bargola yang luar biasa itu.

Bargola mendengus sebentar. “Jadi kau rupanya yang bernama Wanayasa, Ketua Perguruan Tangan Sakti itu?! Kebetulan sekali kau keluar, jadi aku tak perlu repot-repot lagi mencarimu ke dalam!” kata Bargola.




Ki Wanayasa menatap tajam dan masih tetap bersikap tenang. “Setahuku aku tidak pernah mempunyai urusan denganmu Bargola. Lalu mengapa tiba-tiba mencariku?! Apa ada hubungannya dengan Pedang Bintang milik Ki Gering Langit itu?” ujar Ki Wanayasa seperti minta penjelasan.

“Tentu saja ada. Justru kedatanganku ke mari hanya untuk mengambil Pedang Bintang itu!” tegas Bargola cepat.

“Sayang sekali. Kau salah alamat Bargola! Aku sama sekali tidak tahu tentang pedang yang kau cari itu”, ujar Ki Wanayasa.

“Maksudmu.?” Bargola terperangah kaget.

“Ya..” Ki Wanayasa menganggukkan kepalanya. “Pedang Bintang itu tidak ada padaku!”.

“Keparat!” teriak Bargola geram.

Datuk sesat iu memang percaya akan ucapan itu. Ia tahu, seorang pemimpin perguruan besar seperti Ki Wanayasa tidak mungkin akan berbohong. Entah kemarahan Bargola ditujukan kepada siapa.

“Bagaimana Bargola?”.

“Kalau begitu menyingkirlah Wanayasa. Aku akan memberi pelajaran pada orang-orang yang tidak tahu adat padaku!” dengus Bargola.

Setelah berkata demikian Bargola menatap tajam ketiga orang murid kepala Perguruan Tangan Sakti yang berada di belakang Ki Wanayasa.

Sementara Ki Wanayasa tahu kalau Bargola ingin melampiaskan kekecewaan pada tiga orang muridnya itu. Tentu saja hal itu akan berakibat fatal. Maka sambil tetap tersenyum, ditatapnya mata Bargola tajam-tajam. Tapi laki-laki tua itu tidak memungkiri kalau hatinya tegang juga.

“Kalau aku tidak mau?” tanya Ki Wanayasa memancing.

“Terpaksa kau yang akan kusingkirkan lebih dulu!” tegas Bargola. “Kau tinggal memilih Wanayasa. Menyingkir atau berhadapan denganku!”.

“Aku pilih yang kedua!” tegas Ki Wanayasa.

Bargola tertawa terbahak-bahak. “Kalau begitu bersiaplah Wanayasa!” tantang Bargola.

“Menyingkirlah kalian!” perintah Ki Wanayasa pada ketiga orang murid kepalanya.

Tanpa diperintah dua kali Seta, Satria dan Mega segera menyingkir dari tempat itu. Hingga kini di situ tinggal Ki Wanayasa dan Bargola yang sudah saling tatap sejarak empat tombak.

“Silahkan Bargola”, ucap Ki Wanayasa dengan suara tenang.

Namun demikian sebenarnya jantungnya berdegup keras dalam ketegangan yang memuncak. Ki Wanayasa tahu betul siapa itu Bargola. Sesungguhnya dia ragu, apakah mampu menghadapinya atau tidak. Itulah sebabnya mengapa tanpa ragu-ragu lagi Ki Wanayasa sudah menyiapkan ilmu andalannya Delapan Cara Menaklukkan Harimau.

Ilmu andalan Ki Wanayasa itu adalah ilmu yang diciptakan langsung olehnya. Dia mengambil dan menggabung-gabungkan inti beberapa ilmu. Di antaranya adalah jurus Kelabang, Naga, Belalang dan Kalajengking.

Sesuai dengan namanya jurus ini menitik beratkan pada bagian-bagian penyerangan. Memang pada dasarnya setiap ilmu selalu mempunyai jurus untuk bertahan dan jurus untuk menyerang. Hanya saja ilmu Delapan Cara Menaklukkan Harimau. Yang lebih ditonjolkan adalah penyerangan.

“Hm.!” Dengus Bargola.

Selesai mendengus yang menjadi ciri khasnya, Bargola meluruk menerjang Ki Wanayasa. Kedua tangannya yang berbentuk cakar siap menggedor dada Ketua Perguruan Tangan Sakti ini.

Angin yang berciutan keras dan tajam mengiringi serangan laki-laki tinggi besar itu. Ki Wanayasa yang sudah dapat memperkirakan kedahsyatan serangan itu tidak berani bersikap gegabah. Kesalahan sedikit saja akan berakibat fatal. Maka untuk sementara dia tidak berani sembarangan menangkis, tapi segera menggeser tubuhnya ke kanan.

Akan tetapi Bargola sudah memperhitungkan hal itu. maka begitu dilihat Ki Wanayasa menggeser ke kanan, iapun segera menyampok ke kiri tetap mengarah ke dada Ketua Perguruan Tangan Sakti itu.

Kali ini Ki Wanayasa tidak mempunyai pilihan lain lagi. Terpaksa ditangkis serangan itu dengan jari-jari tangan terbuka disertai pengerahan seluruh tenaga dalamnya.

“Prattt.!”

Tubuh kedua tokoh sakti itu sama-sama bergetar hebat ketika dua pasang tangan beradu. Hanya saja tubuh Ki Wanayasa nampak terhuyung. Jelas, kalau adu tenaga dalam Bargola masih sedikit unggul darinya.

Bargola cukup terkejut juga. Walaupun kepandaian Ki Wanayasa memang sudah diduganya, namun sungguh di luar dugaan kalau tenaga dalam Ketua Perguruan Tangan Sakti ini tinggi juga. Bahkan mungkin hampir menyamai tenaga dalamnya sendiri! Hal ini membuat Bargola yang memang beringas ini menjadi semakin murka.

“Hm..” Bargola segera mengeluarkan ilmu Tapak Bara andalannya.

Diiringi dengusan keras, datuk itu membuka serangan dengan tapak tangan kanan terbuka ke arah dada Ki Wanayasa. Sementara tangan kiri yang jari-jarinya terbuka bersilang di depan dada.

Ki Wanayasa terperanjat bukan main. Kekagetannya itu bukan karena serangan melainkan akibat angin panas yang mendahului menyergapnya sebelum serangan Bargola tiba.

Sebagai orang yang telah kenyang pengalaman, laki-laki tua ini tidak mau bertindak gegabah. Cepat-cepat dielakkan serangan itu dengan melentingkan tubuh ke samping sambil berputar di udara menjauh. Hawa panas itu membuat dadanya terasa sesak.

Tentu saja Bargola tidak tinggal diam. Datuk beringas yang tengah murka ini segera memburunya dengan serangan-serangan yang dahsyat. Sebentar saja Ki Wanayasa telah terdesak. Ia hanya mengelak setiap serangan Bargola, tanpa berani menangkis. Sesekali memang balas menyerang tapi segera ditariknya kembali begitu dilihatnya Bargola akan memapak.

Keadaan Ki Wanayasa ini tentu saja diketahui Satria, Seta dan Mega. Mereka ingin segera membantu tapi bagaimana caranya? Jangankan ikut bertarung, untuk mendekat dalam jarak tiga tombak saja tidak sanggup. Hawa panas begitu terasa menyengat!

Ki Wanayasa sadar jika keadaan ini terus berlangsung lambat laun akan rubuh di tangan Bargola yang dahsyat itu. Hawa panas yang ditimbulkan ilmu Tapak Bara Bargola benar-benar membuatnya tersiksa. Sekujur wajah dan tubuhnya sudah dibasahi keringat. Bahkan wajahnya nampak memerah bagai kepiting rebus. Dadanyapun terasa sesak.

Dan pada jurus ketiga belas, Ki Wanayasa tidak mampu lagi mengelak. Bargola telah memojokkannya sedemikian rupa. Akibatnya dia tidak menemukan jalan keluar kecuali menangkis untuk menyelamatkan selembar nyawanya. Dengan terpaksa disambutnya tapak kanan Bargola yang merah membara dengan tapak tangannya.

“Plak!”

Tubuh Ki Wanayasa terhuyung-huyung. Kakek ini merasakan hawa panas yang amat sangat menjalar di sekujur tubuhnya. Tapak tangannya yang dipakai untuk menangkis nampak hangus. Ada bau sangit daging terbakar menyeruak dari tapak tangan itu. Sementara Bargola hanya bergetar saja tubuhnya.

Ki Wanayasa menahan napas. Dikerahkannya seluruh hawa murni yang dimiliki untuk mengusir hawa panas yang menjalari sekujur tubuhnya. Untuk sesaat pertarungan terhenti.

“Ha..ha..ha..!”

Bargola tertawa tergelak penuh kemenangan! Dengan langkah lambat-lambat dihampirinya Ki Wanayasa yang masih berusaha mengusir hawa panas yang menjalari sekujur tubuhnya.

“Bersiaplah untuk mati Wanayasa! Pantang bagiku membiarkan hidup seorang lawan yang berani menentang-ku!” tegas Bargola. Suaranya begitu mengguntur.

Kakek bongkok udang itu masih berusaha mengusir hawa panas yang menyengat ketika datuk itu menghampirinya. Kini semua pandangan mata tertuju pada Bargola yang tengah melangkah lambat menghampiri Ki Wanayasa. Sedangkan Ki Wanayasa hanya bersikap pasrah menanti ajal.

Sebelum niat Bargola itu terlaksana, terdengar suara mendesing nyaring. Tak lama kemudian disusul melayangnya beberapa buah benda berkilatan ke arah Bargola.

“Hm...” Dengus Bargola.

Seketika kedua tangan laki-laki beringas itu bergerak menyampok benda berkilatan yang melesat cepat ke arahnya! Dari suara mendesing yang sangat nyaring, datuk kaum sesat itu dapat mengetahui betapa kuatnya tenaga dalam orang yang melemparkannya.

Namun tanpa ragu-ragu lagi Bargola menyampok dengan tangan telanjang. Dia benar-benar tidak merasa kawatir kalau benda-benda berkilatan itu akan melukai tangannya. Memang, pada saat mengerahkan ilmu Tapak Bara kedua tangannya menjadi kebal terhadap segala macam senjata tajam.

“Trak, trak, trak! Tap!”

Tiga dari empat benda berkilatan yang mengarah ke tubuhnya terpental rubuh ketika ditangkis Bargola. Sedangkan sebuah lagi ditangkap tangannya.

Mulanya Bargola kaget bukan main ketika merasakan tangan yang dipergunakan untuk menyampok bergetar hebat. Dan ketika melihat benda berkilat yang ada di tangannya, wajahnya seketika berubah! Benda berkilat itu ternyata adalah sebuah pisau berwarna putih. Bargola tahu betul siapa pemilik pisau itu.

“Raja Pisau Terbang”. Gumam Bargola menyebut suatu nama.

Belum habis ucapan itu, tahu-tahu di depan Bargola telah muncul sesosok tubuh berperawakan sedang. Wajahnya gagah dan menyorotkan kesabaran. Usianya sekitar lima puluh tahun.

Memang dialah tokoh yang telah melemparkan pisau-pisau yang berwarna putih mengkilat itu. Dia memang berjuluk Raja Pisau Terbang, seorang tokoh beraliran putih yang disegani lawan maupun kawan.

“Sungguh tidak kusangka kalau kau bisa tersesat jauh ke sini, Bargola”. Sindir Raja Pisau Terbang pelan.

Bargola hanya mendengus. Raut ketidak senangan tersirat jalas pada wajahnya. “Sayang sekali, Raja Pisau Terbang. Kali ini aku tidak berminat untuk berdebat atau bertarung denganmu. Saat ini aku tengah ada urusan lain yang lebih penting. Kalau tidak, sekarangpun bisa ditentukan siapa yang lebih kuat di antara kita. Jangan berharap kau akan semujur dulu!” tegas datuk sesat itu. Suaranya kasar dan terdengar berat.

“Sampai kapanpun aku akan selalu siap sedia, Bargola”, ujar Raja Pisau Terbang sambil tersenyum.

Bargola tidak menjawab. Datuk sesat itu lagi-lagi hanya mendengus. Suatu kebiasaan buruk yang telah menjadi ciri khasnya. Kemudian tanpa berkata-kata lagi digerakkan tubuhnya.

Tampaknya hanya seperti menggeliat, tapi tahu-tahu tubuhnya telah bergeser sejauh lima tombak. Raja Pisau Terbang hanya memandangi hingga tubuh Bargola lenyap di kejauhan.

Melihat kepergian Bargola, apalagi setelah mendengar bahwa Pedang Bintang tidak ada di situ, maka para tokoh rimba persilatan pemburu Pusaka Ki Gering Langit itu satu-persatu meninggalkan tempat. Dan tak lama kemudian yang tertinggal di situ hanya Ki Wanayasa dan murid-muridnya serta si Raja Pisau Terbang.

Ki Wanayasa yang telah pulih dari serangan hawa panas pada sekujur tubuhnya bergegas mengahampiri Raja Pisau Terbang.

“Terima kasih atas pertolonganmu, Adi Kirin. Kalau tidak, hhh! Bargola memang hebat. Ilmu Tapak Baranya benar-benar dahsyat! Bahkan ilmu meringankan tubuhnyapun luar biasa sekali”. Ucap Ki Wanayasa.

“Lupakanlah Kakang Wanayasa. Di antara kita rasanya tidak perlu berbasa basi seperti itu. Kedatanganku ke sini hanya secara kebetulan. Katika kulihat Bargola di Desa Ketapang di Kaki Gunung Waru ini, aku curiga. Maka akupun mengikutinya. Jelas ini sangat mengherankan sekaligus mencurigakan kalau Bargola yang berada jauh di Barat, tiba-tiba berkeliaran sampai ke Timur sini. Setelah kuikuti, ternyata dia memang ingin ke sini. Sayang, aku agak terlambat”. Sesal Raja Pisau Terbang yang bernama Kirin ini sambil tersenyum kecil. “Ilmu Tapak Baranya memang hebat. Tapi mengenai ilmu meringankan tubuh, rasanya masih bisa kusaingi. Kecuali terhadap tokoh yang satu itu. Terus terang aku takluk pada ilmu meringankan tubuh dan kecepatan geraknya..”

“Ki Gering Langit?” tebak Ki Wanayasa.

“Bukan. Beliau tidak masuk hitungan”, Raja Pisau Terbang menggelengkan kepalanya perlahan.

“Lalu siapa?” tanya Ki Wanayasa. Pikirannya berputar keras. Dan tiba-tiba mendapatkan satu nama.

“Maksudmu si Ular Hitam?”

“Benar”,

Raja Pisau Terbang mengangguk. Ia sudah dapat menduga ketajaman berpikir Ketua Perguruan Tangan Sakti itu.

“Ahhh.!” Ki Wanayasa mendesah pelan.

“Dialah si pemilik ilmu meringankan tubuh yang luar biasa. Bahkan kecepatan gerak tangannya tidak bisa kusaingi. Kalau saja aku tidak memiliki pisau terbang, mungkin sudah tewas di tangannya dulu”

Ki Wanayasa mengangguk-anggukkan kepalanya. “Ya, pernah kudengar berita itu. kalau tidak salah ilmu meringankan tubuh dan kecepatan geraknya yang luar biasa itu adalah ilmu Ular Terbang dan terkenal sebagai ilmu andalannya”.

Raja Pisau Terbang hanya mengangguk.

“Kudengar selama beberapa tahun ini nama Ular Hitam tidak pernah terdengar lagi. Apa betul begitu, Adi Kirin?” tanya Ki Wanayasa lebih jauh.

“Benar. Aku sendiri juga heran kakang Wanayasa. Mendadak saja ia lenyap tanpa berita bagai ditelan bumi. Kabar yang tersiar di dunia persilatan simpang siur. Ada yang mengatakan menyembunyikan diri untuk menciptakan ilmu-ilmu baru yang akan digunakan untuk membalas kekalahannya terhadap Ki Gering Langit. Berita yang pasti tidak ada yang tahu. Mendadak saja ia lenyap tanpa jejak”

Ki Wanayasa termenung sejenak mendengar cerita Raja Pisau Terbang itu, tapi tiba-tiba saja teringat sesuatu. Ditepuknya keningnya sebentar.

“Tuan rumah macam apa aku ini. Ada tamu agung bukannya disambut, diajak masuk dan disediakan minum. Tapi malah dibiarkan berdiri berpanas-panas di luar! Ahhh. Mari masuk dulu Adi Kirin. Kita rayakan pertemuan yang istimewa ini di dalam”.

Raja Pisau Terbang hanya tersenyum. “Usul yang baik sekali”, ucap laki-laki setengah baya ini gembira sambil mengikuti langkah kaki Ki Wanayasa yang telah lebih dulu berjalan menuju ke dalam bangunan Perguruan Tangan Sakti.

Sementara itu Satria segera menolong Seta yang terluka cukup parah. Sedangkan Mega sibuk mengatur adik-adik seperguruannya untuk mengurus mayat-mayat yang bergelimpangan di tempat itu. Beberapa murid lainnya menolong saudara seperguruannya yang terluka.

Malam itu langit kelihatan kelam. Bulan yang hanya sepotong di langit terlihat tidak berdaya menembus awan hitam dan tebal yang bergumpal-gumpal menutupinya. Angin dingin yang berhembus dan terkadang sesekali keras itu kian menambah seramnya suasana malam.

Dan dalam suasana seperti itu orang-orang merasa lebih suka tinggal di dalam rumah. Mereka lebih suka dibuai mimpi di peraduannya daripada berkeliaran di luar.

Tetapi kenikmatan seperti itu tidak diperoleh murid-murid Perguruan Tangan Sakti yang tengah mendapat tugas berjaga. Walaupun keadaan alam yang tidak bersahabat, mereka harus tetap berjaga-jaga bersikap waspada. Apalagi mengingat kejadian tadi pagi. Bukan tidak mungkin kalau malam ini ada tokoh-tokoh persilatan yang masih penasaran ingin menyatroni perguruan mereka untuk mencari Pedang Bintang.

Empat orang murid nampak berjaga-jaga dekat pintu gerbang memandang ke sekeliling. Sikap mereka benar-benar waspada dalam keremangan cahaya sinar obor yang nampak lemah tak berdaya. Beberapa murid lain menunggu di pos. Sementara dua orang lainnya berkeliling ke sekeliling perguruan.

Keadaan benar-benar gelap. Walaupun sepasang mata dibelalakkan sebesar-besarnya tetap saja tidak akan terlihat apa-apa selain kegelapan pekat. Tapi empat orang murid yang bertugas jaga itu tetap memperhatikan sekelilingnya dengan mata nyalang.

Dan tiba-tiba salah seorang dari mereka melihat sesuatu dalam kegelapan malam yang pekat itu. Beberapa saat lamanya murid itu menggeleng-gelengkan kepalanya sambil mengucek-ucek mata untuk meyakini penglihatannya.

Tetapi tetap saja dia melihat sosok bayangan putih yang begitu enaknya bersila di atas sebatang ranting. Padahal ranting pohon itu hanya sebesar ibu jari!

“Ha…hantu”. Keluar jua ucapan itu dari mulut salah seorang murid walaupun dengan bibir gemetar.

Sebenarnya ucapan yang keluar dari mulut murid yang sial itu tidak keras bahkan hanya perlahan saja. Tapi karena keadaan yang begitu hening, suara yang perlahan itu jadi terdengar keras. Dan tentu saja terdengar oleh teman-temannya yang berada tidak jauh dari situ.

“Ada apa, Parja?” tanya salah seorang temannya sambil bergerak mendekat.

Parja, murid yang melihat sosok tubuh putih itu mencoba untuk menyahut. Tapi ternyata tidak mampu. Yang keluar dari mulutnya hanyalah suara gumaman tidak jelas.

Tentu saja yang lain tidak mengerti maksudnya. Untungnya Parja juga menuding-nudingkan jari telunjuk ke arah tempat ia melihat sosok tubuh serba putih itu tadi.

Serentak kepala teman-temannya menoleh ke arah yang ditunjuk Parja. Dan betapa terkesiapnya hati mereka ketika melihat sesuatu yang ditunjuk Parja.

“Han..hantu”. Desis mereka dengan suara bergetar.






OBJEK WISATA MANCA NEGARA


Teluk Wilhelmina Antartika

Kota Tua Samarkand, Uzbekistan
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Air Terjun Victoria Afrika
Air Terjun Victoria Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Panorama Alam Georgia
Panorama Alam Georgia
Kebun Raya Singapura
Kebun Raya Singapura
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Dataran Guci Xiangkhouang, Laos
Dataran Guci Xiangkhoung, Laos
Danau Iskanderkul Tajikistan
Danau Iskanderkul Tajikistan
Piramida Giza Mesir
Piramida Giza Mesir
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Selat Drake Antartika Amerika
Selat Drake Antartika Amerika
Istana Kekaisaran Tokyo
Istana Kekaisaran Tokyo
Jembatan Gerbang Emas
Jembatan Gerbang Emas - Amerika
Air Terjun Niagara
Air Terjun Niagara Prancis
Grand Canyon
Grand Canyon Amerika
Pasar Terbesar di Bangkok
Pasar Terbesar di Bangkok
Taman Nasional Yellowstone
Taman Nasional Yellowstone - Amerika
Burj Khalifa - Dubai
Budj Khalifa Dubai
Taj Mahal
Taj Mahal India
Musium Amir Temur Uzbekistan
Musium Amir Temur Uzbekista
Blackpool - Amerika
Blackpool Irlandia
Taman Nasional Blue Mountain - Sydney
Taman Nasional Blue Mountain Sydney
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Danau Baikal Rusia
Danau Baikal Rusia
Biara Meteora Yunani
Biara Meteora Yunani
Pantai Bondi Australia
Pantai Bondi Australia
Menara Eiffel Prancis
Menara Eiffel Prancis
Musium Van Gogh Belanda
Musium Van Gogh Belanda
Gedung Opera Sydney
Gedung Opera Sydney
Gunung Meja Afrika
Gunung Meja Afrika
Menara Kembar Petronas Malaysia
Menara Kembar Petronas Malaysia

===============================




Air Terjun Victoria Afrika

No comments:

Post a Comment