Dan kini lambat laun jarak di antara mereka kian mendekat. Dan hanya tinggal satu tombak lagi, maka wanita itu pun akan terjangkau tangan Dewa Arak.
Tapi tiba-tiba Arya Buana merasakan adanya kelainan pada suasana di sekitarnya. Arus air sungai ini tiba-tiba menjadi deras bukan main. Tubuhnya pun tanpa ampun terseret deras. Tentu saja pemuda ini kaget bukan main.
Memang, pemuda berambut putih keperakan ini masih muda dan kurang pengalaman. Maka tidak aneh, kalau belum menyadari mengapa tiba-tiba arus sungai mendadak begitu deras.
Ketika terdengar gemuruh air, baru pemuda ini sadar akan apa yang terjadi. Ternyata tubuhnya telah terseret arus sungai menuju air terjun! Dan Arya tahu apa yang akan menantinya di bawah sana. Apalagi kalau bukan batu-batu yang akan meremukkan sekujur tubuh dan tulang-tulangnya.
Kini Arya berbalik arah. Sekuat tenaga ia berenang melawan arus yang akan membawanya ke air terjun. Dibatalkan niatnya untuk menolong wanita yang hanyut itu. Tetapi di sini pemuda berambut keperakan ini baru menyadari betapa sedikit ilmu yang dimilikinya bila dibandingkan kekuasaan Allah.
Tenaga dalam yang selama ini boleh dibilang belum tertandingi, tidak berarti apa-apa menghadapi arus air yang akan membawa tubuhnya untuk dirajam di bawah sana. Sedikit demi sedikit tubuhnya mulai terseret mendekati air terjun. Dan kekuatan arus air yang menariknya pun semakin kuat.
Sementara itu, Gumala rupanya tidak sabar menunggu Arya terlalu lama. Setelah lama mempertimbangkan, akhirnya diputuskan untuk menyusul Dewa Arak.
Dapat dibayangkan betapa kaget hati Gumala, melihat pemuda berambut putih keperakan itu tengah berjuang keras menghadapi arus air yang akan meluluh -lantakkan tubuhnya di bawah sana.
Pemuda tampan ini segera memutar otaknya, mencari jalan untuk menyelamatkan Arya. Sepasang matanya berputar berkeliling. Akhirnya, pandang matanya segera tertumbuk pada sebatang pohon yang mempunyai cabang yang melintang tepat di mulut air terjun.
Buru-buru Gumala berkelebat ke sana. Rencananya, dengan bergelayut pada cabang pohon itu, tubuh Dewa Arak hendak ditangkapnya.
Sementara itu Dewa Arak yang sama sekali tidak melihat kedatangan temannya itu, seperti merasa pasrah atas keadaan dirinya. Namun demikian dia tetap mencoba melawan tarikan arus air ini dengan tenaganya. Yang jelas, harus dicari cara lain kalau ingin selamat. Dalam waktu yang hanya beberapa detik itu otaknya bekerja keras.
Untunglah di saat terakhir, Arya menemukan suatu jalan. Dan seperti merestui pilihannya, tiba-tiba sebuah ranting pohon sebesar pergelangan tangan dan sepanjang hampir setengah tombak, melayang deras ke arahnya.
Buru-buru Arya mengulurkan tangan menangkapnya. Baru saja tangan pemuda itu berhasil mencekal cabang pohon itu, tubuhnya telah sampai di bibir air terjun. Saat Dewa Arak berhasil menangkap ranting pohon, tubuh Gumala melesat ke arah cabang pohon.
"Hiyaaa...!"
"Hup!"
Cabang pohon itu bergoyang keras ketika kedua kaki pemuda tampan itu hinggap. Landasan tempat untuk melompat memang tidak memungkinkan. Apalagi perasaan hati pemuda itu dilanda rasa cemas memikirkan keselamatan Arya.
Secepat kedua kakinya menginjak cabang pohon itu, secepat itu pula Gumala merubah posisinya. Kini tubuhnya bergantung di cabang pohon itu dengan kedua kakinya. Kepalanya mengarah ke bawah. Kedua tangannya berusaha menangkap tubuh Arya yang terbawa arus. Tapi....
"Aaa...!"
Terdengar jerit kengerian dari mulut Dewa Arak yang tubuhnya melayang deras ke bawah sambil menggenggam ranting pohon.
Pucat wajah Gumala! Beberapa saat lamanya, dia terdiam dalam keadaan seperti itu. Gumala memandang ke bawah sana, dengan sinar mata tidak percaya apa yang dilihatnya.
"Kakang...!"
Tiba-tiba saja Gumala menjerit keras. Tanpa mempedulikan keselamatannya lagi, pemuda tampan itu melompat turun ke pinggir sungai dan mengikuti arah turunnya air terjun itu. Ingin diketahui apakah Arya tewas atau tidak! Dan seandainya tewas, mayat pemuda itu harus ditemukan!
Sungguhpun keadaannya bagai telur di ujung tanduk, Arya berusaha agar pikirannya tetap jernih. Segera saja disabetkannya ranting pohon yang digenggamnya ke air yang ikut tercurah bersamanya.
“Pyarrr...!”
Seketika kelompok air itu terpecah muncrat ke sana kemari. Begitu kerasnya benturan itu, ranting pohon yang digenggamnya pun terlepas dari pegangan. Dengan meminjam tenaga benturan tadi, Dewa Arak bersalto ke depan. Dan sekarang Arya telah terpisah dari curahan air terjun. Tetapi tentu saja begitu tenaga dorongnya habis, tubuhnya langsung melayang deras ke bawah!
Beberapa saat lamanya tubuh Arya melayang-layang di udara. Angin yang menderu keras di atas, membuat rambutnya yang putih keperakan berkibaran. Dewa Arak bertahan sekuat tenaga agar tidak jatuh pingsan saat melayang-¬layang.
Betapapun rasa kengerian yang amat sangat mencekam hatinya, tetap dikuatkan hati agar tetap sadar. Dan berkat kemauannya yang kuat, rasa takut yang melanda dapat ditekannya. Ia masih tetap sadar ketika tubuhnya melayang deras ke bawah, ke air!
“Byurrr...!”
Beberapa saat lamanya Arya gelagapan. Tubuhnya seketika tenggelam dalam air. Arus air sungai yang deras itu segera melahap tubuhnya yang memang sudah setengah sadar.
Pemuda berambut putih keperakan yang memang sudah lelah ini tidak kuasa lagi melawan arus sungai yang deras itu. Tubuhnya segera saja terombang-¬ambing dipermainkan air.
***
"Ohhh...!"
Arya mengeluh. Sepasang matanya pelahan mulai terbuka. Beberapa saat lamanya dikerjap-¬kerjapkan matanya untuk lebih memperjelas pandangan. Pemuda yang kini bertelanjang dada ini membelalakkan matanya.
Diperhatikan keadaan sekelilingnya. Kini baru disadari kalau tubuhnya tergeletak di tanah yang basah dan lembab. Kembali riak air menghantam kakinya. Arya bergegas bangkit dan memperhatikan sekelilingnya. Ternyata ia berada di pinggir sungai. Sekarang Arya baru teringat kembali akan kejadian yang dialaminya. Jadi, rupanya arus air itu telah menghempaskannya kemari!
Tiba-tiba hidung pemuda berambut putih keperakan ini mencium bau harum daging panggang. Seketika leher Arya menoleh ke sana kemari mencari asal bau harum itu. Dan dalam sekejap saja, telah diketahui arahnya.
Asap yang membumbung tinggi segera saja terlihat olehnya. Tanpa membuang-buang waktu lagi, Dewa Arak segera menghampiri asal asap itu. Perutnya yang terasa lapar sekali, membuatnya jadi bergegas menghampiri bau yang merangsang hidungnya itu. Rupanya 'perjuangannya' menghadapi arus air sungai telah membuat perutnya lapar.
Tak berapa lama kemudian, Arya melihat seseorang yang tengah memanggang seekor ayam. Ternyata itulah yang menjadi sumber bau harum itu. Pemuda ini bergegas mendekatinya.
Dan rupanya orang yang tengah memanggang ayam itu mengetahui kedatangannya. Kepalanya yang sejak tadi tertunduk, kini terangkat memandang ke depan. Dalam jarak yang hanya tinggal sekitar tiga tombak, baik Arya maupun orang yang tengah memanggang ayam sama-sama dapat melihat jelas diri masing-masing.
"Ahhh...!"
Dewa Arak dan orang itu sama-sama kaget. Langkah Arya langsung terhenti. Begitu pula orang itu. Tangannya yang sejak tadi sibuk membolak-¬balik ayam panggang di tangannya agar tidak hangus, berhenti bergerak.
Sementara itu, seketika Dewa Arak mengernyitkan keningnya. Orang yang tengah memanggang ayam itu ciri-cirinya cocok betul dengan yang diceritakan kakek pemilik kedai. Pemuda berwajah tampan, dengan raut wajah menyiratkan kekejaman. Pakaiannya serba coklat.
Dialah yang telah membasmi Perguruan Garuda Emas seorang diri. Pemuda yang tak lain adalah Darba itu juga terperanjat kaget ketika melihat Arya. Inikah orang yang berjuluk Dewa Arak itu? Kalau memang benar demikian, kenapa tidak tampak guci yang menjadi senjata andalannya?
"Kaukah Dewa Arak itu?" tanya Darba bernada kasar.
"Begitulah julukan yang diberikan padaku!" datar saja nada suara Arya
"Kau murid Ki Gering Langit, bukan?"
Arya menganggukkan kepalanya. "Benar."
Darba menggeram. "Kalau begitu, kau harus mampus!"
Setelah berkata demikian, Darba membanting ayam panggangnya. Secepat ayam itu jatuh ke tanah, secepat itu pula tubuhnya melesat
Arya terperanjat kaget bukan main. Dirasakan beberapa helai rambutnya berguguran. Padahal serangan itu belum mengenainya. Tahulah pemuda berambut putih keperakan itu kalau lawannya ini memiliki sebuah ilmu dahsyat.
Dan Arya mengenal ilmu yang digunakan pemuda baju coklat itu. Ilmu 'Tangan Pedang'. Salah satu ilmu milik gurunya yang dicuri dua orang pelayan gurunya sendiri. Seketika itu juga semangat pemuda ini timbul. Pemuda itu pasti mempunyai hubungan dengan salah satu dari dua orang pelayan gurunya. Mungkin pula muridnya! Dan jika itu benar, dia tidak perlu bersusah-payah mencari Melati. Dari pemuda ini pun bisa dikorek keterangan mengenai kedua pelayan itu. Dari sini tugasnya dapat dimulai, untuk mengambil kembali kitab-kitab milik gurunya.
Tanpa sungkan-sungkan lagi Dewa Arak segera mengelak dengan menggunakan jurus 'Delapan Langkah Belalang'. Tanpa meminum arak seperti biasanya, pemuda ini kontan mengerutkan alisnya. Dirasakan adanya perbedaan yang menyolok!
Di jurus-jurus awal, pemuda berambut putih keperakan ini tidak merasakan kelainan. Tapi menjelang jurus kedua puluh, baru dirasakan akibatnya. Kini Arya baru menyadari bahwa arak yang biasa diminum itu sebenarnya adalah sumber tenaga untuk ilmu 'Belalang Sakti'. Jika meminum arak, tidak ada kesulitan baginya untuk merubah kuda-kuda, dari posisi sempoyongan seperti lemah tak berdaya ke posisi mantap dan penuh tenaga
Tapi sekarang, berkali-kali pemuda ini mengalami kesulitan. Pelahan namun pasti kekuatannya mulai mengendur. Jurus 'Belalang Mabuk', dan jurus 'Delapan Langkah Belalang' ternyata banyak menguras tenaga. Seiring mulai lelahnya Arya, desakan-desakan Darba dirasakannya semakin berat. Lambat namun pasti Dewa Arak terdesak.
"Ha ha ha...!" pemuda berpakaian coklat itu tertawa bergelak. Suatu tawa kemenangan. "Hanya sampai di sini sajakah kepandaianmu yang tersohor itu, Dewa Arak?! Sungguh lucu sekali!"
Sambil berkata demikian, Darba terus memperhebat serangan-serangannya. Akibatnya, Arya semakin kewalahan! Pontang-panting Dewa Arak berjuang menyelamatkan selembar nyawanya.
Lewat empat puluh jurus, keadaan Arya kian mengkhawatirkan. Pemuda berambut putih keperakan ini tidak lagi mempergunakan jurus 'Belalang Mabuk'-nya. Melainkan hanya menggunakan jurus 'Delapan Langkah Belalang'. Jurus ini memang tidak terlalu membutuhkan tenaga seperti halnya jurus 'Belalang Mabuk'.
'Delapan Langkah Belalang', memang sebagian besar merupakan ilmu mengelak. Hanya sebagian kecil saja yang mengandung bagian penyerangan. Dengan jurus ini, Arya memang dapat menyelamatkan diri dari setiap serangan maut Darba. Tetapi sampai kapan dapat bertahan?
Tiba-tiba Darba meraung. Murid Ki Jatayu ini menjadi geram karena setelah sekian lamanya, Dewa Arak yang sudah terdesak ini masih mampu bertahan. Dan ini membuatnya marah bukan kepalang!
"Hiyaaa...!"
Pemuda berbaju coklat ini berteriak nyaring. Serangan-serangannya mendadak berubah secara tiba-tiba. Itulah jurus 'Selaksa Pedang Menembus Benteng'.
Arya terperanjat kaget. Kondisinya yang sudah lelah, tidak memungkinkan lagi untuk menghindari serangan itu. Tak ada jalan lain kecuali menangkis serangan itu. Buru-buru pemuda berambut putih keperakan ini mengempos seluruh tenaga yang dimiliki, kemudian menangkis keras serangan lawan.
“Plak...! Plak...!”
Terdengar suara benturan keras berkali-¬kali, ketika dua pasang tangan yang sama-sama mengandung tenaga dalam tinggi bertemu!
Arya yang memang sudah lelah, tak mampu menahan gempuran Darba yang memang memiliki tenaga dalam tinggi! Kontan tubuhnya terjengkang ke belakang. Sementara pemuda berpakaian coklat itu hanya terhuyung dua langkah ke belakang.
Belum juga Dewa Arak sempat berbuat sesuatu, serangan susulan telah menyusul lagi. Tak ada pilihan lain bagi Arya kecuali mernbanting tubuh ke tanah dan bergulingan. Tentu saja Darba tidak membiarkan lawannya lolos. Dikejarnya terus tubuh yang bergulingan itu dengan serangan-serangan maut.
Dewa Arak sadar kalau keadaannya amat berbahaya. Tidak mungkin dia harus terus berguling-gulingan untuk menyelamatkan diri. Paling tidak harus dicari jalan untuk lolos dari keadaan yang sulit ini!
"Haaat...!"
Sambil berteriak keras, tubuh Arya melenting ke udara. Berbareng dengan itu kaki kanannya menyapu pelipis lawannya.
Darba terperanjat, kaget bukan main. Sungguh di luar dugaan kalau Dewa Arak masih mampu berbuat seperti itu. Pemuda baju coklat ini tidak tahu kalau itu adalah salah satu keistimewaan ilmu 'Belalang Sakti’. Dengan ilmu itu Dewa Arak dapat melakukan gerakan melompat seperti apa pun dan dalam keadaan bagaimanapun.
Tepat saat kaki Arya melakukan sapuan, Darba pun tengah melancarkan serangan bertubi-¬tubi pada bagian dada, ulu hati, dan tenggorokan! Tentu kedua orang itu sama-sama terkejut bukan kepalang! Sedapat mungkin masing-masing berusaha mengelakkan serangan.Tapi terlambat!
“Plak! Buk..!”
"Akh...!"
"Hugh...!"
Baik Arya maupun Darba sama-sama terkena serangan masing-masing. Hanya saja berkat usaha terakhir mereka, jatuhnya serangan itu tidak tepat pada sasaran semula! Sapuan kaki Dewa Arak mengenai pangkal lengan Darba. Sementara tusukan dan bacokan tangan murid Ki Jatayu ini, mengenai bawah ketiak dan perut Arya.
Tubuh kedua pemuda yang sama-sama berilmu tinggi itu, terhuyung-huyung. Darba meringis. Dirasakan tulang pangkal lengannya seakan-akan patah. Untuk sesaat lamanya, tangannya terasa lumpuh.
Sementara keadaan yang dialami Arya lebih parah lagi! Pemuda berambut putih keperakan ini terjengkang ke belakang. Seketika dari sela-sela bibirnya mengalir darah segar. Dan belum sempat Dewa Arak menyadari apa yang terjadi, tiba-tiba....
"Hiyaaa...!"
Sambil berteriak nyaring, Darba kembali menerjang Arya! Tangan kanannya menusuk ke arah leher Dewa Arak. Sebuah serangan maut yang siap menghunjam tubuh lawan!
Arya terperangah. Disadari kalau serangan itu tidak mungkin dihindari. Dua serangan beruntun pemuda baju coklat itu tadi telah membuatnya terluka parah. Kini Dewa Arak hanya dapat membelalakkan sepasang matanya, menanti maut tanpa mampu berbuat sesuatu.
Tepat ketika serangan itu hampir menebas leher Arya, sebuah bayangan hitam berkelebat memotong serangan itu.
“Plak...!”
Tubuh Darba terhuyung dua langkah ke belakang. Seketika tangannya bergetar hebat. Pemuda murid Ki Jatayu ini segera mengetahui kalau sosok bayangan hitam yang muncul dan menangkis serangannya, ternyata memiliki tenaga dalam dahsyat.
Pemuda baju coklat ini meraung keras. Ditatapnya tajam-tajam sosok tubuh hitam yang telah menangkis serangannya itu. Matanya bersinar merah, memancarkan kemarahan yang amat sangat. Dan tahu-tahu sosok baju hitam yang tak lain dari Gumala telah berdiri di depan Arya. Sikapnya nampak jelas melindungi pemuda berambut putih keperakan itu.
"Kau terluka, Kakang?" tanya Gumala. Kecemasan tampak membayang di wajahnya.
Arya hanya menganggukkan kepalanya. "Pergilah kau, Adi Gumala. Lekas! Pemuda itu hebat sekali. Biar aku yang menahannya...."
Setelah berkata demikian, Dewa Arak terbatuk-batuk. Cairan merah kental seketika keluar dari mulutnya.
"Tidak, Kang. Kau terluka cukup parah. Biar aku yang menghadapinya. Kau beristirahat saja...," ucap pemuda tampan ini menenangkan.
''Tapi, Adi...,"
Arya masih mencoba membantah. Gumala tidak menghiraukannya lagi karena dilihatnya pemuda baju coklat itu telah siap menyerangnya.
Pemuda tampan ini tahu kalau orang yang hampir menewaskan Arya ini memiliki kepandaian tinggi. Kalau tidak, mana mungkin Dewa Arak terluka cukup parah? Juga, sudah dirasakan kekuatan tenaga dalam yang dimiliki lawannya ini ketika tadi menangkis serangan yang mengarah ke tubuh Dewa Arak. Bahkan tubuhnya sampai terhuyung dua langkah ke belakang.
"Siapa kau, keparat! Mengapa mencampuri urusanku!?" sentak Darba.
Darba yang cerdik ini tidak mau langsung menyerang. Ia tahu kalau pemuda di hadapannya ini juga seorang yang berilmu tinggi. Barangkali saja tanpa kekerasan dapat diusirnya calon lawan ini.
"Siapa pun diriku, tidak perlu kau tahu! Terpaksa aku ikut campur dalam urusan ini karena orang yang hendak kau bunuh itu adalah temanku! Paham?!" sahut Gumala tak kalah tegas.
Tapi tiba-tiba Arya Buana merasakan adanya kelainan pada suasana di sekitarnya. Arus air sungai ini tiba-tiba menjadi deras bukan main. Tubuhnya pun tanpa ampun terseret deras. Tentu saja pemuda ini kaget bukan main.
Memang, pemuda berambut putih keperakan ini masih muda dan kurang pengalaman. Maka tidak aneh, kalau belum menyadari mengapa tiba-tiba arus sungai mendadak begitu deras.
Ketika terdengar gemuruh air, baru pemuda ini sadar akan apa yang terjadi. Ternyata tubuhnya telah terseret arus sungai menuju air terjun! Dan Arya tahu apa yang akan menantinya di bawah sana. Apalagi kalau bukan batu-batu yang akan meremukkan sekujur tubuh dan tulang-tulangnya.
Kini Arya berbalik arah. Sekuat tenaga ia berenang melawan arus yang akan membawanya ke air terjun. Dibatalkan niatnya untuk menolong wanita yang hanyut itu. Tetapi di sini pemuda berambut keperakan ini baru menyadari betapa sedikit ilmu yang dimilikinya bila dibandingkan kekuasaan Allah.
Tenaga dalam yang selama ini boleh dibilang belum tertandingi, tidak berarti apa-apa menghadapi arus air yang akan membawa tubuhnya untuk dirajam di bawah sana. Sedikit demi sedikit tubuhnya mulai terseret mendekati air terjun. Dan kekuatan arus air yang menariknya pun semakin kuat.
Sementara itu, Gumala rupanya tidak sabar menunggu Arya terlalu lama. Setelah lama mempertimbangkan, akhirnya diputuskan untuk menyusul Dewa Arak.
Dapat dibayangkan betapa kaget hati Gumala, melihat pemuda berambut putih keperakan itu tengah berjuang keras menghadapi arus air yang akan meluluh -lantakkan tubuhnya di bawah sana.
Pemuda tampan ini segera memutar otaknya, mencari jalan untuk menyelamatkan Arya. Sepasang matanya berputar berkeliling. Akhirnya, pandang matanya segera tertumbuk pada sebatang pohon yang mempunyai cabang yang melintang tepat di mulut air terjun.
Buru-buru Gumala berkelebat ke sana. Rencananya, dengan bergelayut pada cabang pohon itu, tubuh Dewa Arak hendak ditangkapnya.
Sementara itu Dewa Arak yang sama sekali tidak melihat kedatangan temannya itu, seperti merasa pasrah atas keadaan dirinya. Namun demikian dia tetap mencoba melawan tarikan arus air ini dengan tenaganya. Yang jelas, harus dicari cara lain kalau ingin selamat. Dalam waktu yang hanya beberapa detik itu otaknya bekerja keras.
Untunglah di saat terakhir, Arya menemukan suatu jalan. Dan seperti merestui pilihannya, tiba-tiba sebuah ranting pohon sebesar pergelangan tangan dan sepanjang hampir setengah tombak, melayang deras ke arahnya.
Buru-buru Arya mengulurkan tangan menangkapnya. Baru saja tangan pemuda itu berhasil mencekal cabang pohon itu, tubuhnya telah sampai di bibir air terjun. Saat Dewa Arak berhasil menangkap ranting pohon, tubuh Gumala melesat ke arah cabang pohon.
"Hiyaaa...!"
"Hup!"
Cabang pohon itu bergoyang keras ketika kedua kaki pemuda tampan itu hinggap. Landasan tempat untuk melompat memang tidak memungkinkan. Apalagi perasaan hati pemuda itu dilanda rasa cemas memikirkan keselamatan Arya.
Secepat kedua kakinya menginjak cabang pohon itu, secepat itu pula Gumala merubah posisinya. Kini tubuhnya bergantung di cabang pohon itu dengan kedua kakinya. Kepalanya mengarah ke bawah. Kedua tangannya berusaha menangkap tubuh Arya yang terbawa arus. Tapi....
"Aaa...!"
Terdengar jerit kengerian dari mulut Dewa Arak yang tubuhnya melayang deras ke bawah sambil menggenggam ranting pohon.
Pucat wajah Gumala! Beberapa saat lamanya, dia terdiam dalam keadaan seperti itu. Gumala memandang ke bawah sana, dengan sinar mata tidak percaya apa yang dilihatnya.
"Kakang...!"
Tiba-tiba saja Gumala menjerit keras. Tanpa mempedulikan keselamatannya lagi, pemuda tampan itu melompat turun ke pinggir sungai dan mengikuti arah turunnya air terjun itu. Ingin diketahui apakah Arya tewas atau tidak! Dan seandainya tewas, mayat pemuda itu harus ditemukan!
Sungguhpun keadaannya bagai telur di ujung tanduk, Arya berusaha agar pikirannya tetap jernih. Segera saja disabetkannya ranting pohon yang digenggamnya ke air yang ikut tercurah bersamanya.
“Pyarrr...!”
Seketika kelompok air itu terpecah muncrat ke sana kemari. Begitu kerasnya benturan itu, ranting pohon yang digenggamnya pun terlepas dari pegangan. Dengan meminjam tenaga benturan tadi, Dewa Arak bersalto ke depan. Dan sekarang Arya telah terpisah dari curahan air terjun. Tetapi tentu saja begitu tenaga dorongnya habis, tubuhnya langsung melayang deras ke bawah!
Beberapa saat lamanya tubuh Arya melayang-layang di udara. Angin yang menderu keras di atas, membuat rambutnya yang putih keperakan berkibaran. Dewa Arak bertahan sekuat tenaga agar tidak jatuh pingsan saat melayang-¬layang.
Betapapun rasa kengerian yang amat sangat mencekam hatinya, tetap dikuatkan hati agar tetap sadar. Dan berkat kemauannya yang kuat, rasa takut yang melanda dapat ditekannya. Ia masih tetap sadar ketika tubuhnya melayang deras ke bawah, ke air!
“Byurrr...!”
Beberapa saat lamanya Arya gelagapan. Tubuhnya seketika tenggelam dalam air. Arus air sungai yang deras itu segera melahap tubuhnya yang memang sudah setengah sadar.
Pemuda berambut putih keperakan yang memang sudah lelah ini tidak kuasa lagi melawan arus sungai yang deras itu. Tubuhnya segera saja terombang-¬ambing dipermainkan air.
***
"Ohhh...!"
Arya mengeluh. Sepasang matanya pelahan mulai terbuka. Beberapa saat lamanya dikerjap-¬kerjapkan matanya untuk lebih memperjelas pandangan. Pemuda yang kini bertelanjang dada ini membelalakkan matanya.
Diperhatikan keadaan sekelilingnya. Kini baru disadari kalau tubuhnya tergeletak di tanah yang basah dan lembab. Kembali riak air menghantam kakinya. Arya bergegas bangkit dan memperhatikan sekelilingnya. Ternyata ia berada di pinggir sungai. Sekarang Arya baru teringat kembali akan kejadian yang dialaminya. Jadi, rupanya arus air itu telah menghempaskannya kemari!
Tiba-tiba hidung pemuda berambut putih keperakan ini mencium bau harum daging panggang. Seketika leher Arya menoleh ke sana kemari mencari asal bau harum itu. Dan dalam sekejap saja, telah diketahui arahnya.
Asap yang membumbung tinggi segera saja terlihat olehnya. Tanpa membuang-buang waktu lagi, Dewa Arak segera menghampiri asal asap itu. Perutnya yang terasa lapar sekali, membuatnya jadi bergegas menghampiri bau yang merangsang hidungnya itu. Rupanya 'perjuangannya' menghadapi arus air sungai telah membuat perutnya lapar.
Tak berapa lama kemudian, Arya melihat seseorang yang tengah memanggang seekor ayam. Ternyata itulah yang menjadi sumber bau harum itu. Pemuda ini bergegas mendekatinya.
Dan rupanya orang yang tengah memanggang ayam itu mengetahui kedatangannya. Kepalanya yang sejak tadi tertunduk, kini terangkat memandang ke depan. Dalam jarak yang hanya tinggal sekitar tiga tombak, baik Arya maupun orang yang tengah memanggang ayam sama-sama dapat melihat jelas diri masing-masing.
"Ahhh...!"
Dewa Arak dan orang itu sama-sama kaget. Langkah Arya langsung terhenti. Begitu pula orang itu. Tangannya yang sejak tadi sibuk membolak-¬balik ayam panggang di tangannya agar tidak hangus, berhenti bergerak.
Sementara itu, seketika Dewa Arak mengernyitkan keningnya. Orang yang tengah memanggang ayam itu ciri-cirinya cocok betul dengan yang diceritakan kakek pemilik kedai. Pemuda berwajah tampan, dengan raut wajah menyiratkan kekejaman. Pakaiannya serba coklat.
Dialah yang telah membasmi Perguruan Garuda Emas seorang diri. Pemuda yang tak lain adalah Darba itu juga terperanjat kaget ketika melihat Arya. Inikah orang yang berjuluk Dewa Arak itu? Kalau memang benar demikian, kenapa tidak tampak guci yang menjadi senjata andalannya?
"Kaukah Dewa Arak itu?" tanya Darba bernada kasar.
"Begitulah julukan yang diberikan padaku!" datar saja nada suara Arya
"Kau murid Ki Gering Langit, bukan?"
Arya menganggukkan kepalanya. "Benar."
Darba menggeram. "Kalau begitu, kau harus mampus!"
Setelah berkata demikian, Darba membanting ayam panggangnya. Secepat ayam itu jatuh ke tanah, secepat itu pula tubuhnya melesat
Arya terperanjat kaget bukan main. Dirasakan beberapa helai rambutnya berguguran. Padahal serangan itu belum mengenainya. Tahulah pemuda berambut putih keperakan itu kalau lawannya ini memiliki sebuah ilmu dahsyat.
Dan Arya mengenal ilmu yang digunakan pemuda baju coklat itu. Ilmu 'Tangan Pedang'. Salah satu ilmu milik gurunya yang dicuri dua orang pelayan gurunya sendiri. Seketika itu juga semangat pemuda ini timbul. Pemuda itu pasti mempunyai hubungan dengan salah satu dari dua orang pelayan gurunya. Mungkin pula muridnya! Dan jika itu benar, dia tidak perlu bersusah-payah mencari Melati. Dari pemuda ini pun bisa dikorek keterangan mengenai kedua pelayan itu. Dari sini tugasnya dapat dimulai, untuk mengambil kembali kitab-kitab milik gurunya.
Tanpa sungkan-sungkan lagi Dewa Arak segera mengelak dengan menggunakan jurus 'Delapan Langkah Belalang'. Tanpa meminum arak seperti biasanya, pemuda ini kontan mengerutkan alisnya. Dirasakan adanya perbedaan yang menyolok!
Di jurus-jurus awal, pemuda berambut putih keperakan ini tidak merasakan kelainan. Tapi menjelang jurus kedua puluh, baru dirasakan akibatnya. Kini Arya baru menyadari bahwa arak yang biasa diminum itu sebenarnya adalah sumber tenaga untuk ilmu 'Belalang Sakti'. Jika meminum arak, tidak ada kesulitan baginya untuk merubah kuda-kuda, dari posisi sempoyongan seperti lemah tak berdaya ke posisi mantap dan penuh tenaga
Tapi sekarang, berkali-kali pemuda ini mengalami kesulitan. Pelahan namun pasti kekuatannya mulai mengendur. Jurus 'Belalang Mabuk', dan jurus 'Delapan Langkah Belalang' ternyata banyak menguras tenaga. Seiring mulai lelahnya Arya, desakan-desakan Darba dirasakannya semakin berat. Lambat namun pasti Dewa Arak terdesak.
"Ha ha ha...!" pemuda berpakaian coklat itu tertawa bergelak. Suatu tawa kemenangan. "Hanya sampai di sini sajakah kepandaianmu yang tersohor itu, Dewa Arak?! Sungguh lucu sekali!"
Sambil berkata demikian, Darba terus memperhebat serangan-serangannya. Akibatnya, Arya semakin kewalahan! Pontang-panting Dewa Arak berjuang menyelamatkan selembar nyawanya.
Lewat empat puluh jurus, keadaan Arya kian mengkhawatirkan. Pemuda berambut putih keperakan ini tidak lagi mempergunakan jurus 'Belalang Mabuk'-nya. Melainkan hanya menggunakan jurus 'Delapan Langkah Belalang'. Jurus ini memang tidak terlalu membutuhkan tenaga seperti halnya jurus 'Belalang Mabuk'.
'Delapan Langkah Belalang', memang sebagian besar merupakan ilmu mengelak. Hanya sebagian kecil saja yang mengandung bagian penyerangan. Dengan jurus ini, Arya memang dapat menyelamatkan diri dari setiap serangan maut Darba. Tetapi sampai kapan dapat bertahan?
Tiba-tiba Darba meraung. Murid Ki Jatayu ini menjadi geram karena setelah sekian lamanya, Dewa Arak yang sudah terdesak ini masih mampu bertahan. Dan ini membuatnya marah bukan kepalang!
"Hiyaaa...!"
Pemuda berbaju coklat ini berteriak nyaring. Serangan-serangannya mendadak berubah secara tiba-tiba. Itulah jurus 'Selaksa Pedang Menembus Benteng'.
Arya terperanjat kaget. Kondisinya yang sudah lelah, tidak memungkinkan lagi untuk menghindari serangan itu. Tak ada jalan lain kecuali menangkis serangan itu. Buru-buru pemuda berambut putih keperakan ini mengempos seluruh tenaga yang dimiliki, kemudian menangkis keras serangan lawan.
“Plak...! Plak...!”
Terdengar suara benturan keras berkali-¬kali, ketika dua pasang tangan yang sama-sama mengandung tenaga dalam tinggi bertemu!
Arya yang memang sudah lelah, tak mampu menahan gempuran Darba yang memang memiliki tenaga dalam tinggi! Kontan tubuhnya terjengkang ke belakang. Sementara pemuda berpakaian coklat itu hanya terhuyung dua langkah ke belakang.
Belum juga Dewa Arak sempat berbuat sesuatu, serangan susulan telah menyusul lagi. Tak ada pilihan lain bagi Arya kecuali mernbanting tubuh ke tanah dan bergulingan. Tentu saja Darba tidak membiarkan lawannya lolos. Dikejarnya terus tubuh yang bergulingan itu dengan serangan-serangan maut.
Dewa Arak sadar kalau keadaannya amat berbahaya. Tidak mungkin dia harus terus berguling-gulingan untuk menyelamatkan diri. Paling tidak harus dicari jalan untuk lolos dari keadaan yang sulit ini!
"Haaat...!"
Sambil berteriak keras, tubuh Arya melenting ke udara. Berbareng dengan itu kaki kanannya menyapu pelipis lawannya.
Darba terperanjat, kaget bukan main. Sungguh di luar dugaan kalau Dewa Arak masih mampu berbuat seperti itu. Pemuda baju coklat ini tidak tahu kalau itu adalah salah satu keistimewaan ilmu 'Belalang Sakti’. Dengan ilmu itu Dewa Arak dapat melakukan gerakan melompat seperti apa pun dan dalam keadaan bagaimanapun.
Tepat saat kaki Arya melakukan sapuan, Darba pun tengah melancarkan serangan bertubi-¬tubi pada bagian dada, ulu hati, dan tenggorokan! Tentu kedua orang itu sama-sama terkejut bukan kepalang! Sedapat mungkin masing-masing berusaha mengelakkan serangan.Tapi terlambat!
“Plak! Buk..!”
"Akh...!"
"Hugh...!"
Baik Arya maupun Darba sama-sama terkena serangan masing-masing. Hanya saja berkat usaha terakhir mereka, jatuhnya serangan itu tidak tepat pada sasaran semula! Sapuan kaki Dewa Arak mengenai pangkal lengan Darba. Sementara tusukan dan bacokan tangan murid Ki Jatayu ini, mengenai bawah ketiak dan perut Arya.
Tubuh kedua pemuda yang sama-sama berilmu tinggi itu, terhuyung-huyung. Darba meringis. Dirasakan tulang pangkal lengannya seakan-akan patah. Untuk sesaat lamanya, tangannya terasa lumpuh.
Sementara keadaan yang dialami Arya lebih parah lagi! Pemuda berambut putih keperakan ini terjengkang ke belakang. Seketika dari sela-sela bibirnya mengalir darah segar. Dan belum sempat Dewa Arak menyadari apa yang terjadi, tiba-tiba....
"Hiyaaa...!"
Sambil berteriak nyaring, Darba kembali menerjang Arya! Tangan kanannya menusuk ke arah leher Dewa Arak. Sebuah serangan maut yang siap menghunjam tubuh lawan!
Arya terperangah. Disadari kalau serangan itu tidak mungkin dihindari. Dua serangan beruntun pemuda baju coklat itu tadi telah membuatnya terluka parah. Kini Dewa Arak hanya dapat membelalakkan sepasang matanya, menanti maut tanpa mampu berbuat sesuatu.
Tepat ketika serangan itu hampir menebas leher Arya, sebuah bayangan hitam berkelebat memotong serangan itu.
“Plak...!”
Tubuh Darba terhuyung dua langkah ke belakang. Seketika tangannya bergetar hebat. Pemuda murid Ki Jatayu ini segera mengetahui kalau sosok bayangan hitam yang muncul dan menangkis serangannya, ternyata memiliki tenaga dalam dahsyat.
Pemuda baju coklat ini meraung keras. Ditatapnya tajam-tajam sosok tubuh hitam yang telah menangkis serangannya itu. Matanya bersinar merah, memancarkan kemarahan yang amat sangat. Dan tahu-tahu sosok baju hitam yang tak lain dari Gumala telah berdiri di depan Arya. Sikapnya nampak jelas melindungi pemuda berambut putih keperakan itu.
"Kau terluka, Kakang?" tanya Gumala. Kecemasan tampak membayang di wajahnya.
Arya hanya menganggukkan kepalanya. "Pergilah kau, Adi Gumala. Lekas! Pemuda itu hebat sekali. Biar aku yang menahannya...."
Setelah berkata demikian, Dewa Arak terbatuk-batuk. Cairan merah kental seketika keluar dari mulutnya.
"Tidak, Kang. Kau terluka cukup parah. Biar aku yang menghadapinya. Kau beristirahat saja...," ucap pemuda tampan ini menenangkan.
''Tapi, Adi...,"
Arya masih mencoba membantah. Gumala tidak menghiraukannya lagi karena dilihatnya pemuda baju coklat itu telah siap menyerangnya.
Pemuda tampan ini tahu kalau orang yang hampir menewaskan Arya ini memiliki kepandaian tinggi. Kalau tidak, mana mungkin Dewa Arak terluka cukup parah? Juga, sudah dirasakan kekuatan tenaga dalam yang dimiliki lawannya ini ketika tadi menangkis serangan yang mengarah ke tubuh Dewa Arak. Bahkan tubuhnya sampai terhuyung dua langkah ke belakang.
"Siapa kau, keparat! Mengapa mencampuri urusanku!?" sentak Darba.
Darba yang cerdik ini tidak mau langsung menyerang. Ia tahu kalau pemuda di hadapannya ini juga seorang yang berilmu tinggi. Barangkali saja tanpa kekerasan dapat diusirnya calon lawan ini.
"Siapa pun diriku, tidak perlu kau tahu! Terpaksa aku ikut campur dalam urusan ini karena orang yang hendak kau bunuh itu adalah temanku! Paham?!" sahut Gumala tak kalah tegas.
OBJEK WISATA MANCA NEGARA
===============================
No comments:
Post a Comment