Ads

Saturday, September 7, 2024

Dewi Penyebar Maut 02

Suara irama napas teratur, tetap, dan berulang-ulang terdengar memecah keheningan pagi dalam sebuah hutan di luar Desa Kemukus. Suara itu ternyata berasal dari hidung dan mulut seorang gadis yang tengah bersemadi.

Gadis itu berwajah cantik manis, dan berpakaian serba hijau. Di pipi kirinya bertengger sebuah tahi lalat, yang membuat wajahnya yang memang cantik itu kian bertambah menarik.

Gadis itu adalah Ningrum, putri Raja Pisau Terbang. Sudah beberapa hari ini, gadis itu berada di hutan. Dia memang dalam perjalanan mengikuti jejak Arya Buana, si Dewa Arak yang telah membuat hatinya terguncang pada pandangan pertama.

Selama beberapa hari di dalam hutan ini, Ningrum berlatih keras. Gadis ini merasa kecewa menyadari betapa kepandaiannya masih terlalu rendah. Sehingga sewaktu menghadapi Raja Racun Pencabut Nyawa, ia terdesak.

Padahal, waktu itu ia dibantu dua orang murid kepala Perguruan Tangan Sakti! Hal ini membuatnya penasaran sekali. Maka, dalam perjalanannya menyusuri jejak pemuda berambut putih keperakan, ia selalu menyempatkan diri untuk berlatih.

Tapi bila situasinya tidak memungkinkan, dia hanya bersemadi dan latihan pemapasan saja. Dan bila situasinya memungkinkan, ia pun melatih pula jurus-jurus pisau terbang dan tangan kosong.

Perlahan-lahan sang mentari mulai meninggi. Sinarnya yang hangat pun mulai menerpa sekujur tubuh dan wajah Ningrum. Tapi, sedikit pun gadis itu tidak terganggu, dan tetap tenggelam dalam semadinya. Napasnya keluar masuk dengan irama tetap.

Putri Raja Pisau Terbang ini baru menghentikan semadi, ketika pendengarannya yang tajam menangkap suara-suara langkah kaki menuju ke arahnya.

Baru saja Ningrum membuka mata, di depannya telah berdiri beberapa sosok tubuh berwajah kasar sambil menatap liar. Bergegas gadis yang bertahi lalat di pipi kiri ini bangkit dari bersilanya. Melihat dari gelagatnya, Ningrum tahu bahwa saat ini tengah berhadapan dengan orang-orang yang tidak berniat baik.

"Ha ha ha... ! Sungguh tidak disangka di dalam hutan ini aku dapat bertemu seorang bidadari! Ha ha ha... ! Mimpi apa aku semalam?!" seru orang paling depan yang bertubuh tinggi besar, berwajah kasar.

Di lehernya tergantung seuntai kalung bermatakan tengkorak kepala bayi. Tampaknya dia gembira sekali.

Ucapan si tinggi besar ini segera disambut gelak tawa tujuh sosok tubuh yang berada di belakangnya.

"Bagaimana? Cocokkah bila kujadikan permaisuriku?" tanya si tinggi besar yang rupanya pemimpin gerombolan itu sambil menoleh ke belakang.

"Ha ha ha... ! Kakang memang pintar memilih. Wanita ini memang pantas menjadi permaisuri Kakang. Dan kelihatannya dia menguasai sedikit ilmu silat. Dunia persilatan akan memuji Kakang, karena pandai memilih istri," sahut salah seorang dari mereka.

Ningrum tak kuat lagi menahan kemarahannya mendengar pembicaraan mereka. "Manusia-manusia bermulut kotor! Pergilah kalian sebelum hilang kesabaranku!"

"Ha ha ha...!" kembali laki laki tinggi besar yang berjuluk Raksasa Kulit Baja itu tertawa bergelak. "Kalian lihat! Bukan hanya wajahnya saja, sikapnya pun memenuhi persyaratan untuk menjadi permaisuriku. Ha ha ha...!"

Untuk yang kesekian kalinya tujuh orang yang berada di belakang Raksasa Kulit Baja itu tertawa bergelak.

Kali ini amarah Ningrum pun meledak. "Tutup mulutmu yang bau itu, raksasa busuk!" bentak gadis itu keras.

Kontan berubah merah wajah si tinggi besar mendengar makian pedas itu. Tawanya pun seketika terhenti.




"Rupanya kau tidak senang diperlakukan baik-baik, Cah Ayu! Kau lebih suka diperlakukan secara kasar dulu, baru mau tunduk, heh?! Akan kuturuti bila itu yang diinginkan!"

Setelah berkata demikian, Raksasa Kulit Baja menggerakkan ujung telunjuk, pada salah seorang yang berdiri di belakangnya.

Sambil tertawa-tawa, si muka kuning, yang diberi isyarat Raksasa Kulit Baja ini melangkah maju. Sepasang matanya liar menatap Ningrum. Sekejap kemudian, dia telah bergerak menyerang gadis itu. Tangannya menangkap lengan kanan gadis yang bertahi lalat di pipi kirinya ini. Dikiranya, gadis ini pasti tak akan dapat mengelakkan sergapannya.

Tetapi, si muka kuning tertipu. Dengan sebuah gerakan sederhana, Ningrum telah membuat tangkapan itu hanya mengenai tempat kosong.

Sebaliknya adalah ujung kaki putri Raja Pisau Terbang ini telah mendarat di perut si muka kuning.

“Bukkk.. !”

"Hugh!"

Si muka kuning mengeluh tertahan. Sodokan ujung kaki Nin-grum memang keras sekali. Tak pelak lagi, tubuh si muka kuning terbungkuk-bungkuk seraya memegangi perutnya yang tiba-tiba terasa mulas bukan main.

Dan selagi si muka kuning sibuk merasakan sakit pada perutnya, kaki Ningrum kembali bergerak menendang bahunya. Tentu saja gadis itu tidak mengerahkan seluruh tenaganya. Sebab kalau hal itu dilakukan, si muka kuning ini pasti tewas.

“Desss!”

Tubuh si muka kuning terpental ke belakang dan keras sekali mencium tanah. Laki-laki itu terguling-guling sesaat, untuk kemudian tidak bergerak lagi. Pingsan.

Tentu saja hal ini membuat Raksasa Kulit Baja dan anak buah-nya yang lain terperanjat kaget. Dengan mata terbelalak, mereka menatap Ningrum. Sungguh sulit dipercaya dengan apa yang terjadi di depan mereka ini. Benarkah gadis yang mereka sangka seekor domba ternyata adalah singa betina?

Raksasa Kulit Baja tentu saja merasa penasaran sekali. Dengan gerak kepalanya, diperintahkan sisa anak buahnya untuk menyerang berbareng. Maka keenam orang anak buahnya melangkah maju mengepung Ningrum. Sadar kalau gadis itu bukanlah lawan empuk, mereka pun tidak mau bersikap main-main lagi.

"Mengapa tanggung-tanggung, raksasa busuk? Majulah! Biar urusan ini cepat selesai!' ejek Ningrum sambil tersenyum sinis.

Mendengar ejekan itu, Raksasa Kulit Baja meraung murka. "Kau terlalu sombong, perempuan keparat! Kalau nanti sudah tertangkap, kau akan kutelanjangi dan kuperkosa sampai aku puas. Tidak sampai di situ saja, tubuhmu akan kuberikan pada mereka, agar dapat dinikmati sampai kau mati kelelahan!"

Ningrum bergidik mendengarnya, dan wajahnya langsung memerah. Ucapan Raksasa Kulit Baja itu benar-benar membuat kemarahannya berkobar. Orang seperti dia memang tidak patut untuk dibiarkan hidup. Tetapi putri Raja Pisau Terbang itu tidak bisa berlama-lama termenung. Serangan-serangan anak buah Raksasa Kulit Baja itu telah menyambar cepat ke arahnya

Ningrum tersenyum mengejek. Dari gerakan dan serangan mereka, sudah dapat dinilai kekuatan lawannya. Jangankan hanya tujuh orang, biar ditambah dua kali lipat lagi pun masih sanggup menghadapinya. Maka, sikapnya pun tenang menghadapi hujan serangan itu.

Ningrum yang tidak sudi bersentuhan tangan dengan mereka, tidak menangkis serangan-serangan itu.

Dengan ilmu meringankan tubuh yang jauh di atas lawan-lawannya, dihindari setiap serangan yang datang. Serta-merta, dibalas serangan-serangan yang datang dengan sepasang kakinya yang berkelebatan ke sana kemari.

Terdengar suara berdebuk berulang ulang, disusul berpentalannya tubuh para pengeroyoknya. Hanya beberapa gebrakan saja, semua lawan telah bergeletakan di tanah dalam keadaan pingsan. Beberapa di antaranya mengalami patah kaki, maupun patah tangan. Bahkan ada pula yang benjol-benjol kepalanya.

"Kini giliranmu, raksasa busuk!" tantang Ningrum sambil berkacak-pinggang.

Raksasa Kulit Baja menggeram. Wanita ini sungguh keterlaluan! Berkali-kali menghinanya. Maka dengan wajah merah, dilangkahkan kakinya menghampiri Ningrum.

"Hiyaaa...!" manusia bertubuh raksasa itu membuka serangan dengan sebuah cengkeraman ke arah bahu Ningrum.

Bagaimanapun juga Raksasa Kulit Baja ini merasa sayang untuk memukul mati gadis yang telah membangkitkan gairahnya ini.

“Wut... !”

Sambaran angin keras mengawali tibanya cengkeraman itu. Dari angin serangan ini, Ningrum dapat mengetahui kalau lawannya ini memiliki tenaga dalam tinggi.

Tetapi, walaupun serangan itu mengandung tenaga dalam tinggi, tapi gerakannya kelihatan terlalu lambat. Mudah saja bagi putri Raja Pisau Terbang ini untuk mengelakkannya. Bahkan menyusuli dengan totokan ujung kakinya pada punggung Raksasa Kulit Baja.

“Tukkk... !”

"Aih...!"

Ningrum menjerit kaget, ketika ujung kakinya membentur kulit daging yang keras, sehingga tendangannya membalik. Dirasakan, jari-jari kakinya terasa nyeri bukan main. Dan ini membuatnya kaget tak terkirakan, juga penasaran. Maka dikirimkan serangan bertubi-tubi pada bagian tubuh Raksasa Kulit Baja yang lainnya.

Namun tetap saja hasilnya sama saja. Ningrum menjadi bingung. Laki-laki tinggi besar itu ternyata memiliki ilmu kebal! Bahkan pisau terbang gadis itu pun tidak mampu melukai kulit lawannya ini.

"Ha ha ha... ! Silakan kau pilih kulitku yang paling empuk, Manis," ejek Raksasa Kulit Baja menantang.

Ningrum sadar, bahwa tidak ada gunanya lagi melawan Raksasa Kulit Baja yang ternyata memiliki ilmu kebal ini. Maka gadis ini memutuskan untuk melarikan diri saja. Dan memang, adalah suatu perbuatan bodoh untuk melawan terus. Karena sudah dapat dipastikan, lama-kelamaan gadis itu akan kehabisan tenaga. Dan apabila hal itu terjadi, bahaya yang mengerikan akan diterima dari si tinggi besar ini.

Setelah berpikir demikian, Ningrum segera melesat kabur. Tentu saja Raksasa Kulit Baja menjadi terkejut bukan main. Sungguh di luar dugaan kalau lawannya ini melarikan diri.

Buru-buru manusia bertubuh bagai raksasa itu berlari mengejar. Tapi karena ilmu meringankan tubuhnya masih berada jauh di bawah putri Raja Pisau Terbang itu, jarak antara mereka semakin bertambah jauh saja. Sampai akhirnya tubuh gadis itu lenyap di kejauhan.

Raksasa Kulit Baja memaki-maki dan menyumpah serapah. Dipandangi arah tubuh Ningrum menghilang, kemudian bergerak mengikutinya. Tak dipedulikan lagi anak buahnya yang tergeletak di dalam hutan dalam keadaan pingsan.

"Akan kucari ke mana pun kau pergi, perempuan keparat!" teriaknya keras. "Sekalian akan kucari pembunuh saudara angkatku, si Harimau Mata Satu. Ya, akan kucari si Dewa Arak alias Arya Buana.... "

(Harimau Mata Satu terbunuh oleh Arya Buana dalam serial Dewa Arak, episode "Pedang Bintang").

Ningrum mengerahkan segenap kemampuannya. Hatinya benar-benar ngeri membayangkan kalau sampai bisa ditangkap Raksasa Kulit Baja itu. Ancaman si tinggi besar itu tidak main-main dan benar-benar membuat bulu tengkuknya meremang.

Legalah hati Ningrum ketika tidak melihat lagi bayangan tubuh Raksasa Kulit Baja yang mengejarnya.

"Hhh...!" desah Ningrum pelan.

Gadis itu menghentikan larinya, dan untuk beberapa saat hanya berdiri termenung. Otaknya berpikir keras, apakah terus melanjutkan perjalanan atau kembali ke tempat ayahnya.

Jika kembali ke tempat ayahnya, dia bisa kembali berlatih. Disadari kalau dengan tingkat kepandaian sekarang ini, akan banyak mengalami kekecewaan-kekecewaan dalam petualangannya.

Setelah lama mempertimbangkan, Ningrum memutuskan untuk kembali pulang ke tempat kediaman ayahnya. Tekadnya, harus berlatih keras, dan tidak malas-malasan seperti dulu.

Setelah keputusannya bulat, gadis berpakaian serba hijau ini pun melesat dengan tujuan pasti. Tempat kediaman ayahnya.

Beberapa hari kemudian, sampailah gadis ini di mulut sebuah hutan yang menjadi tempat menyepi ayahnya. Dan baru saja hendak melangkah masuk, sebuah seruan keras membuatnya terpaksa mengurungkan langkah.

"Nisanak yang di depan! Tunggu sebentar!"

Ningrum menoleh ke belakang. Tampak di kejauhan, sesosok bayangan putih melesat cepat menuju ke arahnya. Dalam waktu sekejap saja sosok bayangan itu telah berada di depannya.

Ningrum memperhatikan sosok tubuh di hadapannya ini dengan pandangan mata kagum. Betapa tidak? Sosok tubuh di hadapannya ini ternyata adalah seorang wanita cantik jelita. Walaupun Ningrum menyadari kalau dirinya terhitung cantik, tapi secara jujur diakui kalau wanita di hadapannya ini memiliki kecantikan yang mengunggulinya.

"Ada apa, Kak?" tanya Ningrum ramah.

"Ah, tidak. Aku hanya ingin bertanya. Apakah betul di sini tempat tinggal Raja Pisau Terbang?" tanya wanita yang tidak lain adalah Melati.

Ningrum mengerutkan alisnya yang indah. Dari mana wanita di hadapannya ini mengetahui kalau ayahnya tinggal di sini?

"Kalau boleh tahu, Kakak ini sebenarnya siapa?"

"Panggil saja aku Melati," jawab gadis berpakaian serba putih ini pelan.

Dari raut wajah dan nada suaranya, nampak kalau gadis itu tidak suka mendapat pertanyaan itu.

"Hm... Begini, Kak. Ada urusan apa sehingga Kakak menanyakan tempat tinggal Raja PisauTerbang?" tanya Ningrum lagi, bernada tidak enak.

Tentu saja diapun mengetahui kalau wanita di hadapannya ini tidak senang mendapat pertanyaan seperti itu. Perasaan simpatinya pun pupus seketika.

"Apa urusannya hal itu denganmu?!" sambut Melati ketus.

"Apa urusannya?!" pekik Ningrum keras. Meluap sudah kemarahan yang sejak tadi ditahan-tahannya.

"Perlu kau ketahui, wanita liar! Aku adalah putri dari orang yang kau cari itu!"

Terbelalak sepasang mata Melati yang berjuluk Dewi Penyebar Maut itu. "Apa?! Kau putri Raja Pisau Terbang? Kau... , kau yang bernama Ningrum itu? Ah... ! Mengapa aku begitu bodoh?! Gadis cantik bertahi lalat di pipi kiri, dan berpakaian serba hijau! Tololnya aku... ! Sungguh aku tidak tahu kalau musuhku berada di depan mata!"

Kini ganti sepasang mata Ningrum yang terbelalak. "Apa katamu?! Siapa dan apa maksudmu sebenarnya?" tanya Ningrum tak mengerti.

"Ingatkah kau pada Raja Racun Pencabut Nyawa yang telah kau bunuh secara curang?!" tanya Melati dengan kasar sambil mencorongkan matanya.

Tak terasa Ningrum mengangguk.

"Nah! Perlu kau ketahui, Ningrum. Raja Racun Pencabut Nyawa itu adalah ayahku. Sengaja aku datang ke sini untuk mencabut nyawamu! Bersiaplah, Ningrum. Agar kau tidak mati secara percuma!"

"Ayahnya iblis, anaknya pun pasti kuntilanak! Jadi, sudah kewajibanku untuk melenyapkan bibit penyakit yang ada di dunia!" balas Ningrum tak kalah gertak.

"Terimalah kematianmu, Ningrum!"

Dibarengi ucapannya, Melati menerjang putri Raja Pisau Terbang dengan jari-jari tangan berbentuk cakar naga ke arah ulu hati.

Suara bercicitan terdengar mengawali serangan Melati. Dari bunyi angin itu, Ningrum sudah dapat mengetahui betapa tingginya tenaga dalam yang mengarah dadanya itu.

Buru-buru gadis bertahi lalat ini melangkahkan kaki kanannya ke kiri belakang, sehingga serangan itu lewat di depan dadanya. Dengan cepat Ningrum mengirimkan serangan balasan ke arah pelipis Dewi Penyebar Maut itu.

Gadis berpakaian serba putih itu memiringkan kepalanya, sambil tangan kirinya menangkis serangan itu.

“Plakkk... !”

"Aih...!"

Ningrum menjerit. Dirasakan jari-jari tangannya yang beradu dengan jari-jari tangan lawan sakit bukan main. Bahkan sekujur tangannya terasa lumpuh. Suatu bukti kalau tenaga dalam Dewi Penyebar Maut jauh lebih kuat darinya.

Tetapi bukan Ningrum namanya kalau baru beradu tangan sekali, sudah kapok. Malah sebaliknya, rasa penasaran segera timbul. Mana mungkin gadis itu lebih lihai darinya. Gurunya saja belum jelas. Mungkinkah guru gadis itu lebih lihai dari ayahnya? Karena belum dibuktikan, jadi tidak ada alasan baginya untuk tidak melawan gadis itu. Dan kini Ningrum menyerang dahsyat. Dikeluarkan seluruh kemampuan yang dimilikinya.

Tetapi, lagi-lagi untuk yang kesekian kalinya, Ningrum harus menerima kenyataan pahit. Setiap serangannya selalu mudah dapat dielakkan Dewi Penyebar Maut. Sebaliknya, setiap serangan balasan yang dilakukan gadis itu, memaksanya pontang-panting untuk menyelamatkan diri.

Setelah beberapa jurus bertarung, sadarlah Ningrum kalau gadis yang bernama Melati itu memiliki kemampuan beberapa tingkat di atasnya. Baik dalam tenaga, maupun kecepatan gerak. Dan dalam waktu sebentar saja Ningrum sudah terdesak hebat, sehingga hanya mampu bertahan tanpa berani balas menyerang.

Ningrum sadar. Kalau keadaan ini terus berlangsung, sudah pasti akhirnya ia akan rubuh di tangan putri Raja Racun Pencabut Nyawa ini. Maka taktik harus dirubah, kalau ingin selamat.

"Cabut senjatamu, gadis jahat! Kalau kau tidak mau mati sia-sia di tanganku!" dengus Ningrum.

Belum habis ucapannya, tubuh Ningrum sudah melenting ke belakang. Dan ketika hinggap di tanah dengan manis, pada kedua tangannya telah tergenggam sebuah pisau putih berkilat.

"Menghadapi pengecut-pengecut seperti kau dan dua orang temanmu yang telah kukirim ke akherat, tidak perlu mengeluarkan senjata!" dengus Dewi Penyebar Maut tak kalah garangnya.

Putri Raja Pisau Terbang ini kaget mendengar ucapan gadis berpakaian serba putih itu. Sudah bisa ditebak, siapa yang dimaksud dua orang temannya itu. Pasti Satria dan Mega! Jadi, iblis wanita ini telah membunuhnya!

Menilik kepandaiannya, memang merupakan suatu hal yang mudah bagi gadis itu untuk membunuh kedua murid kepala Perguruan Tangan Sakti.

"Kuntilanak sombong! Kau harus mati di tanganku untuk menebus nyawa kedua orang temanku yang telah kau bunuh itu! Haaat...!"

Sambil berteriak nyaring, Ningrum melompat menerjang Melati. Dua buah pisau putih berkilat di tangannya, mengeluarkan suara berdesing ketika berkelebat cepat mencari sasaran-sasaran di tubuh gadis berpakaian serba putih itu.

Melati tahu betapa berbahayanya sepasang pisau terbang itu. Juga, betapa kuatnya tenaga yang terkandung dalam setiap sabetan, atau tusukan pisau itu. Maka gadis itu tidak berani bertindak ceroboh. Apalagi untuk memapak kedua pisau itu dengan tangan telanjang. Sekarang ini Ningrum tidak bisa disamakan dengan Satria dan Mega!

Beberapa saat lamanya, Dewi Penyebar Maut hanya menghindar terus. Gadis ini tidak ingin bertindak gegabah. Diperhatikan baik-baik setiap serangan Ningrum. Memang, dengan tingkat ilmu meringankan tubuh yang berada cukup jauh di atas Ningrum tidak sukar baginya untuk mengelakkan setiap serangan.

Ningrum menggertakkan giginya dengan perasaan geram. Hatinya dongkol bukan kepalang, melihat lawannya itu hanya mengelak tanpa balas menyerang. Jelas dia merasa diremehkan. Hal ini membuat amarahnya kian meluap. Dan sebagai akibatnya, serangan kedua pisau terbangnya pun semakin bertubi-tubi.

Melati yang merasa sudah cukup mengetahui perkembangan gerak dan ciri khas pada setiap serangan lawan, kini mulai balas menyerang.

Pelahan namun pasti, putri Raja Pisau Terbang itu mulai terdesak. Serangan-serangan pisau terbangnya mulai mengendor. Sampai akhirnya sepasang pisau berwarna putih berkilat itu hanya dipakai untuk mempertahankan diri dari setiap serangan Melati.

Tak terasa Ningrum mengeluh dalam hati. Diakui kalau kepandaian Melati memang berada jauh di atasnya. Dan rasa-rasanya, kepandaian gadis ini tak kalah dengan kepandaian Raja Racun Pencabut Nyawa!

"Akh...!"

Ningrum memekik ketika sebuah totokan ujung kaki Dewi Penyebar Maut menyerang pergelangan tangan kirinya. Kontan sekujur tangannya terasa lumpuh. Dan tanpa dapat ditahan lagi, pisau terbangnya pun terlepas dari pegangan.

Belum lagi gadis itu berbuat sesuatu, serangan susulan dari Melati telah menyusul tiba. Tangan kanan menyampok pelipis, sedangkan tangan kiri dari arah bawah, mengancam dagu.

Ningrum kaget bukan main. Serangan itu datang begitu cepat. Sudah bisa diperkirakan kalau akhirnya ia akan tewas di tangan putri Raja Racun Pencabut Nyawa ini.

Mendadak saja, ada sesuatu yang menarik tubuhnya ke belakang. Dan untunglah, kedua serangan maut itu hanya mengenai tempat kosong. Buru-buru Ningrum menoleh ke belakang, melihat sosok yang telah menolongnya.





OBJEK WISATA MANCA NEGARA


Teluk Wilhelmina Antartika

Kota Tua Samarkand, Uzbekistan
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Air Terjun Victoria Afrika
Air Terjun Victoria Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Panorama Alam Georgia
Panorama Alam Georgia
Kebun Raya Singapura
Kebun Raya Singapura
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Dataran Guci Xiangkhouang, Laos
Dataran Guci Xiangkhoung, Laos
Danau Iskanderkul Tajikistan
Danau Iskanderkul Tajikistan
Piramida Giza Mesir
Piramida Giza Mesir
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Selat Drake Antartika Amerika
Selat Drake Antartika Amerika
Istana Kekaisaran Tokyo
Istana Kekaisaran Tokyo
Jembatan Gerbang Emas
Jembatan Gerbang Emas - Amerika
Air Terjun Niagara
Air Terjun Niagara Prancis
Grand Canyon
Grand Canyon Amerika
Pasar Terbesar di Bangkok
Pasar Terbesar di Bangkok
Taman Nasional Yellowstone
Taman Nasional Yellowstone - Amerika
Burj Khalifa - Dubai
Budj Khalifa Dubai
Taj Mahal
Taj Mahal India
Musium Amir Temur Uzbekistan
Musium Amir Temur Uzbekista
Blackpool - Amerika
Blackpool Irlandia
Taman Nasional Blue Mountain - Sydney
Taman Nasional Blue Mountain Sydney
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Danau Baikal Rusia
Danau Baikal Rusia
Biara Meteora Yunani
Biara Meteora Yunani
Pantai Bondi Australia
Pantai Bondi Australia
Menara Eiffel Prancis
Menara Eiffel Prancis
Musium Van Gogh Belanda
Musium Van Gogh Belanda
Gedung Opera Sydney
Gedung Opera Sydney
Gunung Meja Afrika
Gunung Meja Afrika
Menara Kembar Petronas Malaysia
Menara Kembar Petronas Malaysia

===============================




Air Terjun Victoria Afrika

No comments:

Post a Comment