Tak terasa lima puluh jurus kembali telah berlalu. Dan selama itu, tetap saja belum ada satu pun serangan kakek tinggi kurus ini yang mengenai sasaran. Hal ini membuat kemarahan Ki Jatayu kian berkobar. Amarah, membuat napasnya kian cepat memburu. Kakek ini memang sudah merasa lelah bukan main!
Sebetulnya kalau saja Ki Jatayu tidak terlalu bernafsu, tidak akan selelah itu. Tapi, karena bertarung diiringi amarah yang meluap-¬luap, kelelahan lebih cepat datang.
"Grrrrhhh...!"
Tiba-tiba saja kakek itu menggeram, disertai pengerahan seluruh tenaga dalamnya. Ki Jatayu memang bermaksud merubuhkan Dewa Arak melalui serangan suara, seperti seekor harimau yang mengaum untuk melumpuhkan lawannya.
Akibatnya memang hebat sekali. Tubuh Melati sendiri sampai terhuyung akan jatuh. Padahal bukan dirinya yang diserang! Apalagi Dewa Arak yang menerima serangan itu secara langsung!
Wajah Dewa Arak memucat. Kedua kakinya mendadak lemas secara tiba-tiba. Tanpa dapat ditahan lagi, tubuhnya pun ambruk ke tanah. Dan saat itulah Ki Jatayu melompat menerkam. Kedua tangannya mengembang, dengan jari-jari membentuk cakar. Serangan itu mengingatkan orang akan serangan seekor harimau pada mangsa yang telah tidak berdaya lagi.
“Wuttt...!”
Angin menderu dahsyat, seolah-olah di tempat itu terjadi badai.
"Ah...!" Melati menjerit melihat bahaya maut mengancam Dewa Arak.
"Ehm...,"
Ki Julaga berdehem untuk menutupi keterkejutan hatinya. Disadari kalau dia tidak mungkin dapat menolong murid Ki Gering Langit ini. Serangan itu datang tiba-tiba sekali, sementara jaraknya dari pemuda berambut putih keperakan itu cukup jauh.
Arya memang terperanjat bukan main melihat serangan itu. Tapi, sebenarnya pemuda ini tidak gugup. Ilmu 'Belalang Sakti" memang memiliki banyak keistimewaan. Dalam posisi sesulit apapun dia dapat bergerak dan melompat. Maka walaupun menurut perkiraan serangan itu tidak akan dapat dielakkan, tapi Arya masih mampu mengelak. Tubuhnya melenting ke atas.
“Brakkk...!”
Lantai gua hancur berantakan ketika kedua tangan Ki Jatayu menghantamnya. Di saat itulah, Dewa Arak yang tadi melenting tepat di atas tubuh Ki Jatayu, mengayunkan gucinya.
Dikerahkan seluruh tenaga dalam yang dimiliki dalam serangan ini. Di samping itu, dari keadaan lemah tak bertenaga, mendadak menjadi kokoh kuat, dan mantap penuh tenaga.
“Wusss...!”
“Prak...!”
"Aaakh...!" Ki Jatayu menjerit keras.
Memang, tanpa ampun lagi, guci itu telak sekali menghantam kepala Ki Jatayu. Kakek ini memang sudah terlalu lelah sehingga tak mampu mengelak. Apalagi kedua tangannya masih terhunjam dalam di tanah.
Terdengar suara keras berderak. Disusul ambruknya tubuh itu di tanah. Beberapa saat lamanya tubuh itu menggelepar-gelepar sebelum akhirnya diam tak bergerak lagi.
"Hup...!"
Ringan tanpa suara, kedua kaki Arya hinggap di tanah. Belum juga pemuda berambut putih keperakan ini berbuat sesuatu, terdengar seruan gembira disusul melesatnya sesosok bayangan putih menghampirinya.
"Kakang...!"
Dewa Arak mengembangkan lengannya. Langsung didekapnya tubuh Melati erat-erat, begitu tubuh gadis berpakaian putih itu telah berada di dalam pelukannya.
Sesaat lamanya mereka saling berpelukan erat seperti melupakan ada orang lain di situ. Pelukan keduanya baru mengendur ketika terdengar suara mendehem. Rupanya saking gembira, keduanya lupa pada Ki Julaga!
"Ah...! Hampir aku putus asa melihat keadaanmu itu, Kang Arya. Kau... kau..., hebat sekali...," puji Melati dengan wajah memerah.
Pelahan namun pasti dilepaskan pelukannya. Rasa gembiranya melihat pemuda itu selamat dari bahaya maut, sungguh membuatnya lupa. Dan kini begitu teringat, timbullah rasa malunya. Apalagi di situ ada Ki Julaga, gurunya.
Dewa Arak pun melepaskan pelukannya.
"Kau hebat, Anak Muda," puji Ki Julaga sambil melangkah mendekat
Seketika wajah Dewa Arak memerah. "Ah! Kakek membuat aku malu saja. Apalah artinya kepandaian yang kumiliki bila dibandingkan de¬ngan kepandaian Kakek."
Kakek kecil kurus ini hanya tersenyum. Perasaan kagum timbul dalam hatinya, melihat sikap rendah hati yang ditunjukkan pemuda itu.
"Siapa namamu, Anak Muda?"
"Arya, Kek," jawab Dewa Arak sopan.
Dari Melati Dewa Arak telah tahu kalau kakek di hadapannya ini, sudah lama ingin mengembalikan kitab-kitab Ki Gering Langit. Maka Arya memutuskan untuk tidak memerangi kakek ini. Apalagi dari pembicaraan yang tadi didengarnya, diketahui kalau kakek ini telah sadar dari kekeliruannya.
"Julukannya Dewa Arak, Kek," selak Melati penuh rasa bangga.
Ki Julaga hanya manggut-manggut. Tentu saja dia tidak pernah mendengar julukan itu, karena selama ini bersembunyi di guanya.
"Oh ya, Arya. Semua kitab-kitab yang kau cari, kebetulan ada di sini. Ki Jatayu telah membawa kitab-kitab yang telah dicurinya kemari. Maksudnya, ingin ditukarkan dengan kitab-kitab yang ada di sini."
Setelah berkata demikian kakek ini lalu memberi semua kitab-kitab Ki Gering Langit yang telah dicuri, dan diserahkan pada Dewa Arak
"Inilah semua kitab-kitab itu, Arya," ucap Ki Julaga.
Dewa Arak menerima kitab-kitab itu. Diperhatikan sejenak satu persatu. Lalu diambilnya satu dari sekian banyak kitab. Sebuah kitab yang sangat tipis dan pada sampulnya bertuliskan huruf-huruf yang berbunyi, 'Jurus Membakar Matahari'!
Jurus sakti yang dipersiapkan khusus untuk 'Tenaga Dalam Inti Matahari' yang telah dimiliki Arya. Kemudian kitab-kitab yang lainnya dikembalikan kepada kakek itu kembali.
"Heh?! Mengapa, Arya?" tanya kakek itu heran.
Melati pun kaget.
"Semula memang aku berniat mengambilnya untuk dikembalikan ke tempat semula. Tapi karena kini Kakek telah menyadari kesalahan Kakek, kuputuskan untuk meninggalkan semua itu pada Kakek. Di tangan Kakek kitab-kitab itu akan aman. Tak mungkin kalau harus kubawa sekian banyak kitab dalam pengembaraanku," jelas Arya.
Ki Julaga manggut-manggut mengerti.
"Kalau begitu, aku mohon diri, Kek," pamit Arya. "Banyak orang yang masih membutuhkan pertolonganku."
"Aku ikut!" teriak Melati. "Boleh, Kek?" tanya gadis itu sambil memandang penuh harap pada Ki Julaga.
Ki Julaga termenung sejenak. Kemudian pelahan-lahan kepalanya menggeleng.
"Kenapa, Kek?" tanya Melati. Rasa kecewa yang amat sangat membayang pada wajahnya.
"Kau baru saja datang. Dan, rasa rinduku padamu belum juga hilang. Masa' sudah akan pergi lagi. Tinggallah di sini sekitar sepekan, agar kerinduanku padamu terobati."
"Tapi, Kek...."
"Benar kata Kakek, Melati," Dewa Arak memberi dukungan. "Setelah kerinduan Kakek padamu terobati, kau bisa menyusulku. Tidak sulit kan mencari jejakku?"
Melati pun terdiam. Ucapan Arya menyadarkan dirinya, untuk tidak terlalu mementingkan diri sendiri. Waktu untuknya dan untuk Dewa Arak masih sangat panjang. Tapi, bagi Ki Julaga? Kapan lagi dapat membalas budi kakek kecil kurus ini selama ini kalau tidak sekarang?
"Pergilah, Melati.... Kakek tadi hanya bergurau saja," ucap kakek kecil kurus itu ketika muridnya termenung.
Sesak dada gadis berpakaian serba putih ini karena rasa haru yang mendalam. Melati tahu kalau ucapan gurunya ini tidak sesuai dengan isi hati kakek itu sendiri. Kakek itu terlalu menyayanginya dan tidak ingin membuatnya bersedih.
"Kakek...!"
Melati berlari ke arah Ki Julaga. Kakek itu pun mengembangkan lengan dan memeluk tubuh gadis itu. Dibelai belainya rambut gadis itu penuh kasih sayang. Tanpa dapat ditahan sebutir air bening menggulir dari sepasang matanya. Namun gadis itu bergegas menghapusnya.
"Melati ingin tinggal..., dan menemani Kakek...," ucap Melati terputus-putus. Air mata gadis ini pun tumpah tanpa dapat ditahannya lagi.
''Tidak usah memaksakan diri, Melati. Pergilah! Sungguh, Kakek tidak apa-apa."
'Tidak, Kek! Melati ingin tinggal bersama Kakek!" tegas kata-kata gadis itu.
Dewa Arak tersenyum. Ada rasa keharuan yang mendalam di hatinya melihat adegan yang mengharukan itu. Tapi Dewa Arak tidak ingin mengusik mereka. Diguratkan jarinya pada dinding gua.
Melati.. aku pergi dulu. Jika kau sudah merasa cukup menemani, carilah aku. Ingat, aku selalu menyayangimu
Dewa Arak melangkah pelahan meninggalkan gua itu. Ada keharuan yang amat sangat menyelubungi hati melihat adegan pertemuan yang baru saja disaksikannya. Dia sadar, Melati bukan miliknya sendiri.
Lambat tapi pasti, sosok tubuh Arya kian mengecil dan mengecil. Hingga akhirnya lenyap di kejauhan. Masih banyak tugas yang harus dikerjakan Dewa Arak. Tugasnya selaku seorang pendekar.
SELESAI
Sebetulnya kalau saja Ki Jatayu tidak terlalu bernafsu, tidak akan selelah itu. Tapi, karena bertarung diiringi amarah yang meluap-¬luap, kelelahan lebih cepat datang.
"Grrrrhhh...!"
Tiba-tiba saja kakek itu menggeram, disertai pengerahan seluruh tenaga dalamnya. Ki Jatayu memang bermaksud merubuhkan Dewa Arak melalui serangan suara, seperti seekor harimau yang mengaum untuk melumpuhkan lawannya.
Akibatnya memang hebat sekali. Tubuh Melati sendiri sampai terhuyung akan jatuh. Padahal bukan dirinya yang diserang! Apalagi Dewa Arak yang menerima serangan itu secara langsung!
Wajah Dewa Arak memucat. Kedua kakinya mendadak lemas secara tiba-tiba. Tanpa dapat ditahan lagi, tubuhnya pun ambruk ke tanah. Dan saat itulah Ki Jatayu melompat menerkam. Kedua tangannya mengembang, dengan jari-jari membentuk cakar. Serangan itu mengingatkan orang akan serangan seekor harimau pada mangsa yang telah tidak berdaya lagi.
“Wuttt...!”
Angin menderu dahsyat, seolah-olah di tempat itu terjadi badai.
"Ah...!" Melati menjerit melihat bahaya maut mengancam Dewa Arak.
"Ehm...,"
Ki Julaga berdehem untuk menutupi keterkejutan hatinya. Disadari kalau dia tidak mungkin dapat menolong murid Ki Gering Langit ini. Serangan itu datang tiba-tiba sekali, sementara jaraknya dari pemuda berambut putih keperakan itu cukup jauh.
Arya memang terperanjat bukan main melihat serangan itu. Tapi, sebenarnya pemuda ini tidak gugup. Ilmu 'Belalang Sakti" memang memiliki banyak keistimewaan. Dalam posisi sesulit apapun dia dapat bergerak dan melompat. Maka walaupun menurut perkiraan serangan itu tidak akan dapat dielakkan, tapi Arya masih mampu mengelak. Tubuhnya melenting ke atas.
“Brakkk...!”
Lantai gua hancur berantakan ketika kedua tangan Ki Jatayu menghantamnya. Di saat itulah, Dewa Arak yang tadi melenting tepat di atas tubuh Ki Jatayu, mengayunkan gucinya.
Dikerahkan seluruh tenaga dalam yang dimiliki dalam serangan ini. Di samping itu, dari keadaan lemah tak bertenaga, mendadak menjadi kokoh kuat, dan mantap penuh tenaga.
“Wusss...!”
“Prak...!”
"Aaakh...!" Ki Jatayu menjerit keras.
Memang, tanpa ampun lagi, guci itu telak sekali menghantam kepala Ki Jatayu. Kakek ini memang sudah terlalu lelah sehingga tak mampu mengelak. Apalagi kedua tangannya masih terhunjam dalam di tanah.
Terdengar suara keras berderak. Disusul ambruknya tubuh itu di tanah. Beberapa saat lamanya tubuh itu menggelepar-gelepar sebelum akhirnya diam tak bergerak lagi.
"Hup...!"
Ringan tanpa suara, kedua kaki Arya hinggap di tanah. Belum juga pemuda berambut putih keperakan ini berbuat sesuatu, terdengar seruan gembira disusul melesatnya sesosok bayangan putih menghampirinya.
"Kakang...!"
Dewa Arak mengembangkan lengannya. Langsung didekapnya tubuh Melati erat-erat, begitu tubuh gadis berpakaian putih itu telah berada di dalam pelukannya.
Sesaat lamanya mereka saling berpelukan erat seperti melupakan ada orang lain di situ. Pelukan keduanya baru mengendur ketika terdengar suara mendehem. Rupanya saking gembira, keduanya lupa pada Ki Julaga!
"Ah...! Hampir aku putus asa melihat keadaanmu itu, Kang Arya. Kau... kau..., hebat sekali...," puji Melati dengan wajah memerah.
Pelahan namun pasti dilepaskan pelukannya. Rasa gembiranya melihat pemuda itu selamat dari bahaya maut, sungguh membuatnya lupa. Dan kini begitu teringat, timbullah rasa malunya. Apalagi di situ ada Ki Julaga, gurunya.
Dewa Arak pun melepaskan pelukannya.
"Kau hebat, Anak Muda," puji Ki Julaga sambil melangkah mendekat
Seketika wajah Dewa Arak memerah. "Ah! Kakek membuat aku malu saja. Apalah artinya kepandaian yang kumiliki bila dibandingkan de¬ngan kepandaian Kakek."
Kakek kecil kurus ini hanya tersenyum. Perasaan kagum timbul dalam hatinya, melihat sikap rendah hati yang ditunjukkan pemuda itu.
"Siapa namamu, Anak Muda?"
"Arya, Kek," jawab Dewa Arak sopan.
Dari Melati Dewa Arak telah tahu kalau kakek di hadapannya ini, sudah lama ingin mengembalikan kitab-kitab Ki Gering Langit. Maka Arya memutuskan untuk tidak memerangi kakek ini. Apalagi dari pembicaraan yang tadi didengarnya, diketahui kalau kakek ini telah sadar dari kekeliruannya.
"Julukannya Dewa Arak, Kek," selak Melati penuh rasa bangga.
Ki Julaga hanya manggut-manggut. Tentu saja dia tidak pernah mendengar julukan itu, karena selama ini bersembunyi di guanya.
"Oh ya, Arya. Semua kitab-kitab yang kau cari, kebetulan ada di sini. Ki Jatayu telah membawa kitab-kitab yang telah dicurinya kemari. Maksudnya, ingin ditukarkan dengan kitab-kitab yang ada di sini."
Setelah berkata demikian kakek ini lalu memberi semua kitab-kitab Ki Gering Langit yang telah dicuri, dan diserahkan pada Dewa Arak
"Inilah semua kitab-kitab itu, Arya," ucap Ki Julaga.
Dewa Arak menerima kitab-kitab itu. Diperhatikan sejenak satu persatu. Lalu diambilnya satu dari sekian banyak kitab. Sebuah kitab yang sangat tipis dan pada sampulnya bertuliskan huruf-huruf yang berbunyi, 'Jurus Membakar Matahari'!
Jurus sakti yang dipersiapkan khusus untuk 'Tenaga Dalam Inti Matahari' yang telah dimiliki Arya. Kemudian kitab-kitab yang lainnya dikembalikan kepada kakek itu kembali.
"Heh?! Mengapa, Arya?" tanya kakek itu heran.
Melati pun kaget.
"Semula memang aku berniat mengambilnya untuk dikembalikan ke tempat semula. Tapi karena kini Kakek telah menyadari kesalahan Kakek, kuputuskan untuk meninggalkan semua itu pada Kakek. Di tangan Kakek kitab-kitab itu akan aman. Tak mungkin kalau harus kubawa sekian banyak kitab dalam pengembaraanku," jelas Arya.
Ki Julaga manggut-manggut mengerti.
"Kalau begitu, aku mohon diri, Kek," pamit Arya. "Banyak orang yang masih membutuhkan pertolonganku."
"Aku ikut!" teriak Melati. "Boleh, Kek?" tanya gadis itu sambil memandang penuh harap pada Ki Julaga.
Ki Julaga termenung sejenak. Kemudian pelahan-lahan kepalanya menggeleng.
"Kenapa, Kek?" tanya Melati. Rasa kecewa yang amat sangat membayang pada wajahnya.
"Kau baru saja datang. Dan, rasa rinduku padamu belum juga hilang. Masa' sudah akan pergi lagi. Tinggallah di sini sekitar sepekan, agar kerinduanku padamu terobati."
"Tapi, Kek...."
"Benar kata Kakek, Melati," Dewa Arak memberi dukungan. "Setelah kerinduan Kakek padamu terobati, kau bisa menyusulku. Tidak sulit kan mencari jejakku?"
Melati pun terdiam. Ucapan Arya menyadarkan dirinya, untuk tidak terlalu mementingkan diri sendiri. Waktu untuknya dan untuk Dewa Arak masih sangat panjang. Tapi, bagi Ki Julaga? Kapan lagi dapat membalas budi kakek kecil kurus ini selama ini kalau tidak sekarang?
"Pergilah, Melati.... Kakek tadi hanya bergurau saja," ucap kakek kecil kurus itu ketika muridnya termenung.
Sesak dada gadis berpakaian serba putih ini karena rasa haru yang mendalam. Melati tahu kalau ucapan gurunya ini tidak sesuai dengan isi hati kakek itu sendiri. Kakek itu terlalu menyayanginya dan tidak ingin membuatnya bersedih.
"Kakek...!"
Melati berlari ke arah Ki Julaga. Kakek itu pun mengembangkan lengan dan memeluk tubuh gadis itu. Dibelai belainya rambut gadis itu penuh kasih sayang. Tanpa dapat ditahan sebutir air bening menggulir dari sepasang matanya. Namun gadis itu bergegas menghapusnya.
"Melati ingin tinggal..., dan menemani Kakek...," ucap Melati terputus-putus. Air mata gadis ini pun tumpah tanpa dapat ditahannya lagi.
''Tidak usah memaksakan diri, Melati. Pergilah! Sungguh, Kakek tidak apa-apa."
'Tidak, Kek! Melati ingin tinggal bersama Kakek!" tegas kata-kata gadis itu.
Dewa Arak tersenyum. Ada rasa keharuan yang mendalam di hatinya melihat adegan yang mengharukan itu. Tapi Dewa Arak tidak ingin mengusik mereka. Diguratkan jarinya pada dinding gua.
Melati.. aku pergi dulu. Jika kau sudah merasa cukup menemani, carilah aku. Ingat, aku selalu menyayangimu
Dewa Arak melangkah pelahan meninggalkan gua itu. Ada keharuan yang amat sangat menyelubungi hati melihat adegan pertemuan yang baru saja disaksikannya. Dia sadar, Melati bukan miliknya sendiri.
Lambat tapi pasti, sosok tubuh Arya kian mengecil dan mengecil. Hingga akhirnya lenyap di kejauhan. Masih banyak tugas yang harus dikerjakan Dewa Arak. Tugasnya selaku seorang pendekar.
SELESAI
OBJEK WISATA MANCA NEGARA
===============================
No comments:
Post a Comment