"Haaat... ! Hiyaaa...!"
“Wut!”
“Brakkk... !”
Teriakan-teriakan melengking tinggi, diselingi angin menderu-deru keras, terdengar dari dalam sebuah hutan. Itu pun masih ditingkahi suara bergemuruh. Semua itu ternyata berasal dari tindakan seraut wajah cantik.
Usianya sekitar sembilan belas tahun, dan berpakaian serba putih. Rambutnya panjang terurai, hampir mencapai pinggang. Siapa lagi kalau bukan Melati. Gadis ini rupanya sedang marah. Di dalam hutan ini, kekesalan hatinya dilampiaskan pada pepohonan dan semak-semak belukar.
"Mampus kau, pemuda sombong!" teriak gadis itu keras.
Tangan kanannya dengan jurus 'Naga Merah Membuang Mustika' didorongkan ke depan.
“Wuuusss... !”
Angin keras berhembus keluar dari tangan yang mendorong itu. Desiran angin itu terus melesat ke depan dan menghantam sebatang pohon sebesar dua pelukan tangan orang dewasa.
“Brakkk... !”
Pohon itu hancur berkeping-keping menimbulkan suara bergemuruh dahsyat!
"Hhh...!" Melati menghela napas. Lega sudah dadanya sekarang.
Kegagalannya mengalahkan Arya Buana alias Dewa Arak, dan melihat sikap pemuda itu membuatnya mendongkol bukan kepalang. Rasa kemangkelan hatinya itu pun dilampiaskan dengan mengamuk di dalam hutan ini.
Kini kedongkolannya telah sirna. Yang tinggal sekarang hanyalah akibat dari pelampiasan kedongkolannya. Dipandangi keadaan sekelilingnya. Pohon-pohon bertumbangan, semak-semak yang centang perenang, dan tanah yang terbongkar di sana sini.
"Semua ini gara-gara Dewa Arak!" sangkal gadis itu membela diri, dalam hati.
Dengan punggung tangan, disusuti peluh yang membasahi dahi dan lehernya yang mulus. Kemudian dihampirinya sebatang pohon, lalu direbahkan tubuhnya di situ untuk beristirahat.
Setelah cukup lama berbaring seperti itu, Melati beranjak bangkit. Kemudian sekali menggerakkan kaki, tubuhnya sudah melesat dari situ. Dalam sekejap saja tubuhnya sudah lenyap bagai ditelan bumi.
Tubuh Melati berkelebatan cepat. Kini tinggal satu lagi tujuannya. Menuju tempat Ular Hitam! Dari berita yang didapat, dia tahu kalau tanpa bantuan Datuk Barat itu, ayahnya tidak akan bisa dikalahkan lawan-lawannya. Jadi, bila dihitung-hitung, kakek itulah yang menjadi penyebab utama ayahnya tewas.
Kalau saja gadis berpakaian serba putih ini mencari tempat tinggal Ular Hitam sepuluh tahun yang lalu, sampai kapan pun tidak akan bisa menemukan. Untungnya, ia mencarinya sekarang.
Sejak kemunculan Arya Buana alias Dewa Arak, tempat tinggal Ular Hitam sudah bukan merupakan rahasia lagi. Maka, mudah saja bagi gadis yang berjuluk Dewi Penyebar Maut ini mendapat petunjuk tempat tinggal Ular Hitam. Beberapa hari kemudian, ia pun sudah melewati Desa Jati Alas. Desa yang paling dekat dengan tempat tinggal Ular Hitam.
Sesampai di luar Desa Jati Alas, menurut petunjuk yang diterima, dia hanya tinggal melalui sebuah hutan. Dan setelah itu akan sampai di tempat kediaman Ular Hitam.
Petunjuk yang diterimanya itu benar. Beberapa lama kemudian setelah ia keluar dari mulut Desa Jati Alas, dijumpai sebuah hutan. Bergegas dipercepat langkahnya. Sesaat kemudian Melati telah tiba di mulut hutan itu. Tapi baru saja hendak melangkahkan kakinya memasuki mulut hutan, dari depan terlihat sesosok bayangan hitam melesat cepat menuju mulut hutan.
Seketika Melati menahan langkahnya. Gerakan sosok bayangan hitam itu cepat bukan main. Sampai-sampai tercekat hati gadis ini melihatnya. Kecurigaannya pun mendadak timbul.
Sosok bayangan hitam ini ternyata datang dari arah tempat tinggal Ular Hitam. Bukan tidak mungkin kalau justru sosok bayangan hitam itu adalah orang yang dicari-carinya. Berpikiran demikian, Melati bergegas menghadang jalan sosok bayangan hitam itu.
"Kisanak yang di depan, pelahan dulu!" seru Melati keras dan tegas.
Berbareng dengan itu kedua tangannya didorongkan ke depan, mengirimkan sebuah serangan jarak jauh. Melati yang berjuluk Dewi Penyebar Maut memang berwatak telengas. Langsung saja mengerahkan seluruh tenaga dalam serangannya itu.
“Wuuuttt... !”
Angin menderu keras keluar dari sepasang tangan yang mendorong itu. Seketika terdengar seruan kaget dari sosok bayangan hitam di depan. Sama sekali tidak diduga, kalau di depannya disambut sebuah pukulan jarak jauh yang amat dahsyat.
Tahu betapa berbahayanya serangan itu, sosok bayangan hitam itu menghentikan larinya. Berbareng dengan itu, kedua tangannya didorongkan pula ke depan disertai pengerahan seluruh tenaga dalam yang dimilikinya.
“Wuuuttt... ! Blarrr... !”
Dua pukulan jarak jauh yang sama-sama dahsyat itu beradu di tengah jalan. Udara sampai bergetar hebat akibat pertemuan dua buah tenaga dahsyat itu. Akibatnya bagi kedua orang itu hebat sekali! Baik Melati maupun sosok bayangan hitam itu sama-sama terjengkang keras ke belakang, kemudian berguling-guling di tanah.
Tapi dengan sigap keduanya bergegas bangkit berdiri. Sikap mereka sama-sama waspada. Baik Melati maupun sosok bayangan hitam, sama-sama menyadari kalau mereka satu sama lain adalah lawan yang amat tangguh.
Dewi Penyebar Maut merasa penasaran bukan main melihat sosok bayangan hitam itu mampu membuatnya bergulingan. Dengan rasa penasaran yang meluap-luap, diperhatikan sosok tubuh di hadapannya yang berjarak sekitar sepuluh tombak. Gadis berpakaian serba putih ini mengerutkan alisnya. Di depannya berdiri seorang kakek bertubuh tinggi kurus, berkulit hitam legam, dan sorot mata mencorong kehijauan.
"Ular Hitam!" jerit Melati keras. "Kau..., kau Ular Hitam, bukan?!"
Kakek yang ternyata memang Ular Hitam itu hanya tersenyum. "Siapa kau, Nisanak? Dan mengapa tiba-tiba menyerangku tanpa sebab? Dari mana kau tahu julukanku?" berondong kakek itu.
"Kau tidak perlu tahu siapa aku! Kedatanganku untuk mencabut nyawamu! Bersiaplah kau, Ular Hitam!"
"Eit... ! Tunggu dulu, Nisanak! Katakan, mengapa kau ingin membunuhku?"
Ular Hitam menggoyang-goyangkan kedua tangannya di depan dada mencegah gadis itu yang sudah bersiap menyerangnya.
"Karena kau telah membunuh ayahku!" jerit Melati penuh kemarahan.
"Fitnah!" teriak Ular Hitam tak kalah keras. "Siapa nama ayah-mu?!"
"Raja Racun Pencabut Nyawa!"
Wajah Ular Hitam berubah. Rasa keterkejutan yang amat sangat terpancar di wajahnya. Jadi, gadis ini putri orang yang sangat memusuhinya itu?
"Bagaimana, ular kepala dua? Masih ingin menyangkal lagi?!" ejek Melati tajam.
Ular Hitam menghela napas panjang. "Tak bisa ku pungkiri hal itu. Ayahmu memang mati di tangan-ku."
"Heh?! Mengaku juga? Kau ini memang jantan, atau ingin dianggap jantan, manusia pengecut!"
Merah wajah Ular Hitam. "Jaga mulutmu, 'Nisanak! Aku bukan orang semacam itu!"
"Bukan orang semacam itu?! Hm..,! Lalu bukan pengecutkah namanya kalau bertarung dengan orang lain secara keroyokan?"
Ular Hitam terdiam. Kembali tidak bisa disangkal perkataan gadis itu.
"Kini terimalah kematianmu, ular pengecut!"
Setelah berkata demikian, Melati melompat menerjang Datuk Barat itu. Kedua tangannya berputar di samping kiri tubuhnya, kemudian berbareng terayun ke arah kepala kakek itu.
“Wuuuttt... !”
Angin menderu keras mengawali tibanya serangan Melati. Ular Hitam merendahkan tubuh sehingga serangan itu lewat beberapa rambut di atas kepalanya. Tapi tak urung rambutnya berkibaran keras juga. Suatu tanda kalau serangan kedua cakar itu mengandung tenaga dalam tinggi.
Ular Hitam mulanya merasa tak sampai hati menurunkan tangan besi pada gadis yang masih muda belia ini. Tapi melihat betapa telengasnya gadis berpakaian serba putih ini, membuat kakek ini memutuskan untuk tidak bertindak sungkan-sungkan.
Bersikap lunak hanya akan mencelakakan diri sendiri. Itulah sebabnya, sambil merendahkan tubuh, kedua tangan Ular Hitam dengan telapak terbuka, melakukan sodokan bertubi-tubi pada dada dan perut lawannya yang telengas ini.
Hebat dan berbahaya sekali serangan Ular Hitam ini. Apalagi serangan itu dilakukan dengan kecepatan gerak luar biasa, yang menjadi ciri khas ilmu 'Ular Terbang'. Akibatnya, serangan sodokan bertubi-tubi itu menjadi amat berbahaya!
Tapi apa yang dilakukan Dewi Penyebar Maut, tidak kalah hebatnya! Dengan sebuah gerakan yang tidak masuk akal, karena posisi kakinya begitu sulit untuk mengenjotkan tubuh. Digerakkan tubuhnya secara aneh. Akibatnya seluruh tubuhnya dari mulai dada ke bawah terangkat ke atas. Dan dengan posisi seperti itu, kedua tangannya menyampok bagian belakang kepala Ular Hitam dari atas ke bawah.
“Wuuuttt. !”
Ular Hitam terkejut bukan main melihat hal ini. Dikenali betul gerakan yang dilakukan gadis berpakaian serba putih ini. Itu adalah jurus 'Naga Merah Mengangkat Ekor', salah satu jurus dari ilmu 'Cakar Naga Merah'! Siapa lagi pemilik ilmu itu kalau bukan kakak kandungnya, Ki Gering Langit.
Tetapi datuk ini tidak dapat berpikir lebih lama lagi. Serangan maut yang mengancam belakang kepalanya telah menyambar tiba. Maka cepat-cepat dielakkan serangan itu kalau tidak ingin mati konyol.
Karena untuk menangkis sudah tidak memungkinkan lagi. Cepat-cepat Ular Hitam melompat ke depan, dan langsung bergulingan di tanah. Dan selamatlah dia dari serangan maut itu.
Tetapi Dewi Penyebar Maut yang hatinya tengah dilanda dendam membara, tentu saja tidak berhenti sampai di situ. Setelah kelihatan lawannya berhasil lolos, segera disusulinya dengan serangan-serangan dahsyat!
Tentu saja Ular Hitam pun tak tinggal diam, dan segera menyambutnya. Di lain saat kedua tokoh yang sama-sama sakti itu sudah terlibat dalam pertarungan sengit.
Dua puluh jurus telah berlalu, namun belum ada tanda-tanda yang terdesak. Sementara itu Ular Hitam kini semakin yakin kalau ilmu yang digunakan lawannya adalah 'Cakar Naga Merah'!
Maka pada suatu kesempatan, kakek itu cepat melentingkan tubuhnya ke belakang, dan bersalto beberapa kali di udara. Manis sekali kakinya hinggap beberapa tombak dari tempat semula.
"Tahan...!" teriak Ular Hitam keras mencegah Dewi Penyebar Maut yang sudah bergerak mengejarnya.
Gadis berpakaian serba putih ini memang seorang yang tidak suka menyerang lawan yang belum siap. Maka begitu mendengar teriakan itu, gerakannya seketika terhenti. Dengan napas agak memburu, ditatapnya wajah orang yang dibencinya ini tajam-tajam.
"Apa hubunganmu dengan Ki Gering Langit?" tanya Ular Hitam cepat sebelum Melati sempat membuka mulut.
Berkilat sepasang mata putri Raja Racun Pencabut Nyawa ini mendengar pertanyaan itu. Gadis ini marah bukan main. Sudah tiga orang bertanya serupa, dan hal ini membuatnya terasa muak. Karena memang, ia sama sekali tidak mengenal tokoh itu.
"Aku sama sekali tidak mengenalnya!" jawab gadis itu ketus. "Jangan coba-coba mengalihkan persoalan, Ular Hitam!"
Merah wajah Ular Hitam. Kata-kata yang keluar dari mulut gadis itu memang pedas bukan main.
"Aneh... ! Lalu dari mana kau mendapatkan ilmu 'Cakar Naga Merah' itu?" tanya Ular Hitam lagi dengan perasaan bingung.
"Aku datang ke sini bukan untuk berbincang-bincang denganmu, Ular Hitam. Bersiaplah! Aku tidak segan-segan lagi membunuhmu sekarang, sekalipun kau belum siap!"
Setelah berkata demikian, Melati kembali menyerang Ular Hitam. Tidak ada pilihan lain lagi bagi kakek ini kecuali meladeni serangan gadis yang telah kalap oleh pengaruh dendam itu. Sebentar saja mereka sudah kembali bertarung sengit. Keduanya sama-sama mengerahkan seluruh kemampuan yang dimiliki.
Hebat sekali akibat pertarungan dua orang sakti itu. Suara menderu hebat diseling suara bercicitan dari udara yang terobek akibat gerakan 'Cakar Naga Merah' milik Melati, mewarnai pertarungan itu.
Pohon-pohon bertumbangan terlanda angin pukulan yang tidak mengenai sasaran. Batu-batu besar dan kecil berpentalan tak tentu arah seperti dilanda angin topan.
Tak terasa delapan puluh jurus telah berlalu. Tapi, masih belum nampak tanda-tanda siapa yang akan terdesak. Pertarungan masih berjalan berimbang. Sebenarnya bila dibandingkan, Melati masih sedikit lebih unggul dalam hal tenaga dalam dan mutu ilmu silat. Dalam hal kecepatan gerak, keduanya berimbang.
Hanya saja, Ular Hitam menang pengalaman. Itulah sebabnya sampai sekian lamanya, pertarungan masih berlangsung seimbang. Hal ini membuat Melati yang mempunyai watak pemberang, jadi tidak sabar. Dengan serangan bertubi-tubi berusaha dipojokkannya Ular Hitam. Gadis ini memang berniat mengadu keras lawan keras. Dan begitu kelihatan lawannya telah tersudut, gadis berpakaian serba putih ini segera meluruk menerjang, sambil mendorongkan kedua tangannya ke depan.
Ular Hitam terperanjat kaget. Posisinya sudah tidak memungkinkan lagi untuk mengelakkan serangan itu. Sungguh tidak diduga kalau gadis itu memaksanya untuk mengadu tenaga dalam secara langsung. Berarti dia mengajak mengadu nyawa!
Sebagai seorang yang telah kenyang pengalaman, Datuk Barat ini tahu betul kalau adu tenaga dalam semacam ini amat berbahaya. Bagi lawan yang kalah kuat, kemungkinan besar akan tewas.
Tapi walaupun demikian, bukan berarti kalau yang lebih kuat tenaganya tidak menderita apa-apa. Apalagi jika tenaga dalam antara keduanya tidak berbeda jauh. Paling tidak, dia akan terluka parah!
Karena tidak ada pilihan lain lagi, Ular Hitam mengerahkan seluruh tenaga dalamnya. Kemudian sambil mengeluarkan teriakan melengking nyaring, kakek itu melompat dengan kedua tangan didorongkan ke depan. Rupanya Ular Hitam benar-benar nekad menyambut serangan Melati.
"Tahan...!"
Terdengar suatu teriakan nyaring bernada mencegah. Dan belum habis gema suara itu, sesosok bayangan ungu berkelebat ke arena pertarungan.
"Hiyaaa...!"
"Hup!"
Dengan kecepatan gerak menakjubkan, sosok bayangan itu telah memotong lompatan Ular Hitam. Dan sebelum Datuk Barat ini sadar, sosok bayangan ungu itu mendorongkan tangan ke bahu sehingga tubuhnya terlempar ke samping.
Pada saat tangan orang itu mendorong tubuh Ular Hitam, sosok bayangan ungu itu membarengi dengan egosan tubuhnya, untuk mengelakkan serangan Melati. Tapi terlambat! Kedua tangan gadis itu lebih dulu tiba.
“Bukkk... !”
Kedua tangan Melati begitu telak menghantam tubuh sosok bayangan ungu itu. Untungnya, karena si bayangan ungu itu sempat mengegoskan tubuh, serangan itu menyimpang dari sasaran semula. Tidak mengenai dada, tapi mengenai bahunya.
Meskipun demikian, akibat yang diderita si bayangan ungu itu cukup dahsyat juga. Tubuhnya terlempar beberapa tombak, kemudian jatuh berdebuk di tanah, lalu terguling-guling. Gulingan itu baru berhenti ketika tubuh itu akhirnya membentur sebatang pohon.
"Arya...!." jerit Ular Hitam keras.
Wajah kakek ini pucat pasi ketika mengenali sosok bayangan ungu yang terguling-guling di tanah itu. Pakaian, rambut, dan terutama sekali guci arak yang terlempar dari punggungnya, membuat Ular Hitam segera mengenali pemuda itu.
"Arya...!" teriak kakek itu lagi.
Dengan lari laksana terbang, dihampirinya sosok bayangan ungu yang tak lain adalah Arya Buana. Pemuda itu kini tergolek seperti tidak bergerak lagi. Cairan kental berwarna merah mengucur keluar dari mulut dan hidungnya.
"Arya...?!" sentak Melati.
Gadis itu terpaku kaku di tempatnya. Bibirnya yang telah menggumamkan nama pemuda itu nampak menggigil keras. Ditatapnya tubuh pemuda itu yang diam tidak bergerak lagi. Kemudian dengan pandangan mata jijik ditatap kedua tangannya yang tadi menghantam tubuh pemuda itu.
Beberapa saat lamanya Melati terpaku. Kemudian sambil mengeluarkan isak tertahan dari kerongkongannya dia berlari meninggalkan tempat itu. Tidak dihiraukan air bening yang menggulir membasahi pipinya.
Seorang wanita selengah baya berpakaian serba kuning, yang tiba di situ hampir berbarengan dengan kedatangan Arya Buana, sempat melihat air mata yang bercucuran dari sepasang mata gadis itu. Tapi, segera hal itu terlupakan ketika melihat sosok tubuh Dewa Arak yang terkapar tidak bergerak.
Wanita itu adalah Nyi Sani. Arya Buana memang sengaja mengajak ibunya ke tempat tinggal Kakek Ular Hitam, untuk diperkenalkan. Dia juga meminta agar ibunya bisa tinggal di situ.
Tapi siapa sangka di tengah perjalanan, pemuda itu melihat Ular Hitam tengah bertarung melawan gadis yang telah mencuri sekeping hatinya. Pada saat pertarungan itu dalam keadaan kritis, ia pun segera melesat mendahului ibunya untuk mencegah terjadinya korban nyawa. Usaha pemuda ini memang berhasil, tapi membawa akibat yang tidak ringan. Dia kini tergolek tanpa mampu berbuat apa-apa lagi.
Nyi Sani ikut jongkok di sebelah Ular Hitam yang telah jongkok lebih dulu. Kakek itu tengah memeriksa detak jantung dan denyut nadi Arya.
"Bagaimana, Kek?" tanya Nyi Sani.
Tanpa dijelaskan pun ia sudah bisa menduga, siapa kakek ini. Arya telah bercerita banyak mengenai pembimbingnya.
"Bersyukurlah kepada Gusti Allah, Nyi!" hanya itu yang diucapkan Ular Hitam.
"Jadi...?" sebuah senyuman tersungging di wajah wanita tua yang sejak tadi cemas itu.
"Arya masih hidup... " lanjut kakek berkulit hitam itu.
"Ahhh...!" Nyi Sani mendesah lega
***
“Wut!”
“Brakkk... !”
Teriakan-teriakan melengking tinggi, diselingi angin menderu-deru keras, terdengar dari dalam sebuah hutan. Itu pun masih ditingkahi suara bergemuruh. Semua itu ternyata berasal dari tindakan seraut wajah cantik.
Usianya sekitar sembilan belas tahun, dan berpakaian serba putih. Rambutnya panjang terurai, hampir mencapai pinggang. Siapa lagi kalau bukan Melati. Gadis ini rupanya sedang marah. Di dalam hutan ini, kekesalan hatinya dilampiaskan pada pepohonan dan semak-semak belukar.
"Mampus kau, pemuda sombong!" teriak gadis itu keras.
Tangan kanannya dengan jurus 'Naga Merah Membuang Mustika' didorongkan ke depan.
“Wuuusss... !”
Angin keras berhembus keluar dari tangan yang mendorong itu. Desiran angin itu terus melesat ke depan dan menghantam sebatang pohon sebesar dua pelukan tangan orang dewasa.
“Brakkk... !”
Pohon itu hancur berkeping-keping menimbulkan suara bergemuruh dahsyat!
"Hhh...!" Melati menghela napas. Lega sudah dadanya sekarang.
Kegagalannya mengalahkan Arya Buana alias Dewa Arak, dan melihat sikap pemuda itu membuatnya mendongkol bukan kepalang. Rasa kemangkelan hatinya itu pun dilampiaskan dengan mengamuk di dalam hutan ini.
Kini kedongkolannya telah sirna. Yang tinggal sekarang hanyalah akibat dari pelampiasan kedongkolannya. Dipandangi keadaan sekelilingnya. Pohon-pohon bertumbangan, semak-semak yang centang perenang, dan tanah yang terbongkar di sana sini.
"Semua ini gara-gara Dewa Arak!" sangkal gadis itu membela diri, dalam hati.
Dengan punggung tangan, disusuti peluh yang membasahi dahi dan lehernya yang mulus. Kemudian dihampirinya sebatang pohon, lalu direbahkan tubuhnya di situ untuk beristirahat.
Setelah cukup lama berbaring seperti itu, Melati beranjak bangkit. Kemudian sekali menggerakkan kaki, tubuhnya sudah melesat dari situ. Dalam sekejap saja tubuhnya sudah lenyap bagai ditelan bumi.
Tubuh Melati berkelebatan cepat. Kini tinggal satu lagi tujuannya. Menuju tempat Ular Hitam! Dari berita yang didapat, dia tahu kalau tanpa bantuan Datuk Barat itu, ayahnya tidak akan bisa dikalahkan lawan-lawannya. Jadi, bila dihitung-hitung, kakek itulah yang menjadi penyebab utama ayahnya tewas.
Kalau saja gadis berpakaian serba putih ini mencari tempat tinggal Ular Hitam sepuluh tahun yang lalu, sampai kapan pun tidak akan bisa menemukan. Untungnya, ia mencarinya sekarang.
Sejak kemunculan Arya Buana alias Dewa Arak, tempat tinggal Ular Hitam sudah bukan merupakan rahasia lagi. Maka, mudah saja bagi gadis yang berjuluk Dewi Penyebar Maut ini mendapat petunjuk tempat tinggal Ular Hitam. Beberapa hari kemudian, ia pun sudah melewati Desa Jati Alas. Desa yang paling dekat dengan tempat tinggal Ular Hitam.
Sesampai di luar Desa Jati Alas, menurut petunjuk yang diterima, dia hanya tinggal melalui sebuah hutan. Dan setelah itu akan sampai di tempat kediaman Ular Hitam.
Petunjuk yang diterimanya itu benar. Beberapa lama kemudian setelah ia keluar dari mulut Desa Jati Alas, dijumpai sebuah hutan. Bergegas dipercepat langkahnya. Sesaat kemudian Melati telah tiba di mulut hutan itu. Tapi baru saja hendak melangkahkan kakinya memasuki mulut hutan, dari depan terlihat sesosok bayangan hitam melesat cepat menuju mulut hutan.
Seketika Melati menahan langkahnya. Gerakan sosok bayangan hitam itu cepat bukan main. Sampai-sampai tercekat hati gadis ini melihatnya. Kecurigaannya pun mendadak timbul.
Sosok bayangan hitam ini ternyata datang dari arah tempat tinggal Ular Hitam. Bukan tidak mungkin kalau justru sosok bayangan hitam itu adalah orang yang dicari-carinya. Berpikiran demikian, Melati bergegas menghadang jalan sosok bayangan hitam itu.
"Kisanak yang di depan, pelahan dulu!" seru Melati keras dan tegas.
Berbareng dengan itu kedua tangannya didorongkan ke depan, mengirimkan sebuah serangan jarak jauh. Melati yang berjuluk Dewi Penyebar Maut memang berwatak telengas. Langsung saja mengerahkan seluruh tenaga dalam serangannya itu.
“Wuuuttt... !”
Angin menderu keras keluar dari sepasang tangan yang mendorong itu. Seketika terdengar seruan kaget dari sosok bayangan hitam di depan. Sama sekali tidak diduga, kalau di depannya disambut sebuah pukulan jarak jauh yang amat dahsyat.
Tahu betapa berbahayanya serangan itu, sosok bayangan hitam itu menghentikan larinya. Berbareng dengan itu, kedua tangannya didorongkan pula ke depan disertai pengerahan seluruh tenaga dalam yang dimilikinya.
“Wuuuttt... ! Blarrr... !”
Dua pukulan jarak jauh yang sama-sama dahsyat itu beradu di tengah jalan. Udara sampai bergetar hebat akibat pertemuan dua buah tenaga dahsyat itu. Akibatnya bagi kedua orang itu hebat sekali! Baik Melati maupun sosok bayangan hitam itu sama-sama terjengkang keras ke belakang, kemudian berguling-guling di tanah.
Tapi dengan sigap keduanya bergegas bangkit berdiri. Sikap mereka sama-sama waspada. Baik Melati maupun sosok bayangan hitam, sama-sama menyadari kalau mereka satu sama lain adalah lawan yang amat tangguh.
Dewi Penyebar Maut merasa penasaran bukan main melihat sosok bayangan hitam itu mampu membuatnya bergulingan. Dengan rasa penasaran yang meluap-luap, diperhatikan sosok tubuh di hadapannya yang berjarak sekitar sepuluh tombak. Gadis berpakaian serba putih ini mengerutkan alisnya. Di depannya berdiri seorang kakek bertubuh tinggi kurus, berkulit hitam legam, dan sorot mata mencorong kehijauan.
"Ular Hitam!" jerit Melati keras. "Kau..., kau Ular Hitam, bukan?!"
Kakek yang ternyata memang Ular Hitam itu hanya tersenyum. "Siapa kau, Nisanak? Dan mengapa tiba-tiba menyerangku tanpa sebab? Dari mana kau tahu julukanku?" berondong kakek itu.
"Kau tidak perlu tahu siapa aku! Kedatanganku untuk mencabut nyawamu! Bersiaplah kau, Ular Hitam!"
"Eit... ! Tunggu dulu, Nisanak! Katakan, mengapa kau ingin membunuhku?"
Ular Hitam menggoyang-goyangkan kedua tangannya di depan dada mencegah gadis itu yang sudah bersiap menyerangnya.
"Karena kau telah membunuh ayahku!" jerit Melati penuh kemarahan.
"Fitnah!" teriak Ular Hitam tak kalah keras. "Siapa nama ayah-mu?!"
"Raja Racun Pencabut Nyawa!"
Wajah Ular Hitam berubah. Rasa keterkejutan yang amat sangat terpancar di wajahnya. Jadi, gadis ini putri orang yang sangat memusuhinya itu?
"Bagaimana, ular kepala dua? Masih ingin menyangkal lagi?!" ejek Melati tajam.
Ular Hitam menghela napas panjang. "Tak bisa ku pungkiri hal itu. Ayahmu memang mati di tangan-ku."
"Heh?! Mengaku juga? Kau ini memang jantan, atau ingin dianggap jantan, manusia pengecut!"
Merah wajah Ular Hitam. "Jaga mulutmu, 'Nisanak! Aku bukan orang semacam itu!"
"Bukan orang semacam itu?! Hm..,! Lalu bukan pengecutkah namanya kalau bertarung dengan orang lain secara keroyokan?"
Ular Hitam terdiam. Kembali tidak bisa disangkal perkataan gadis itu.
"Kini terimalah kematianmu, ular pengecut!"
Setelah berkata demikian, Melati melompat menerjang Datuk Barat itu. Kedua tangannya berputar di samping kiri tubuhnya, kemudian berbareng terayun ke arah kepala kakek itu.
“Wuuuttt... !”
Angin menderu keras mengawali tibanya serangan Melati. Ular Hitam merendahkan tubuh sehingga serangan itu lewat beberapa rambut di atas kepalanya. Tapi tak urung rambutnya berkibaran keras juga. Suatu tanda kalau serangan kedua cakar itu mengandung tenaga dalam tinggi.
Ular Hitam mulanya merasa tak sampai hati menurunkan tangan besi pada gadis yang masih muda belia ini. Tapi melihat betapa telengasnya gadis berpakaian serba putih ini, membuat kakek ini memutuskan untuk tidak bertindak sungkan-sungkan.
Bersikap lunak hanya akan mencelakakan diri sendiri. Itulah sebabnya, sambil merendahkan tubuh, kedua tangan Ular Hitam dengan telapak terbuka, melakukan sodokan bertubi-tubi pada dada dan perut lawannya yang telengas ini.
Hebat dan berbahaya sekali serangan Ular Hitam ini. Apalagi serangan itu dilakukan dengan kecepatan gerak luar biasa, yang menjadi ciri khas ilmu 'Ular Terbang'. Akibatnya, serangan sodokan bertubi-tubi itu menjadi amat berbahaya!
Tapi apa yang dilakukan Dewi Penyebar Maut, tidak kalah hebatnya! Dengan sebuah gerakan yang tidak masuk akal, karena posisi kakinya begitu sulit untuk mengenjotkan tubuh. Digerakkan tubuhnya secara aneh. Akibatnya seluruh tubuhnya dari mulai dada ke bawah terangkat ke atas. Dan dengan posisi seperti itu, kedua tangannya menyampok bagian belakang kepala Ular Hitam dari atas ke bawah.
“Wuuuttt. !”
Ular Hitam terkejut bukan main melihat hal ini. Dikenali betul gerakan yang dilakukan gadis berpakaian serba putih ini. Itu adalah jurus 'Naga Merah Mengangkat Ekor', salah satu jurus dari ilmu 'Cakar Naga Merah'! Siapa lagi pemilik ilmu itu kalau bukan kakak kandungnya, Ki Gering Langit.
Tetapi datuk ini tidak dapat berpikir lebih lama lagi. Serangan maut yang mengancam belakang kepalanya telah menyambar tiba. Maka cepat-cepat dielakkan serangan itu kalau tidak ingin mati konyol.
Karena untuk menangkis sudah tidak memungkinkan lagi. Cepat-cepat Ular Hitam melompat ke depan, dan langsung bergulingan di tanah. Dan selamatlah dia dari serangan maut itu.
Tetapi Dewi Penyebar Maut yang hatinya tengah dilanda dendam membara, tentu saja tidak berhenti sampai di situ. Setelah kelihatan lawannya berhasil lolos, segera disusulinya dengan serangan-serangan dahsyat!
Tentu saja Ular Hitam pun tak tinggal diam, dan segera menyambutnya. Di lain saat kedua tokoh yang sama-sama sakti itu sudah terlibat dalam pertarungan sengit.
Dua puluh jurus telah berlalu, namun belum ada tanda-tanda yang terdesak. Sementara itu Ular Hitam kini semakin yakin kalau ilmu yang digunakan lawannya adalah 'Cakar Naga Merah'!
Maka pada suatu kesempatan, kakek itu cepat melentingkan tubuhnya ke belakang, dan bersalto beberapa kali di udara. Manis sekali kakinya hinggap beberapa tombak dari tempat semula.
"Tahan...!" teriak Ular Hitam keras mencegah Dewi Penyebar Maut yang sudah bergerak mengejarnya.
Gadis berpakaian serba putih ini memang seorang yang tidak suka menyerang lawan yang belum siap. Maka begitu mendengar teriakan itu, gerakannya seketika terhenti. Dengan napas agak memburu, ditatapnya wajah orang yang dibencinya ini tajam-tajam.
"Apa hubunganmu dengan Ki Gering Langit?" tanya Ular Hitam cepat sebelum Melati sempat membuka mulut.
Berkilat sepasang mata putri Raja Racun Pencabut Nyawa ini mendengar pertanyaan itu. Gadis ini marah bukan main. Sudah tiga orang bertanya serupa, dan hal ini membuatnya terasa muak. Karena memang, ia sama sekali tidak mengenal tokoh itu.
"Aku sama sekali tidak mengenalnya!" jawab gadis itu ketus. "Jangan coba-coba mengalihkan persoalan, Ular Hitam!"
Merah wajah Ular Hitam. Kata-kata yang keluar dari mulut gadis itu memang pedas bukan main.
"Aneh... ! Lalu dari mana kau mendapatkan ilmu 'Cakar Naga Merah' itu?" tanya Ular Hitam lagi dengan perasaan bingung.
"Aku datang ke sini bukan untuk berbincang-bincang denganmu, Ular Hitam. Bersiaplah! Aku tidak segan-segan lagi membunuhmu sekarang, sekalipun kau belum siap!"
Setelah berkata demikian, Melati kembali menyerang Ular Hitam. Tidak ada pilihan lain lagi bagi kakek ini kecuali meladeni serangan gadis yang telah kalap oleh pengaruh dendam itu. Sebentar saja mereka sudah kembali bertarung sengit. Keduanya sama-sama mengerahkan seluruh kemampuan yang dimiliki.
Hebat sekali akibat pertarungan dua orang sakti itu. Suara menderu hebat diseling suara bercicitan dari udara yang terobek akibat gerakan 'Cakar Naga Merah' milik Melati, mewarnai pertarungan itu.
Pohon-pohon bertumbangan terlanda angin pukulan yang tidak mengenai sasaran. Batu-batu besar dan kecil berpentalan tak tentu arah seperti dilanda angin topan.
Tak terasa delapan puluh jurus telah berlalu. Tapi, masih belum nampak tanda-tanda siapa yang akan terdesak. Pertarungan masih berjalan berimbang. Sebenarnya bila dibandingkan, Melati masih sedikit lebih unggul dalam hal tenaga dalam dan mutu ilmu silat. Dalam hal kecepatan gerak, keduanya berimbang.
Hanya saja, Ular Hitam menang pengalaman. Itulah sebabnya sampai sekian lamanya, pertarungan masih berlangsung seimbang. Hal ini membuat Melati yang mempunyai watak pemberang, jadi tidak sabar. Dengan serangan bertubi-tubi berusaha dipojokkannya Ular Hitam. Gadis ini memang berniat mengadu keras lawan keras. Dan begitu kelihatan lawannya telah tersudut, gadis berpakaian serba putih ini segera meluruk menerjang, sambil mendorongkan kedua tangannya ke depan.
Ular Hitam terperanjat kaget. Posisinya sudah tidak memungkinkan lagi untuk mengelakkan serangan itu. Sungguh tidak diduga kalau gadis itu memaksanya untuk mengadu tenaga dalam secara langsung. Berarti dia mengajak mengadu nyawa!
Sebagai seorang yang telah kenyang pengalaman, Datuk Barat ini tahu betul kalau adu tenaga dalam semacam ini amat berbahaya. Bagi lawan yang kalah kuat, kemungkinan besar akan tewas.
Tapi walaupun demikian, bukan berarti kalau yang lebih kuat tenaganya tidak menderita apa-apa. Apalagi jika tenaga dalam antara keduanya tidak berbeda jauh. Paling tidak, dia akan terluka parah!
Karena tidak ada pilihan lain lagi, Ular Hitam mengerahkan seluruh tenaga dalamnya. Kemudian sambil mengeluarkan teriakan melengking nyaring, kakek itu melompat dengan kedua tangan didorongkan ke depan. Rupanya Ular Hitam benar-benar nekad menyambut serangan Melati.
"Tahan...!"
Terdengar suatu teriakan nyaring bernada mencegah. Dan belum habis gema suara itu, sesosok bayangan ungu berkelebat ke arena pertarungan.
"Hiyaaa...!"
"Hup!"
Dengan kecepatan gerak menakjubkan, sosok bayangan itu telah memotong lompatan Ular Hitam. Dan sebelum Datuk Barat ini sadar, sosok bayangan ungu itu mendorongkan tangan ke bahu sehingga tubuhnya terlempar ke samping.
Pada saat tangan orang itu mendorong tubuh Ular Hitam, sosok bayangan ungu itu membarengi dengan egosan tubuhnya, untuk mengelakkan serangan Melati. Tapi terlambat! Kedua tangan gadis itu lebih dulu tiba.
“Bukkk... !”
Kedua tangan Melati begitu telak menghantam tubuh sosok bayangan ungu itu. Untungnya, karena si bayangan ungu itu sempat mengegoskan tubuh, serangan itu menyimpang dari sasaran semula. Tidak mengenai dada, tapi mengenai bahunya.
Meskipun demikian, akibat yang diderita si bayangan ungu itu cukup dahsyat juga. Tubuhnya terlempar beberapa tombak, kemudian jatuh berdebuk di tanah, lalu terguling-guling. Gulingan itu baru berhenti ketika tubuh itu akhirnya membentur sebatang pohon.
"Arya...!." jerit Ular Hitam keras.
Wajah kakek ini pucat pasi ketika mengenali sosok bayangan ungu yang terguling-guling di tanah itu. Pakaian, rambut, dan terutama sekali guci arak yang terlempar dari punggungnya, membuat Ular Hitam segera mengenali pemuda itu.
"Arya...!" teriak kakek itu lagi.
Dengan lari laksana terbang, dihampirinya sosok bayangan ungu yang tak lain adalah Arya Buana. Pemuda itu kini tergolek seperti tidak bergerak lagi. Cairan kental berwarna merah mengucur keluar dari mulut dan hidungnya.
"Arya...?!" sentak Melati.
Gadis itu terpaku kaku di tempatnya. Bibirnya yang telah menggumamkan nama pemuda itu nampak menggigil keras. Ditatapnya tubuh pemuda itu yang diam tidak bergerak lagi. Kemudian dengan pandangan mata jijik ditatap kedua tangannya yang tadi menghantam tubuh pemuda itu.
Beberapa saat lamanya Melati terpaku. Kemudian sambil mengeluarkan isak tertahan dari kerongkongannya dia berlari meninggalkan tempat itu. Tidak dihiraukan air bening yang menggulir membasahi pipinya.
Seorang wanita selengah baya berpakaian serba kuning, yang tiba di situ hampir berbarengan dengan kedatangan Arya Buana, sempat melihat air mata yang bercucuran dari sepasang mata gadis itu. Tapi, segera hal itu terlupakan ketika melihat sosok tubuh Dewa Arak yang terkapar tidak bergerak.
Wanita itu adalah Nyi Sani. Arya Buana memang sengaja mengajak ibunya ke tempat tinggal Kakek Ular Hitam, untuk diperkenalkan. Dia juga meminta agar ibunya bisa tinggal di situ.
Tapi siapa sangka di tengah perjalanan, pemuda itu melihat Ular Hitam tengah bertarung melawan gadis yang telah mencuri sekeping hatinya. Pada saat pertarungan itu dalam keadaan kritis, ia pun segera melesat mendahului ibunya untuk mencegah terjadinya korban nyawa. Usaha pemuda ini memang berhasil, tapi membawa akibat yang tidak ringan. Dia kini tergolek tanpa mampu berbuat apa-apa lagi.
Nyi Sani ikut jongkok di sebelah Ular Hitam yang telah jongkok lebih dulu. Kakek itu tengah memeriksa detak jantung dan denyut nadi Arya.
"Bagaimana, Kek?" tanya Nyi Sani.
Tanpa dijelaskan pun ia sudah bisa menduga, siapa kakek ini. Arya telah bercerita banyak mengenai pembimbingnya.
"Bersyukurlah kepada Gusti Allah, Nyi!" hanya itu yang diucapkan Ular Hitam.
"Jadi...?" sebuah senyuman tersungging di wajah wanita tua yang sejak tadi cemas itu.
"Arya masih hidup... " lanjut kakek berkulit hitam itu.
"Ahhh...!" Nyi Sani mendesah lega
***
OBJEK WISATA MANCA NEGARA
===============================
No comments:
Post a Comment