Ads

Wednesday, March 30, 2022

Pendekar Darah Pajajaran 024

Dan kali ini ia memang sengaja hendak mengadu jiwa dengan Kobar. Kebenciannya telah memuncak, rasa2nya ia muak melihat wajah lawannya. Dendam kesumat yang lama dikandung, kiranya ia ingin menumpahkan seluruhnya. Akan tetapi tiba-tiba Kobar meloncat jauh ke belakang menghindari serangan sambil tertawa terbahak dan berseru.

“Kelingi! Berhala! tangkap budak kecil itu hidup-hidup dan bawa segera bersama2 dengan Braja Semandang tawanan kita tadi!”.

TERNYATA orang kurus tinggi yang tadi bertempur dengan Sontani bernama Kelingi. Demi mendengar perintah Kobar, Berhala dan Kelingi berserta dua orang lainnya segera melompat mengurung Sontani. Sementara itu Kobar hanya berdiri mengawasi dari dekat.

Satu penghinaan yang cukup dapat membuat telinga Sontani merah. Ia mengerahkan seluruh tenaga dan kepandaiannya untuk dapat menerobos kepungan empat orang lawan tangguh. Pedang tumpul ditangannya berkelebatan bagaikan sinar putih yang bergulung-gulung menghubungi dirinya, diselingi rangkaian tendangan ke arah empat penjuru.

Akan tetapi, belum juga ia menerobos kepungan yang semakin merapat. Tombak bercabang dari Kelingi dan pedang Berhala selalu dapat memusnahkan serangan-serangannya yang dahsyat.

Sebagai seorang tamtama yang memiliki banyak pengalaman serta selalu mendapat bimbingan dari Yoga Kumala yang terkenal sebagai Pendekar Pedang Shakti, ia masih dapat melayani empat orang lawannya dengan baik dan seimbang. Sambil bertempur, masih juga ia dapat menggunakan kecerdasan otaknya. Ia tahu bahwa untuk merobohkan ke empat lawannya secara bersamaan, tentulah tak mungkin.

Maka satu-satunya jalan ialah merobohkan seorang demi seorang dan harus dimulai dengan lawan yang terlemah lebih dahulu. Tetapi inipun tak semudah untuk dilaksanakan, sebagaimana ia kehendaki. Pedang tamtama yang tumpul ujungnya berputar cepat hingga membentuk perisai baja yang kokoh menyelubungi dirinya, dan tiba-tiba ia berseru melengking Tinggi sambil melompat dengan gaya tusukan ke arah ulu hati Berhala.

Akan tetapi sebelum pedangnya menyentuh tubuh Berhala, tiba-tiba ditariknya kembali dengan rangkaian tebangan, mengarah leher salah seorang lawan yang berada dibelakangnya. Perobahan gerakan ini arnat cepat sekali tak diduga2.. ltulah jurus tipuan menerjang badai.

Jeritan ngeri terdengar dari seorang lawan yang berada dibelakangnya roboh di tanah dengan mandi darah. Akan tetapi bersamaan dengan robohnya seorang lawan Sontani sendiri dengan tiba2 merasa tangan kanannya tak dapat digerakkan, dan sesaat kemudian pedang tamtama yang digenggamnya jatuh gemerincingan di tanah. Sebuah pisau belati tertancap sedalam empat jari dilengan kanannya.

Tombak bercabang berkelebat bagaikan kilat dan menyusul bersarang dipaha Sontani, selagi ia terhuyung2 surut ke belakang. Sesaat kemudian Sontanipun roboh terkulai di tanah tak sadarkan diri.

“Cepat ikat dia, dan bawa pergi segera !! Aku akan menyusul dibelakang pasukan!”.

Kelingi dengan seorang pengawalnya segera membawa Sontani lari berkuda ke arah Timur. Sedangkan Berhala tertinggal mendampingi Kobar yang masih tenang berdiri disamping kuda tunggangannya. Ia menunggu datangnya para pengawal lain yang diperintahkan untuk membakar dan merampok para petani desa yang berada tak jauh dari tempat itu.

Api yang membakar rumah petani didesa2 sekitarnya telah makin padam, namun para pengawal pasukan rampok yang terdiri tidak kurang dari 10 orang belum juga datang berkumpul dihadapan Kobar. Ia memekik tiga kali dengan suara tinggi melengking sebagai isyarat panggilan. Suaranya menggema mengalun jauh, untuk kemudian hilang lenyap kembali tertelan gelap malam yang pekat.

Tetapi, tak terdengar suara jawaban. Tiba-tiba saja muncul dua orang dengan menggenggam pedang terhunus dihadapan Yoga Kumala dengan Dirham. Sesaat Kobar dan berhala terperanjat dan surut ke belakang beberapa langkah, sambil menghunus pedang mereka. Tetapi cepat pula mereka dapat menenangkan perasaan kembali. Belum lenyap pertanyaan dalam benak hatinya akan perginya para pengawal yang sedang ditunggunya, kini dengan tiba2 muncul Yoga Kumala musuh besarnya.

Sedang Kobar akan membuka mulut, tiba2 terdengar suara tawa nyaring menyeramkan, hingga bulu kuduknya berdiri. ltulah suara tawa Yoga Kumala yang sedang mematek aji "Wuru Shakti„ ilmu warisan dari kakek Dadung Ngawuk.

Suara tawanya menggema jauh dan terpantul kembali untuk pelahan2 lenyap dari pendengaran. Lenyapnya suara tawa yang menyeramkan disusul dengan bentakan yang sangat berwibawa.

“Bedebah pengkhianat Kobar !! Lihatlah cincin kebesaran yang kupakai dijari manis ini, lekas berlutut untuk kutebas lehermu !! Ketahuilah bahwa perampok2 anak buahmu tertinggal telah kutumpas semuanya”.

Demi mendengar kata2 terakhir dari Yoga Kumala, hati Kobar tergoncang bercampur cemas. Namun sebagai seorang perwira yang memiliki kesaktian, ia segera dapat menyembunyikan rasa cemasnya dan kembali tenang.

“Yoga Kumala ! Cincin kebesaran yang kau pakai itu, untuku tak ada artinya, jika kau dapat menumpas anak buahku yang banyak tertinggal beberapa gelintir itupun, aku tak heran. Bukankah seluruh pasukan dari Pagar Ruyung kini telah tumpas dan bercerai berai, hingga kau harus mengorbankan dirimu sendiri hanya demi untuk nama baikmu, yang ternyata kosong itu? Ketahuilah, bahwa sesungguhnya aku tidak bermaksud berfihak pada kerajaan Sriwijiya, tetapipun tak sudi menjadi budak Kerajaan Pagar Ruyung.

Lihatlah… bahwa kelak jika dua kerajaan itu mengalami kehancuran akulah yang akan bertahta. Maka marilah kita bekerja sama kembali untuk tercapainya cita-citaku. Akan kuangkat kau kelak sebagai mahapatihku. Bukankah kita sama-sama telah mengalami kepahitan sebagai budak Kerajaan. Renungkanlah sesaat akan nasehatku ini, sebelum kau terlambat ! Dan memang telah lama aku mengharap akan berjumpa denganmul Dan sekarang inilah keputusanmu terakhir kunantil”.

Bahwasannya Kobar bermaksud mengkhianati kedua Kerajaan itu, memang benar adanya. Telah lama ia menanti-nanti saat yang baik, untuk merebut kekuasaan dan mengangkat dirinya sebagai raja. Dan setelah mengetahui kelemahan-kelemahan dari kedua Kerajaan yang sedang bermusuhan, ia menduga akan tercapai maksudnya.

Ia pertama-tama berlaku mengkhianati Kerajaan Pagar Ruyung dan berfihak pada Sriwijaja. Semua siasat perang Kerajaan Tanah Melaju Pagar Ruyung dibentengkan pada Sanggahan Alam Manggala Yudha Sriwijaja, hingga pasukan Pagar Ruyung mengalami kehancuran. Beribu-ribu ditawan dan beribu-ribu pula dapat dimusnahkan.



Urusan-urusan penghubung tamtama dan narasandi dari Pagar Ruyung dapat pula dijebak dan ditawan. Dan dernikian pula nasib para tamtama narasandi putri, lndah Kumala Wardhani, Ratnasari, Ktut Chandra dan Sampur Sekar ditawan pula oleh Kobar sendiri dan ditempatkan dalam sebuah perahu Bajak Laut yang berlabuh di Muara Musi. Ia bermaksud akan memperistri Indah Kuraala Wardhani sedangkan Ratnasari akan dihadiahkan pada Berhala yang telah banyak berjasa padanya,

Memang sejak lama ia tergila-gila pada Indah Kumala Wardhani, dan kini telah berada ditangannya. Kiranya mudah untuk melaksanakan cita-citanya, semudah bagaikan membalikkan telapak tangan, pikirnya dan hanya tinggal menunggu saat yang baik saja. Setelah itu Kobar menghimpun pasukanp-pasukan yang terdiri dari para perampok dan bajak laut untuk merampas harta benda rakyat dan sekaligus bermaksud mengeruhkan suasana daerah Kerajaan Sriwijaya sendiri.

Sebagian besar dari rencananya telah berhasil. Dan taraf terakhir dari rencananya ialah membunuh Sanggahan Alam dari belakang, baru kemudian mencari jejak Yoga Kumala musuh besarnya yang olehnya dianggap pula sebagai penghalang.

Dengan Indah Kumala Wardhani dan Ratnasari dalam cengkeramannya tentu mudah untuk menjebaknya. Tak diduga-duga bahwa kini ia berhadapan sendiri dengan Yoga Kumala, sebelum ia mencarinya. Tetapi ia tak perlu gemetar menghadapinya karena Sontani dan Braja Semandang tangan kanan Yoga Kumala telah dapat diringkus. Dan inilah yang menyalakan semangatnya kembali, lenyap semua rasa cemasnya.

Ia sengaja berpura-pura menarik Yoga Kumala difihaknya dengan janji muluk-muluk agar Yoga Kumala menjadi lunak dan mudah untuk dimusnahkan kelak dengan tanpa mengeluarkan tenaga. Tetapi ternyata jauh meleset dugaannya suara tawa terkekeh-kekeh menyeramkan kembali menggema.

“Haai! Bangsat pengecut Angkara Murka! Aku Yoga Kumala tak mungkin sudi berkawan dengan pengkhianat seperti kau. Kali ini, jangan mengharap ampunan dariku. Mohonlah ampun pada Dewata Yang Maha Agung sebelum kepalamu terpisah dari badan!”. Kedua kakinya terpentang lebar dengan lutut ditekuk hingga badannya merendah. Pedang pusaka ditangan kanan melintang didadanya yang bidang dengan mata tajam kedepan. Jari-jari tangan kiri mengembang tegang dan matanya memandang tajam ke arah lawannya si Kobar. Itulah gerakan Wuru-shakti dalam bentuk jurus "Terkaman harimau kumbang".

Secepat kilat Yoga Kumala melompat dengan serangan langsung pada Kobar diiringi tawanya yang terkekeh-kekeh menyeramkan. Sesaat Kobar terkesiap menyambut serangan yang sukar diduga-duga. Ia melompat tinggi surut kesamping kanan sarnbil memapaki serangan pedang Yoga Kumala dengan pusakanya.

Ujung pedang pusaka masing-masing beradu mengeluarkan api dan keduanya terperanjat mundur kebelakang selangkah, demi mengetahui kedahsyatan tenaga lawan. Dalam hati Yoga Kumala memuji pula akan ketangguhan lawan yang dapat lolos dari serangannya.

Sebaliknya Kobar juga terperanjat demi merasakan pedih telapak tangannya yang menggenggam pedang pusakanya. Andaikan ia tak mengerahkan kesaktiannya tentu pedang pusaka akan terlepas dari genggamannya. Demikian dahsyatnya serangan Yoga Kamala, Pikir Kobar.

Tanpa diperintah Dirham segera menerjang Berhala dan pertempuran sengit dalam dua kalangan segera berlangsung. Semula perhatian Yoga Kumala terpecah menjadi dua. Ia bertempur melawan Kobar yang ternyata tangguh sambil mengawasi Dirham yang sedang bertempur melawan Berhala. Ia sedikit cemas menyaksikan gerakan Dirham yang agak lambat, sedangkan ketangguhan tenaga si Berhala ia telah mengetahuinya.

Tetapi ternyata kelambatan gerakan Dirham memiliki unsur2 serangan yang cukup bahaya bagi lawan. Sehingga pertempuran sesaat kemudian menjadi seimbang. Menyaksikan demikian, Yoga Kumala lenyap rasa cemasnya dan kini ia mulai memusatkan seluruh perhatian pada gerakan lawan yang tengah dihadapanya.

Sebentar-sebentar Yoga Kumala terhuyung2 dengan langkah wurushaktinya kedepan dan kesamping untuk menghindari serangan2 maut dari Kobar, dengan balasan2 serangan yang cukup berbahaya pula. Dua pedang pusaka berkelebatan hingga menyilaukan pandangan, bagaikan kupu2 yang berkejaran.

Pohon-pohon disekitarnya banyak yang tumbang terkena tebasan dua pedang pusaka. Sedang pohon-pohon yang masih berdiri, daun dan ranting2nya rontok terkena angin sambaran kedua orang shakti yang sedang bertempur dengan serunya, masing2 ingin merenggut jiwa lawan dalam waktu yang singkat. Namun belum juga ada yang roboh. Jurus-jurus Cahaya Tangkuban Perahu ciptaan Ejang Cahaya Buana Pendeta Pajajaran yang Shakti kini mulai dilancarkan oleh Yoga Kumala.

Demikian pula Kobar telah menggunakan ilmu pedang warisan ayahnya si Ular Merah. Gerakan-gerakan tusukan sabetan dan tebangan silih berganti dengan cepatnya, dan hanya sinar hitam semburat biru yang bergulung saja yang nampak dapat dilihat mata, akan tetapi sesaat kemudian Kobar terperanjat sesaat setelah mengetahui, bahwa pedang pusaka Yoga Kumala selalu dapat mendahului akan gerakan-gerakan ujung pedangnya yang bagaikan kilat.

Kini kedua ujung pedang pusaka melekat bagaikan terkena daya tarik besi sembrani dan masing-masing mengerahkan tenaga dalamnya untuk melepaskan senjatanya agar kemudian dapat mendahului menyerang lawan. Dengan kuda-kuda yang kokoh menghunjam tanah Kobar mengerahkan seluruh tenaga kesaktiannya, untuk dapat terlepas ujung pedang pusakanya dari pedang lawan.

Sekuijur badannya telah mandi air peluh. Mulutnya terkatub rapat dan giginya gemertak. Kerut didahinya yang penuh air peluh nampak Iebih jelas. Namun masih saja ujung pedang pusakanya tetap melekat pada pedang pusaka Yoga Kumala yang berdiri merendah dengan kedua kakinya terpentang lebar dengan kedua lutut yang sedikit ditekuk.

Tiba-tiba badan Yoga Kumala bergetar dan bergerak lebih merendah lagi. Tangan kirinya diangkat kemuka dengan jari-jari mengembang tegang. Dan… kembali suara tawa terkekeh-kekeh yang menggema menyeramkan keluar dari mulutnya yang menyeringai. Itulah pengerahan tenaga Shakti ajaran Ki Dadung Ngawuk yang telah dipadu dengan ajaran Ajengan Cahaya Buana. Bersamaan dengan lenyapnya suara ketawanya yang menyeramkan, ia melesat tinggi sambil berseru lantang.

“Lepas pedang”. Pedang pusaka ditangan kanan Yoga Kumala yang ujungnya menempel pada ujung pedang lawan ditekan kesamping dengan pengerahan tenaga dalam yang dahsyat hingga dengan sendirinya bergeser kearah jari-jari tangan lawan yang menggenggam pedang.

Suatu gerak “Sontekan” dengan pedang pusakanya memaksa Kobar melepaskan pedangnya. Cepat bagaikan kilat pusaka itu disusul dengan Sabetan ke arah senjata lawan yang sedang terlepas itu dan tanpa diketahui pedang pusaka Kobar telah terpental membumbung tinggi jauh ke belakang sekitar sepuluh langkah. Bersamaan dengan terpentalnya pedang pusaka Kobar, Yoga Kumala telah menyerangnya dari atas dengan ujung pedang kebawah mengarah dada Kobar yang sedang mendongak mengikuti terpental senjatanya.

Semua gerakan itu demikian cepatnya, hingga sukar untuk diikuti pandangan mata. Itulah serangan maut berangkai dalam bentuk jurus jurus “Petikan bunga berduri” dan dirangkaikan dengan “Tusukan sambar nyawa”.

Menghadapi serangan demikian Kobar seakan-akan merasakan bahwa “dewa maut” telah berada di-ubun2 kepalanya. Semangatnya terbang mengikuti terpentalnya pedang pusakanya. Ia tak menduga sama sekali, bahwa lawan yang dihadapinya memiliki kesaktian yang amat tinggi dan hampir mendekati sempurna. Sejak lama ia ingin mengukur kesaktian Yoga Kumala, dan dahulu ia mengira bahwa ilmu Yoga Kumala tentu berada dibawah kesaktiannya.

Tapi kini ia telah menghadapi suatu kenyataan. Dan jelas dalam mengadu tenaga shakti ia merasa setingkat berada dibawah Yoga Kumala. Namun ia tentu tak mungkin mau mengakui dengan terang-terangan. Desakan angkara murka dan sifat kejahatan yang menyelubungi dirinya membuat ia bertambah dendam pada Yoga Kumala.

Sewaktu ujung pedang Yoga Kumala hampir menyentuh dadanya. Kobar menjatuhkan diri sambil menendang dengan kaki kiri kearah pergelangan tangan Yoga Kumala dan dirangkaikan dengan jungkir balik surut ke belakang hingga sepuluh langkah lebih. Demikian jauhnya ia bergulingan menghindar, takut kalau-kalau serangan lanjutan segera menyusul.

Akan tetapi watak ksatria Yoga Kumala sebagai pendekar darah Pajajaran, mencegahnya membunuh lawan yang sedang tak bersenjata. Yoga Kumala hanya berdiri dengan kaki terpentang lebar sambil mengawasi Kobar yang sedang bergulingan menjauhkan diri dengan ketawa menyeringai.

“Hai Kobar! Pungutlah senjatamu kembali dan tunjukkan kejantananmu dalam menghadapi maut sebagai hukuman pengkhianatanmu”.

Kesempatan itu tak dibuang dengan sia-sia oleh Kobar. Cepat-cepat ia melompat dan memungut pedang pusakanya yang menggeletak di atas tanah tak seberapa jauh darinya. Akan tetapi bukan untuk melangkah maju menyerang lawan. Ia secepat kilat melompat kepelana kuda tunggangannya yang berada disampingnya dan memacu kabur meninggalkan gelanggang sambil berseru.

“Yoga Kumala! Kita lanjutkan pertempuran ini, setelah selesai pesta upacara pernikahan dengan adikmu Indah Kumala, seratus hari lagi menjelang bulan purnama. Dan penuhilah undanganku untuk datang, di Muara Musi guna menyaksikan pesta perkawinanku!”. Bersamaan dengan melesatnya Kobar.

Berhalapun segera turut meninggalkan gelanggang dengan menaiki kudanya dan hilang di kegelapan malam, dengan terluka dilengan kirinya, Yoga Kumala yang hendak melompat mengejar, tetapi Dirham segera mencegahnya.

“Gusti Yoga! Biarlah jahanam-jahanam itu kali ini lolos dari maut. Tugas Gustiku amat berat dan memerlukan pemikiran yang sempurna. Kita harus dapat membebaskan Gusti Sontani, Braja Semandang dan putri-putri tamtama narasandi termasuk adik kandung Gustiku Yoga serta tawanan-tawanan keseluruhannya. Baru kemudian kita harus dapat menumpas gerombolan jahanam itu, untuk dapat memenangkan peperangan”.

“Ya. pendapatmu benar. Terima kasih atas nasehatmu, jawab Yoga pendek.

DENGAN langkah gontai Yoga Kumala diikuti Dirham berjalan menyusuri tebing sungai Musi ke muara dalam gelap malam. Beberapa macam perasaan menyekap dirinya. Ia sedih karena tak mengetahui bagaimana kini nasib Indah Kumala Wardhani adiknya. Dan menyesal mengapa ia membiarkan adiknya terlibat dalam peperangan ini, sifat-sifat kenakalan dan kelucuannya membayang kembali dihadapannya.

Yaaaa… dan bagaimanakah nasib Ktut Ghandra putri pulau Dewata yang menjadi idam-idamannya itu. Sampai disini hatinya menjadi tersayat-sayat sedih diliputi kecemasan. Ia menyesal mengapa tak dapat langsung melindunginya. Wajahnya ayu yang selalu dihiasi dengan senyuman dan kerlingan mata memikat hati itu kini membayang kembali dalam angan2nya.

Ia terkenang pula akan kelincahan Ratnasari yang selalu dekat padanya. Jasa-jasa Sontani dan Braja Semandang yang selalu mendampingi dalam suka dan derita, tak mudah pula untuk dihilangkan dari ingatan. Tapi apa mau dikata. Nasib umat manusia telah ditentukan oleh Penciptanya.

Dikala itu, waktu telah larut malam mendekati terang tanah. Bintang-bintang bertaburan diangkasa dengan sinar pancaran yang berkelipan. Semakin lama sinar pancaran gemerlapan bintang-bintang itu menjadi semakin pudar, dan lambat laun hilang lenyap tersapu cahaya merah keemasan, menyambut merekahnya sang matahari dari ufuk Timur. Fajar Kabut tipis perlahan-lahan membumbung ke-angkasa dan mataharipun terbit dengan riahnya.

Berhari-hari Yoga Kumala diikuti Dirharn berjalan terus ke arah Timur mengikuti arus air sungai Musi, dengan angan-angan yang sedih kusut dan jauh merana. Kadang-kadang mereka beristirahat di tengah hutan ataupun dipedesan di rumah-rumah para petani yang dijumpainya, ada kalanya jalan yang ditempuh terputus karena daerah rawa-rawa yang sukar dilalui, sehingga mereka harus menempuh perjalanan memutar arah.

Dalam perjalanan itu mereka tak banyak bercakap-cakap hanya Dirhamlah yang selalu berusaha menghibur Yoga Kumala dengan nasehat-nasehat demi berhasil dalam mengemban tugas yang mulia. Dan kiranya Yoga Kumala menjadi sadar kembali. Dalam hati ia bersumpah, tak akan kembali sebelum dapat memenangkan peperangan dan membebaskan seluruh tawanan serta menumpas gerombolan pengkhianat Kobar. Iapun rela untuk mengorbankan jiwa, demi menjunjung tinggi tugasnya.

Sebulan telah berlalu dan kini mereka berdua tiba di perbatasan Kotaraja Sriwijaya dekat bandar Muara Musi. Mereka singgah disebuah desa pinggir kota raja dan atas petunjuk Dirham, mereka berdua berganti pakaian sebagai petani-petani biasa. Dengan demikian mereka tak kuatir akan di curigai para tamtama kerajaan musuh.

Sambil menunggu para utusan dari pasukan yang terpecah-pecah sebagaimana dahulu kala telah ditentukan, Yoga Kumala dan Dirham menjelajahi Kota Raja dengan menyamar sebagai rakyat biasa, ataupun sebagai pedagang keliling.

Tiba-tiba diwaktu larut malam, sedang mereka berdua merebahkan badan mengaso di penginapan, pintu diketuk pelan-pelan. Cepat Yoga Kumala dan Dirham menyandang pedang dan membuka pintu, sambil bersiap-siap untuk menghadapi segala kemungkinan.

Orang itu segera memasuki kamar dan dengan tangkasnya menutup rapat pintunya kembali, tanpa mengeluarkan sepatah kata. Ia mengenakan pakaian serba hitam dengan kepala tertutup topi anyaman dari alang-alang liar, melihat gerakan tamu yang tak diundang itu, ujung pedang pusaka Yoga Kumala berkelebat dan menempel di punggung orang yang sedang menutup pintu.

“Jangan bergerak!!!” Perintah Yoga Kumala singkat dengan nada tertahan.

Namun aneh. Orang itu sedikitpun tak memperlihatkan kecemasannya, bahkan seakan-akan tak menghiraukan sama sekali ancaman Yoga Kumala. Dengan tenangnya ia memalingkan kepala kearah Yoga Kumala, sambil membuka topinya yang lebar dan hampir menutupi matanya.

Sesaat Yoga Kumala terperanjat demi melihat wajah tamunya. Pedang pusaka disarungkan kembali dan ia menubruk orang yang berbaju serba hitam serta memeluknya erat-erat.

“Kakang Talang Pati! Tak kusangka bahwa aku dapat berjumpa denganmu disini!!”.

“Adi Yoga! Hampir satu tahun aku menjelajah mengembara mencarimu dan akhirnya dewata mempertemukan kita kembali”.

Suatu pertemuan yang sangat mengharukan. Mereka saling berpelukan dengan erat. Sedangkan Dirham hanya berdiri dengan mulut ternganga. Perlahan mereka melepaskan pelukan dan kini kedua saudara angkat duduk berdekatan ditempat pembaringan Yoga Kumala.

“Oh Ya, hampir aku lupa memperkenalkan Dirham! Ini kakak angkatku kakang Talang Pati!”. kata Yoga pada Dirham yang masih berdiri ternganga.

Cepat Dirham mendekat dan membungkukkan badannya sambil berkata pelan. “Selamat datang Gustiku Talang Pati. Saya pengawal pribadi Gustiku Yoga Kumala!”.

Sambil memegang pundak Dirham dan mempersilahkan duduk di dekatnya, Talang Pati menyahut.

“Jangan menyebutku dengan Gusti, karena aku bukan priyagung seperti adikku Yoga Kumala! Panggillah aku Kakang Talang Pati saja”.

Sejenak Dirham memandang Yoga Kumala dan kemudian menundukkan kepalanya. Ia merasa janggal dan canggung menyebut Talang Pati dengan kakang. Bukankah ia berhak pula akan sebutan Gusti, karena adi angkatnya seorang priyagung yang mempunyai kekuasaan penuh sebagai pejabat Senapati Manggala Yudha Kerajaan Negeri Tanah Melayu Pagar Ruyung yang besar.

Kiranya Yoga Kumala cepat dapat mengungkap isi hati Dirham. Dan sambil bersenyum ia berkata padanya.

“Penuhilah kehendak kakang Talang Pati, Dirham. Ia memang aneh dan selalu bersikap merendahkan diri. Maka panggillah ia dengan sebutan "Kakang" saja agar hubunganmu dengannya tak canggung lagi”.

“Baik Gusti! Dan maafkan kakang Talang Pati. Demi memenuhi kehendakmu dan perintah Gustiku, perkenankanlah saya memanggilmu ‘Kakang’”. sahut Dirham sambil berpaling pada Talang Pati.

“Bagus! Bagus! Aku lebih senang akan perlakuan yang dernikian, Dirham!”. Jawab Talang Pati tersenyum lebar.

Kini ketiganya menjadi lebih akrab lagi dan percakapan berlangsung dengan asyik hingga pagi hari walau percakapan itu, Talang Pati menceritakan, bahwa kedatangannya adalah memenuhi perintah gurunya Kakek Dadung Ngawuk. Ia diharuskan mencari Yoga Kumala hingga ketemu dan selanjutnya mendampingi dalam suka deritanya.

Dalam perjalanan Talang Pati pernah bertemu dengan Martiman dan Martinem dan kedua anak itu kini dititipkan pada Bupati Indramayu Wirahadinata ayah angkat Yoga Kumala. Dengan singkat diceriterakan bahwa pertemuan dengan Martiman dan Wirtinem waktu itu dalam keadaan yang sangat menyedihkan. Kedua anak itu berada dalam cengkeraman seorang penjahat lumpuh yang shakti bergelar “si Ular Merah". Mereka dipaksa bekerja sebagai pengemis secara bergantian demi kebutuhan si Ular Merah. Ia menjumpai Martinem sewaktu anak itu sedang mengemis dengan pakaian yang kumal dan compang camping. Anak itu sendiri kurus kering.

Dengan menangis terisak-isak Martinem menceriterakan bahwa kantong kulit yang berisi harta milik Yoga Kumala dirampas dan kakaknya Martiman diikat dan diancam akan dibunuh jika ia tak mau mengemis untuk kepentingan si penjahat itu. Dan jika kakaknya Martiman yang dilepas untuk mengemis maka Martinemlah yang diikat sebagai jaminan, agar Martiman tak dapat melarikan diri. Penderitaan itu baru berakhir setelah Talang Pati dalam pertempuran yang sengit dapat membunuh si penjahat Ular Merah.

Dan dari mulut si Ular Merah sebelum menghembuskan nafasnya yang terakhir Talang Pati mengetahui, bahwa Kobar adalah keturunan tunggal dari si penjahat shakti. Kepada Yoga Kumala dinasehatkan agar selalu waspada dalam menghadapi Bupati Anom Tamtama Kobar.

Yoga Kumala mendengarkan ceritera Talang Pati dengan perasaan iba. Dalam kesempatan itu Yoga Kumala tak lupa menyerahkan sebuah cincin batu akik “panca warna” warisan mendiang gurunya mbah Duwung. Akan tetapi cincin batu itu diserahkan kembali pada Yoga Kumala dan dijelaskan akan khasiatnya.

Dalam menjelajahi hutan belantara, cincin batu "Panca warna" itu apabila dipakai dapat mengusir binatang buas, karena binatang-binatang itu takut pada pancaran sinarnya.

**** 024 ****





OBJEK WISATA MANCA NEGARA


Teluk Wilhelmina Antartika

Kota Tua Samarkand, Uzbekistan
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Air Terjun Victoria Afrika
Air Terjun Victoria Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Panorama Alam Georgia
Panorama Alam Georgia
Kebun Raya Singapura
Kebun Raya Singapura
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Dataran Guci Xiangkhouang, Laos
Dataran Guci Xiangkhoung, Laos
Danau Iskanderkul Tajikistan
Danau Iskanderkul Tajikistan
Piramida Giza Mesir
Piramida Giza Mesir
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Selat Drake Antartika Amerika
Selat Drake Antartika Amerika
Istana Kekaisaran Tokyo
Istana Kekaisaran Tokyo
Jembatan Gerbang Emas
Jembatan Gerbang Emas - Amerika
Air Terjun Niagara
Air Terjun Niagara Prancis
Grand Canyon
Grand Canyon Amerika
Pasar Terbesar di Bangkok
Pasar Terbesar di Bangkok
Taman Nasional Yellowstone
Taman Nasional Yellowstone - Amerika
Burj Khalifa - Dubai
Budj Khalifa Dubai
Taj Mahal
Taj Mahal India
Musium Amir Temur Uzbekistan
Musium Amir Temur Uzbekista
Blackpool - Amerika
Blackpool Irlandia
Taman Nasional Blue Mountain - Sydney
Taman Nasional Blue Mountain Sydney
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Danau Baikal Rusia
Danau Baikal Rusia
Biara Meteora Yunani
Biara Meteora Yunani
Pantai Bondi Australia
Pantai Bondi Australia
Menara Eiffel Prancis
Menara Eiffel Prancis
Musium Van Gogh Belanda
Musium Van Gogh Belanda
Gedung Opera Sydney
Gedung Opera Sydney
Gunung Meja Afrika
Gunung Meja Afrika
Menara Kembar Petronas Malaysia
Menara Kembar Petronas Malaysia

===============================




Air Terjun Victoria Afrika

No comments:

Post a Comment