Cepat Kobar menjatuhkan diri ke samping kiri sambil berjumpalitan menghindari serangan totokan jari2 tangan kiri Yoga Kumala. Sementara Yoga terhuyung2 kedepan satu langkah sambil mengeluarkan suara tawanya yang terkekeh-kekeh menyeramkan.
Ternyata keduanya memiliki ilmu kanuragan yang amat tangguh sehingga sukar diduga siapa yang akan lebih unggul. Sesaat Kobar terperanjat penuh keheran. Ia tidak menduga, bahwa serangan tendangannya dapat digagalkan secara demikian mentakjubkan.
Sebelum mereka siaga untuk saling menyerang kembali, tiba2 Jala Mantra melompat dan berdiri tegak di-tengah2 antara Kobar dan Yoga Kumala, sambil berseru memisah:
“Jangan kalian berkelahi sekarang disini!! Bersabarlah sampai besok pagi !!!”. Akan tetapi, baru saja ia habis mengucapkan perkataannya yang terakhir, tiba2 tinju Kobar tepat bersarang dipelipisnya.
Jala mantra terpental dan jatuh terlentang, tak sadarkan diri. Sontani, Braja Semandang, Nyoman Ragil dan Jaka Gumarang merangsang maju, menghadang Kobar yang sedang kalap dengan maksud menyapih, sementara Berhala dan Yoga Kumala menolong Jala Mantra yang jatuh terkapar pingsan. Suasana dalam ruangan kini menjadi gaduh.
“Siapa bikin ribut2?”. suara bentakan berwibawa tiba2 menggema dalam ruangan itu.
Dan mereka semua berpaling kearah pintu, dimana Tumenggung Cakrawirya telah berdiri menyapu pandang ke arah mereka semua. Hening seketika Semua diam tertunduk, tak berani berkutik. Mereka tahu, bahwa Tumengeung Cakrawirya adalah wakil Manggala Tamtama Pengawal Raja dan kali ini merangkap jabatan sebagai pembantu penyelenggara lomba kanuragan.
“Braja Semandang! Ada apa ribut2?”. Tanya beliau pada Braja Semandang yang kebetulan berdiri paling dekat.
Sambil menyembah, Braja Semandang mejawab cepat. “Maafkan Gusti, kami sedang berlatih!”. Ia sengaja sedikit membohong, agar tidak menjadi panjang urusannya, dan kiranya Tumenggung Cakrawiryapun menjadi puas dengan jawaban itu.
“Yoga Komala! Adikmu Indah Kumala Wardhani ingin bertemu! Kini menunggu disrambi belakang Senapaten”.
“Baik Gusti! Hamba akan segera menemui!”. Jawab Yoga Kumala singkat sambil menyembah dan mengikuti berjalan dibelakang Tumenggung Cakrawirya.
Jala Mantra telah sadar kembali dan semuanya menjadi terdiam, takut untuk membikin ribut kembali. Mereka kini hanya saling berbisik mempercakapkan dipanggilnya Yoga Kumala.
“Akang Yoga!”. Seru adiknya Indah Kumala Wardhani sambil berlari kecil menyambut datang kakaknya, sementara Tumenggung Cakrawirya menghilang dibalik pintu ruang dalam Istana Senapaten.
“Indah, adikku manis! Ada keperluan apa kau memanggilku?”. Tanya Yoga Kumala sambil membimbing adiknya.
“Pesan kangmas Indra Sambada, akang Yoga nanti malam supaya pergi ke Istananya di Kota Raja bersama aku dan tiga temanku lainnya!”.
“Haa?. Dengan temanmu? Siapa yang kau maksudkan?”.
“Sudahlah! Akang Yoga tentu akan senang sekali pergi bersama dengan teman2ku. Marilah aku kenalkan akang lebih dahuiu dengan mereka!”. Indah Kumala Wardhani tersenyum menggoda sambil meraih tangannya.
Menghadapi kenakalan adiknya, Yoga Kumala tak dapat berkutik, Ia hanya menurut saja dan rnengikuti langkah adiknya menuju ke ruang tamu serambi belakang Istana Senapaten.
Betapa terperanjatnya, setelah Yoga Kumata melihat tiga dara yang sedang duduk tertunduk diruang tamu serambi belakang itu. Darahnya tersirap hingga mukanya menjadi merah dadu. Ia malu tersipu sipu, sambil berusaha melepaskan dari genggaman tangan adiknya, akan tetapi Indah Kumala Wardhani malahan kuat2 menariknya masuk keruang tamu tadi, sambil berseru pada salah seorang dara remaja yang sedang duduk itu.
“Yayuk Ratnasari! Ini abangku Yoga Kumala! Tampan bukan? Akang Yoga, silahkan berkenalan dulu!”.
Ternyata kenakalan adiknya malah menjadi-jadi, akhirnya iapun tidak berdaya sama sekali menghadapi adiknya. Sambil tersenyum malu, Yoga Kumala membungkukkan badannya ke arah tiga dara remaja yang menyambutnya dengan bangkit berdiri sejenak sambil membalas tersenyum.
Mereka berlima kini duduk diruang tamu sambil bercakap2 kaku. Se akan2 Yoga Kumala selatu merasa kehabisan ucapan kata2nya. Dan percakapanpun menjadi tidak lancar. Satu sama lain saling menunggu tertunduk. Hanya Indah Kumala Wardhanilah yang dapat bebas berbicara. Ia selalu dapat mengisi percakapan yang terputus dengan kelucuannya. Akan tetapi tak lepas pula dengan kenakalannya yang selalu senang menggoda orang lain, terutama kakaknya sendiri.
Dara yang dipanggil Retnasari adalah dara remaja yang usianya sepantaran dengan Indah Kumala Wardhani kira2 17 tahunan. Kulitnya kuning langsat, bentuk tubuhnya langsing, padat berisi, dengan pinggangnya yang kecil ramping. Tangannya bagaikan busur dipentang dengan jari2 nya yang kecil halus meruncing. Rambutnya hitam pekat dan tebaI, digelung dengan sebuah tusuk konde yang bertatahkan berlian. Sepasang alisnya tipis melengkung bagaikan bulan sabit, sedangkan biji matanya nampak redup dengan sinar pandangnya yang bening. Tutur bahasanya sangat halus serta ucapannya selalu diiringi dengan senyuman lirih. Ia adalah adik kandung dari Sontani dan tergolong keluarga Gusti Senapati Adityawardhana Manggala Yudha Kerajaan Agung Majapahit.
Dara yang duduk disebelah Ratnasari bernama Ktut Chandra, berasal dari Pulau Dewata (Bali). Ia adalah cucu putri dari gurunya Senapati Muda Manggala Tamtama Indra Sambada yang bersemayam di Kota Raja Badung. Usianya kira2 sepantaran dengan Indah Kumala Wardhani lebih muda sedikit. Rambutnya yang hitam pekat ditekuk bagaikan gelung yang terurai lepas. Warna kulitnya kuning agak kemerah merahan. Alisnya yang hitam tipis dengan sepasang matanya yang lebar dan bening. Kerlingan matanya tajam, dan menggairahkan. Senyum dan tawanya selalu menghias bibirnya yang tipis mungil. Sebuah tai lalat sebesar kedelai yang nampak diatas bibirnya sebelah kiri menambah manis dan pantasnya. Dari tingkah lakunya nampak jelas, bahwa ia adalah seorang dara remaja yang memiliki sifat2 periang.
Ia mengenakan pakaian kain panjang warna biru dengan sulaman benang emas berlukiskan kembang2 mawar. Dadanya yang padat tertutup sehelai kain biru pula dengan sulaman benang emas serba merah, sedangkan lengannya dibiarkan telanjang tidak berbaju. Disamping memakai subang bermata berlian disepasang daun telinganya, masih juga ia mengenakan sekuntum bunga kenanga yang diselipkan diatas telinga sebelah kanan, menambah resapnya pandangan yang melihatnya.
Ternyata keduanya memiliki ilmu kanuragan yang amat tangguh sehingga sukar diduga siapa yang akan lebih unggul. Sesaat Kobar terperanjat penuh keheran. Ia tidak menduga, bahwa serangan tendangannya dapat digagalkan secara demikian mentakjubkan.
Sebelum mereka siaga untuk saling menyerang kembali, tiba2 Jala Mantra melompat dan berdiri tegak di-tengah2 antara Kobar dan Yoga Kumala, sambil berseru memisah:
“Jangan kalian berkelahi sekarang disini!! Bersabarlah sampai besok pagi !!!”. Akan tetapi, baru saja ia habis mengucapkan perkataannya yang terakhir, tiba2 tinju Kobar tepat bersarang dipelipisnya.
Jala mantra terpental dan jatuh terlentang, tak sadarkan diri. Sontani, Braja Semandang, Nyoman Ragil dan Jaka Gumarang merangsang maju, menghadang Kobar yang sedang kalap dengan maksud menyapih, sementara Berhala dan Yoga Kumala menolong Jala Mantra yang jatuh terkapar pingsan. Suasana dalam ruangan kini menjadi gaduh.
“Siapa bikin ribut2?”. suara bentakan berwibawa tiba2 menggema dalam ruangan itu.
Dan mereka semua berpaling kearah pintu, dimana Tumenggung Cakrawirya telah berdiri menyapu pandang ke arah mereka semua. Hening seketika Semua diam tertunduk, tak berani berkutik. Mereka tahu, bahwa Tumengeung Cakrawirya adalah wakil Manggala Tamtama Pengawal Raja dan kali ini merangkap jabatan sebagai pembantu penyelenggara lomba kanuragan.
“Braja Semandang! Ada apa ribut2?”. Tanya beliau pada Braja Semandang yang kebetulan berdiri paling dekat.
Sambil menyembah, Braja Semandang mejawab cepat. “Maafkan Gusti, kami sedang berlatih!”. Ia sengaja sedikit membohong, agar tidak menjadi panjang urusannya, dan kiranya Tumenggung Cakrawiryapun menjadi puas dengan jawaban itu.
“Yoga Komala! Adikmu Indah Kumala Wardhani ingin bertemu! Kini menunggu disrambi belakang Senapaten”.
“Baik Gusti! Hamba akan segera menemui!”. Jawab Yoga Kumala singkat sambil menyembah dan mengikuti berjalan dibelakang Tumenggung Cakrawirya.
Jala Mantra telah sadar kembali dan semuanya menjadi terdiam, takut untuk membikin ribut kembali. Mereka kini hanya saling berbisik mempercakapkan dipanggilnya Yoga Kumala.
“Akang Yoga!”. Seru adiknya Indah Kumala Wardhani sambil berlari kecil menyambut datang kakaknya, sementara Tumenggung Cakrawirya menghilang dibalik pintu ruang dalam Istana Senapaten.
“Indah, adikku manis! Ada keperluan apa kau memanggilku?”. Tanya Yoga Kumala sambil membimbing adiknya.
“Pesan kangmas Indra Sambada, akang Yoga nanti malam supaya pergi ke Istananya di Kota Raja bersama aku dan tiga temanku lainnya!”.
“Haa?. Dengan temanmu? Siapa yang kau maksudkan?”.
“Sudahlah! Akang Yoga tentu akan senang sekali pergi bersama dengan teman2ku. Marilah aku kenalkan akang lebih dahuiu dengan mereka!”. Indah Kumala Wardhani tersenyum menggoda sambil meraih tangannya.
Menghadapi kenakalan adiknya, Yoga Kumala tak dapat berkutik, Ia hanya menurut saja dan rnengikuti langkah adiknya menuju ke ruang tamu serambi belakang Istana Senapaten.
Betapa terperanjatnya, setelah Yoga Kumata melihat tiga dara yang sedang duduk tertunduk diruang tamu serambi belakang itu. Darahnya tersirap hingga mukanya menjadi merah dadu. Ia malu tersipu sipu, sambil berusaha melepaskan dari genggaman tangan adiknya, akan tetapi Indah Kumala Wardhani malahan kuat2 menariknya masuk keruang tamu tadi, sambil berseru pada salah seorang dara remaja yang sedang duduk itu.
“Yayuk Ratnasari! Ini abangku Yoga Kumala! Tampan bukan? Akang Yoga, silahkan berkenalan dulu!”.
Ternyata kenakalan adiknya malah menjadi-jadi, akhirnya iapun tidak berdaya sama sekali menghadapi adiknya. Sambil tersenyum malu, Yoga Kumala membungkukkan badannya ke arah tiga dara remaja yang menyambutnya dengan bangkit berdiri sejenak sambil membalas tersenyum.
Mereka berlima kini duduk diruang tamu sambil bercakap2 kaku. Se akan2 Yoga Kumala selatu merasa kehabisan ucapan kata2nya. Dan percakapanpun menjadi tidak lancar. Satu sama lain saling menunggu tertunduk. Hanya Indah Kumala Wardhanilah yang dapat bebas berbicara. Ia selalu dapat mengisi percakapan yang terputus dengan kelucuannya. Akan tetapi tak lepas pula dengan kenakalannya yang selalu senang menggoda orang lain, terutama kakaknya sendiri.
Dara yang dipanggil Retnasari adalah dara remaja yang usianya sepantaran dengan Indah Kumala Wardhani kira2 17 tahunan. Kulitnya kuning langsat, bentuk tubuhnya langsing, padat berisi, dengan pinggangnya yang kecil ramping. Tangannya bagaikan busur dipentang dengan jari2 nya yang kecil halus meruncing. Rambutnya hitam pekat dan tebaI, digelung dengan sebuah tusuk konde yang bertatahkan berlian. Sepasang alisnya tipis melengkung bagaikan bulan sabit, sedangkan biji matanya nampak redup dengan sinar pandangnya yang bening. Tutur bahasanya sangat halus serta ucapannya selalu diiringi dengan senyuman lirih. Ia adalah adik kandung dari Sontani dan tergolong keluarga Gusti Senapati Adityawardhana Manggala Yudha Kerajaan Agung Majapahit.
Dara yang duduk disebelah Ratnasari bernama Ktut Chandra, berasal dari Pulau Dewata (Bali). Ia adalah cucu putri dari gurunya Senapati Muda Manggala Tamtama Indra Sambada yang bersemayam di Kota Raja Badung. Usianya kira2 sepantaran dengan Indah Kumala Wardhani lebih muda sedikit. Rambutnya yang hitam pekat ditekuk bagaikan gelung yang terurai lepas. Warna kulitnya kuning agak kemerah merahan. Alisnya yang hitam tipis dengan sepasang matanya yang lebar dan bening. Kerlingan matanya tajam, dan menggairahkan. Senyum dan tawanya selalu menghias bibirnya yang tipis mungil. Sebuah tai lalat sebesar kedelai yang nampak diatas bibirnya sebelah kiri menambah manis dan pantasnya. Dari tingkah lakunya nampak jelas, bahwa ia adalah seorang dara remaja yang memiliki sifat2 periang.
Ia mengenakan pakaian kain panjang warna biru dengan sulaman benang emas berlukiskan kembang2 mawar. Dadanya yang padat tertutup sehelai kain biru pula dengan sulaman benang emas serba merah, sedangkan lengannya dibiarkan telanjang tidak berbaju. Disamping memakai subang bermata berlian disepasang daun telinganya, masih juga ia mengenakan sekuntum bunga kenanga yang diselipkan diatas telinga sebelah kanan, menambah resapnya pandangan yang melihatnya.
Sesaat Yoga Kumala berdebar jantungnya, sewaktu ia bertemu pandang dengan Ktut Chandra. Mulutnya serasa terkunci. Tidak tahu ia harus berbuat bagaimana. Dalam hati ia sangat mengagurni akan kecantikan gadis Bali itu. Dan bukan itu saya. Kini hatinya serasa terpikat oleh sikap Ktut Chandra yang se!alu bersenyum. Kiranya demikian pula dengan perasaan Ktut Chandra.
Tanpa disadari, denyut jantungnya menjadi makin bertambah keras. Walaupun tak sepatah katapun yang dapat keluar dari mulut mereka berdua, namun sinar pandangan mata seakan-akan telah membuka isi hati masing2 yang menuju ke satu titik pengertian.
Seorang dara lainnya lagi yang duduk disebelah Indah Kumala Wardhani, kiranya adalah pendiam dan pemalu. Ia berusia kurang lebih 20 tahunan dan sewaktu berkenalan dengan Yoga Kumala, ia mengaku bernama Sampur Sekar. Ia hanya tertunduk selalu, dan hanya mengucapkan kala bicaranya apabila terpaksa menanggapi pertanyaan2 teman2nya. Wajahnya ayu, dengan sinar pandangnya yang tenang bersih. Warna kulitnyapun kuning langsat pula.
Tanpa disadari, denyut jantungnya menjadi makin bertambah keras. Walaupun tak sepatah katapun yang dapat keluar dari mulut mereka berdua, namun sinar pandangan mata seakan-akan telah membuka isi hati masing2 yang menuju ke satu titik pengertian.
Seorang dara lainnya lagi yang duduk disebelah Indah Kumala Wardhani, kiranya adalah pendiam dan pemalu. Ia berusia kurang lebih 20 tahunan dan sewaktu berkenalan dengan Yoga Kumala, ia mengaku bernama Sampur Sekar. Ia hanya tertunduk selalu, dan hanya mengucapkan kala bicaranya apabila terpaksa menanggapi pertanyaan2 teman2nya. Wajahnya ayu, dengan sinar pandangnya yang tenang bersih. Warna kulitnyapun kuning langsat pula.
Ia mengenakan perhiasan serba indah dan amat mewah. Tutur bahasanyapun sangat halus, dengan senyuman yang sangat lirih. Namun pancaran wajahnya nampak jelas, bahwa ia adalah gadis remaja keturunan bangsawan asli. Dan memang demikian. Ia adalah putra-putri dari Pangeran Pekik Manggala Narapraja.
Pada sore harinya mereka berlima dengan Kereta kebesaran Senapati Muda indra Sambada, pergi menuju ke Kota Raja, memenuhi panggilan kakak angkat Yoga Kumala. Tak henti2nya Indah Kumala Wardhani dalam perjalanan selalu menggoda kakaknya Yoga Kumala dan Ratnasari, hingga kerapkali Ratnasari tersipu sipu malu sambil mencubit paha Indah Kumala Wardhani yang ceriwis.
Walaupun percakapan antara Yoga Kumala dengan Ratnasari dan Indah Kumala Wardhani nampak agak lancar dibanding dengan lainnya, akan tetapi setiap waktu Yoga Kumala bertemu pandang dengan Ktut Chandra jantungnya selalu masih saja dirasakan berdetak keras, dan keduanya segera saling menunduk dengan wajah yang makin memerah. Ia sendiri tidak mengerti apa sebabnya.
Ingin Yoga Kumala berkata banyak pada dara Pulau Dewata ini, namun selalu terhalang perasaan yang aneh, hingga mulutnya seakan-akan terkunci rapat apabila mulai menatap pandangnya. Kiranya demikian pula perasaan Ktut Chandra terhadapnya. Suatu kebetulan pula duduk mereka dalam kereta itu berhadapan.
Perjalanan ke Kota Raja, dirasakan oleh Yoga Kumala amat singkat sekali. Seakan-akan ia ingin sepanjang waktu duduk terus dalam kereta dengannya. Namun hal itu tentunya tidak mungkin. Tidak terasa, kini ternyata kereta telah memasuki halaman Senapaten kediaman Manggala Muda tamtama Pengawal Raja Indra Sambada, kakak angkatnya. Kiranya Indra Sambadapun telah menunggu kedatangan mereka berlima diruang tamu dalam Istananya.
“Yoga Kumala !!”. Kata Indra Sambada, setelah mereka berlima duduk menghadapnya. “Aku memanggilmu kemari, memang ada sesuatu yang akan aku bicarakan padamu dan pada kalian semua. Tentu kalian berlima telah saling mengenal bukan?”. Indra Samhada berhenti bicara sejenak, seakan-akan menunggu jawaban dari salah seorang diantara mereka, akan tetapi ternyata semuanya hanya menundukkan kepala dengan tersenyum malu. Hanya Indah Kumala Wardhanilah yang berani menyahut pertanyaan Indra Sambada dengan kenakalannya yang tidak terduga-duga.
“Kangmas Indra!! Akang Yoga hanya mau kenal dengan Yayuk Ratnasari saja, sedangkan lainnya didiamkan, tidak diajak bicara !!”.
Menanggapi kenakalan Indah Kumala Wardhani, Indra Sambada hanya tersenyum sambil mengangguk2kan kepalanya. Ia melihat betapa Yoga Kumala dan Ratnasari kini mukanya memerah dadu, demi mendengar jawaban dari Indah Kumala Wardhani yang senang menggodanya itu!!.
“Adikku Indah I! Jangan kau iri melihat kakakmu Yoga kini berlaku demikian”. Indra Sambada menyahut sambil tertawa lebar.
Mendapat sambutan dari Indra Sambada yang demikian, sifat kenakalan Indah Kumala Wardhani bertambah melonjak. Ia turut serta ketawa riang sambil bicara dengan mencebirkan bibirnya.
“Saya sama sekali tidak mengiri, Kangmas !! Bahkan nanti agar Akang Yoga Kumala dan Yayuk Ratnasati diperkenankan pulang ke Maja Agung berduaan saja. Biarlah kami bertiga tinggal di Senapaten Kota Raja sini !!”.
Yoga Kumala dan Ratnasari semakin malu tersipu-sipu. Mereka dalam menanggapi adiknya tak dapat berkutik. Ktut Chandra pun turut bersenyum Iirih sambil tertunduk, Akan tetapi tiba2 perasaan iri dan cemburunya cepat menguasai dirinya. Entah karena apa! Tanpa terasa kini ia menjadi tertunduk diam menahan rasa dongkol hatinya. Sedang Sampur Sekar hanya tersenyum simpul sambil mengawasi wajah kedua remaja yang sedang menjadi buah permainan.
Walaupun Indra Sambada telah mengenal lama akan sifat2 kenakalan Indah Kumala Wardhani, akan tetapi kali ini ia sendiri agak terpengaruh pula akan kata2nya. Ia mengira bahwa Yoga Kumala kini memang jatuh cinta (hati) kepada Ratnasari. Apabila benar demikian halnya, maka iapun akan turut bergembira. Bukankah hubungan dengan Senapati Manggala Yudha Gusti Aditya wardhana akan lebih erat terjalin, jika kelak adik angkatnya Yoga Kumala dan Ratnasari menjadi sepasang suami istri?.
“Sudahlah! Dan kini kalian semua hendaknya mendengarkan pesanku baik2!”. Tiba2 Indra Sambada beralih bicara pada pangkal kepentingannya.
“Menurut saran dari Gustimu Tumenggung Cakrawirya, mulai hari ini Yoga Kumala telah diangkat sebagai pelindung kalian berempat. Maka hubungan sehari2 hendaknya Iebih di pererat, agar kelak dalam menunaikan tugas masing2 jangan simpang siur. Tentu saja tugas ini bagimu merupakan sampiran dalam jabatanmu sendiri, yang esok setelah selesai pertandingan akan ditentukan lebih lanjut”, Ia berhenti bicara sesaat sambil menatap pandang Pada Yoga Kumala. Kemudian melanjutkan bicaranya tertuju pada Yoga Kumala adik angkatnya:
“Yoga Kumala!. Hanya kau sendiri yang tahu bahwa keempat dara termasuk adik kandungmu sendiri, kini telah diangkat sebagai anggauta Narasandi di Kerajaan oleh Gustimu Tumenggung Cakrawirya. Sedangkan keamanan dan keselamatannya dalam mengemban tugas kelak berada ditanganmu, disamping beban tugasmu sendiri!”.
Suasana kini menjadi hening, Masing2 saling pandang dan kembali tertunduk diam. Dalam hati, Yoga Kumala tak mengira sama sekali, bahwa dipercaya mendapat tugas yang mulia itu walaupun baginya merupakan tambahan beban yang tak dapat dikatakan ringan.
Memang ia telah mengetahui pula, bahwa adik kandungnya dan dara2 temannya telah tiga bulan lamanya mendapat latihan khusus dari Tumenggung Cakrawirya yang merangkap jabatan sebagai Manggala Tamtama Narasandi. Akan tetapi tidak menduga, bahwa ia sendiri kini telah dimasukkan dalam angkatan yang maha penting itu. Kiranya Tumenggung Cakrawirya sangat memperhatikan akan kelakuannya sehari2, hingga ia berkenan menaruh kepercayaan pada dirinya.
Dengan panjang lebar dijelaskan oleh Senapati Indra Sambada, bahwa kelak pada saatnya, keempat dara remaja itupun akan dikirim pula ke Negeri Kerajaan Agung Tanah Malayu dengan tugas2 tertentu, yang amat erat hubungannya dengan tugas yang akan dibebankan pada Yoga Kumala.
Setelah diberikan penjelasan seperlunya dan disertai pesan agar Yoga Kumala dapat merahasiakan hal ini, mereka berlima diperkenankan kembali ke Senapaten Maja Agung.
“Berusahalah agar besok pagi kau dapat memenangkan pertandingan penyisihan terakhir!”. Pesan Indra Sambada sewaktu ia mengantar sampai diambang pintu gerbang.
“Doa restu Kangmas Indra semoga selalu menyertaiku”. jawab Yoga Kumala.
Keretapun berjalan dengan lajunya menuju ke Senapaten Maja Agung menyelinap dikegelapan malam yang pekat.
***
Para Senapati dan segenap priyagung serta orang2 shakti sebagai tamu undangan yang duduk berderet2 dikursi diam terpekur ditempat masing2 dengan hati berdebar penuh kecemasan mengikuti jalannya pertandingan babak penyisihan yang tengah berlangsung. Demikian pula para tamtama yang mengitari gelanggang pertandingan bagaikan pagar tembok kuat yang tak akan terobohkan oleh amukan banteng.
Semua diam. Tidak ada yang berani mengganggu mereka, yang kini sedang bertanding dengan sengitnya. Hanya kadang-kadang saja terdengar satu pujian pendek yang tertahan berulang kali dari para priyagung,
“Bagus! Bagus!”. sambil menggeleng gelengkan kepala, ataupun suara kata seruan dari pada tamtama yang menyaksikan pertandingan itu.
“kenak!”.
Namun sesaat kemudian suasana sunyi hening kembali, dengan pusat perhatian tertuju ke arah yang sedang bertanding dengan sengit. Pertandingan tata kelahi bertangan kosong antara Yoga Kumala dan Kobar untuk memperebutkan pemenang pertama itu diselenggarakan di halaman Senapaten Alap2 Ing Ayudha dengan disaksikan oleh para orang2 shakti dan segenap priyagung Kerajaan, agar dapat memberikan nilai yang sewajarnya. Ternyata kedua calon perwira tamtama yang sedang bertanding itu memiliki kesaktian dan ketangkasan yang seimbang.
“Haaaiiittt! Kena!”. Seru Kobar sambil melancarkan tendangan dahsyat ke arah lambung Yoga Kumala.
Dan bersamaan dengan meluncurnya tumit kaki kanan Kobar yang hampir mengenai lambung kiri Yoga Kumala, tiba2 ia sendiri menjatuhkan diri sambil bergulingan di tanah, untuk menghindarkan diri dari serangan balasan pukulan telapak tangan Yoga Kumala yang tidak kalah berbahayanya.
Kiranya sewaktu tendangan yang menggeledek dari Kobar hampir menyentuh tubuhnya, Yoga Kumala terhuyung-huyung ke samping kiri untuk kemudian jatuh berjongkok sambil menyerang Kobar dengan pukulan telapak tangan kiri mengarah puggung lawan, sedangkan tangan kanannya menghadang sebagai perisai untuk menghadapi kemungkinan serangan rangkaian dari Kobar. Semua yang menyaksikan adegan yang mendebarkan jantung itu, sesaat menghela nafas lega, setelah nyata keduanya bebas dari serangan masing2 yang berbahaya.
Akan tetapi belum juga tenang sejenak, kini para penonton kembali menahan nafas lagi, demi melihat Yoga Kumala melompat tinggi dengan jatuh menukik ke bawah sambil mementang tegang jari2 tangan kirinya, sedangkan tangan kanan mengepal sebagai tinju mengarah pelipis kiri Kobar yang baru saja bangkit berdiri. Cepat dan tangkas, Kobar merendahkan diri dan kembali jatuh bergulingan kesamping kiri, sambil memapaki tinju lawan dengan kaki kirinya. Akan tetapi masih juga bahu kanannya tersentuh sedikit jari2 tangan kiri Yoga Kumala.
Cepat ia bangkit dan melompat surut ke belakang dua langkah sambil mendekap bahu kanannya. Sesaat ia menyeringai menahan rasa nyeri kesemutan seluruh tangan kanannya, namun secepat itu pula ia mengerahkan pemusatan tenaga dalamnya untuk membebaskan rasa nyeri yang merangsang di tangan kanannya.
Sementara Yoga Kumala telah berdiri diatas kedua kakinya yang terpentang lebar dengan kedua lututnya ditekuk hingga setengah jongkok sambil ketawa terkekeh kekeh menyeramkan. Tangan kirinya diangkat tinggi, setinggi pundak dengan telapak tangan ke depan dengan jari2 terbuka lebar dan menegang, sedangkan tangan kanannya menjangkau lurus setinggi jajar dengan dadanya, dengan jari2 mengembang tegang pula.
Matanya memandang tajam kedepan. Inilah gerak langkah Wurushakti yang telah dikenal Senapati Muda Indra Sambada, dalam bentuk jurus “menyambut serangan maut dari empat penjuru".
Memang setiap gerakan Yoga Kumala yang memerlukan pengerahan pemusatan tenaga dalam selalu diiringi dengan tawanya yang terkekeh kekeh menyeramkan. Inilah ciri2 asli dari gerak Wurushakti. Akan tetapi lawan yang dihadapi adalah Kobar yang terkenal tangguh dan shakti. Dengan penuh kewaspadaan dan setapak demi setapak ia maju kedepan mendekati Yoga Kumala sambil siap siaga untuk memulai dengan serangannya.
Tiba2 ia membuka serangan dengan pukulan telapak tangan dalam gerak tebangan mengarah leher sambil berseru nyaring hingga memekakkan telinga. Dan sewaktu Yoga Kumala terhuyung-huyung kedepan sambil memberikan serangan balasan. Kobar telah melesat tinggi di atas kepala Yoga Kumala sambil berpusingan untuk kemudian jatuh di belakang Yoga Kumala dengan melancarkan serangan pukulan yang dirangkaikan dengan tendangan beruntun silih berganti.
la mengira bahwa serangan bukaannya sebagai gerak tipu akan berhasil memuaskan, namun Yoga Kumala kiranya telah menduga dan tak kalah tangkasnya dalam gerakan mendahului menyerang lawan.
Walaupun gerakannya sepintas lalu kelihatan lambat, akan tetapi kehebatan gerakannya selalu mengandung unsur2 serangan balasan yang amat berbahaya. Dengan menundukkan kepala dan merendahkan badannya sambil menggeser kaki kiri surut ke samping, ia terhindar dari serangan pukulan Kobar yang amat dahsyat. Sambil terhuyung-huyung ke depan ia memapaki rangkaian serangan lawan dengan pukulan telapak tangan kanannya, hingga Kobar terkesiap sesaat dan segera menggagalkan rangkaian serangannya sambil meloncat ke samping dua langkah.
Pertarungan berlangsung makin seru, dan selalu masing2 melancarkan serangan2 yang berbahaya. Semua penonton berdebar-debar, menahan nafas. Sukar kiranya untuk menebak siapa yang akan memenangkan pertandingan yang tengah berlangsung dengan tegang dan sengit itu. Masing2 memperlihatkan ketangkasan dan kesaktiannya dalam bentuk gerakan yang berlainan.
Tiba2 dalam saat yang bersamaan terdengar suara tinggi melengking dan tawa terkekeh-kekeh menyeramkan. Tanpa diketahui dengan jelas, kedua-duanya jatuh bergulingan di tanah dalam arah yang berlawanan dengan masing2 menjauhkan diri.
Kiranya Kobar memang sengaja memapaki pukulan Yoga Kumala dengan lengannya untuk mengukur kekuatan lawan. Namun keduanya saling mengerahkan pemusatan tenaga hingga benturan kedua tangan tadi mengakibatkan masing2 merasa pedih yang tidak terhingga. Secepat kilat keduanya bangkit berdiri kembali dan langsung saling menerjang dengan serangan2 kilat yang berbahaya. Kiranya masing2 ingin cepat menyelesaikan pertandingan ini dengan kemenangan difihaknya. Demikian hebatnya kesaktian masing2, hingga angin sambaran pukulan menggetarkan baju para tamtama yang menonton, dan debupun mengepul tebal bagaikan kabut.
Sewaktu semua penonton sedang terpaku menahan nafas dengan jantung masing2 berdebar-debar, tiba2 Sang Senapati Indra Sambada melompat ketengah gelanggang dan langsung berdiri ditengah2 antara Yoga Kumala dan Kobar, sambil berseru:
“Berhenti!”.
Bersamaan dengan terdengarnya suara seruan yang menggema penuh wibawa itu, Kobar dan Yoga Kumala telah berdiri tegak membatalkan gerakan masing2. Keduanya kemudian diperintahkan untuk saling berjabatan tangan, dan oleh Sang Senapati Muda diberitahukan bahwa pertandingan bertangan Kosong yang telah berlangsung itu dinyatakan seimbang, tidak ada yang kalah dan menang.
Penghentian yang tiba2 itu adalah atas perintah Gusti Adityawardhana, karena apabila pertandingan itu diteruskan, beliau mengkhawatirkan adanya korban dari salah seorang diantaranya. Dan jika terjadi demikian halnya, tentulah amat disesalkan, mengingat dua orang muda shakti itu kelak dapat diharapkan menggantikan para Manggala Tamtama yang tentunya akan surut karena usia.
Namun bagi kedua pemuda yang sedang bertanding, keputusan itu dirasakan sangat mengecewakan. Mereka merasa dapat menyelesaikan dan memenangkaan pertandingan, apabila dibiarkan berlangsung terus. Lebih-lebih bagi Kobar. Ia menganggap keputusan itu tidak adil, dan berat sabelah. Mungkin karena Gusti Senapati Indra Sambada kuatir kalau adiknya kalah pikirnya.
Akan tetapi karena takut, keduanya diam tertunduk dan mentaati perintah sang Senapati. Lain halnya dengan para priyagung dan segenap orang2 shakti tamu undangan. mereka memuji akan keluhuran budi Sang Senapati Manggala Yudha, dalam mengambil langkah kebijaksanaannya.
Untuk menentukan siapa pemenangnya, maka pertandingan dilanjutkan dengan mernpertunjukkan katangkasan ilmu pedang. Semula pertandingan itu akan dilanjutkan dengan masing2 bersenjatakan pedang, akan tetapi oleh Gusti Senapati Manggaia Yudha Adityawardhana dicegah dan dirobah dengan memamerkan ketangkasan dalam memainkan ilmu pedang, dan bukan pertandingan tata kelahi bersenjatakan pedang.
Keputusan inipun mendapat dukungan penuh dari segenap para priyagung dan para orang2 shakti undangan. Pertandingan dimulai, dan menurut hasil undian ternyata Kobar harus tampil terlebih dahulu.
Setelah menyembah pada para Manggala dan segenap priyagung Kerajaan, dengan tangkasnya ia melompat ketengah gelanggang sambil menghunus pedang pusakanya. Gerakannya tangkas dengan gaya yang sangat indah pula. Semua yang menyaksikan bertepuk tangan mengagumi gerakan lompatan pembukaan ilmu pedang dari Kobar itu. Pedang pusakanya amat tajam dan mengandung daya perbawa. Dengan gerakannya yang tangkas dan kuat, serta penuh gaya2 indah ia mulai memainkan pedangnya dengan menari-nari bagaikan kupu2 hingga sesaat kemudian hanya nampak sinar hitam berkilauan yang ber gulung2 menyelubungi seluruh tubuhnya.
Para Manggala dan segenap priyagung serta orang2 shakti yang menyaksikan berseru kagum dan sambil menggeleng2kan kepalanya. Benar2 Kobar memiliki ilmu permainan pedang yang cukup tinggi dan kiranya sukar untuk mencari imbanganya. Demikian pula para tamtama teman2nya yang menyaksikan di lingkaran sekelilingnya. Sedang ia tengah memamerkan ilmu permainan pedangnya yang indah dan perkasa dengan jurus2 simpanannya, tiba2 terdengar seruan berasal dari samping kiri.
“Awas, serangan!”.
Dan bersamaan dengan seruan tadi, dua benda putih bulat sebesar ibu jari kaki meluncur beruntun bagaikan kilat ke arah kepala dan dada Kobar. Cepat pedang pusakanya berkelebat dan dua buah benda putih yang meluncur secara beruntun, semuanya terbelah menjadi dua potong dan jatuh bertebar kesamping kanan dan kirinya. Ternyata dua buah benda putih itu adalah dua jeruk nipis yang disaput tebal dengan kapur. Akan tetapi belum juga potongan2 jeruk nipis itu jatuh di tanah seruan serupa telah menggema lagi dari arah dihadapannya.
“Awas! Serangan!”.
Dan dua buah benda putih secara beruntun menyambar ke arah kepala dan kakinya. Gerakan sabetan pedang yang baru saja membelah dua benda-benda yang menyerangnya, kini dirangkaikan menjadi gerakan bacokan dan tebangan mengarah dua benda putih yang meluncur menyerang dirinya. Sambil meloncat tinggi ia berseru nyaring.
“Haaaiitt!”.
Dan sebuah jeruk nipis yang disaput tebal dengan kapur yang mengarah kakinya terbelah menjadi dua. serta jatuh sejauh lima langkah ke samping kanan dan kirinya, Akan tetapi ia menjadi terperanjat setelah melihat sendiri adanya noda putih sebesar ibu jari yang melekat pada celana dipahanya. Keringat dingin mengucur dari dahinya hingga membasahi kedua pelipis dan sepasang pipinya. Namun ia tetap masih memainkan ilmu pedang pusakanya dengan penuh semangat serta lebih waspada, Kembali seruan nyaring terdengar.
“Awas, serangan!”.
Sebuah benda serupa meluncur dengan pesatnya dan disusul kemudian dengan benda yang serupa lagi masing2 mengarah pada dirinya dari arah muka dan belakang dalam saat yang hampir bersamaan, dimana kaki Kobar baru saja berpijak ditanah.
Akan tetapi Kobar adalah seorang tamtama yang mendapatkan julukan pendekar pedang dari teman2nya. Dengan tangkasnya ia kembali menggenjotkan kaki kanannya melenting tinggi ke udara sambil berpusingan. Pedang pusakanya berkelebat menyapu dengan gaya sabetan serangan kebawah mengikuti berputarnya badan, bagaikan baling2.
Sebuah jeruk nipis tak ayal lagi terbelah menjadi dua potong dan terpental jauh. Akan tetapi ternyata yang sebuah tepat mengenai lambungnya sebelah kanan di bawah ketiaknya. Dengan menggerutu sambil membanting kakinya ia menyesali akan perbuatannya yang kurang tangkas.
Pada sore harinya mereka berlima dengan Kereta kebesaran Senapati Muda indra Sambada, pergi menuju ke Kota Raja, memenuhi panggilan kakak angkat Yoga Kumala. Tak henti2nya Indah Kumala Wardhani dalam perjalanan selalu menggoda kakaknya Yoga Kumala dan Ratnasari, hingga kerapkali Ratnasari tersipu sipu malu sambil mencubit paha Indah Kumala Wardhani yang ceriwis.
Walaupun percakapan antara Yoga Kumala dengan Ratnasari dan Indah Kumala Wardhani nampak agak lancar dibanding dengan lainnya, akan tetapi setiap waktu Yoga Kumala bertemu pandang dengan Ktut Chandra jantungnya selalu masih saja dirasakan berdetak keras, dan keduanya segera saling menunduk dengan wajah yang makin memerah. Ia sendiri tidak mengerti apa sebabnya.
Ingin Yoga Kumala berkata banyak pada dara Pulau Dewata ini, namun selalu terhalang perasaan yang aneh, hingga mulutnya seakan-akan terkunci rapat apabila mulai menatap pandangnya. Kiranya demikian pula perasaan Ktut Chandra terhadapnya. Suatu kebetulan pula duduk mereka dalam kereta itu berhadapan.
Perjalanan ke Kota Raja, dirasakan oleh Yoga Kumala amat singkat sekali. Seakan-akan ia ingin sepanjang waktu duduk terus dalam kereta dengannya. Namun hal itu tentunya tidak mungkin. Tidak terasa, kini ternyata kereta telah memasuki halaman Senapaten kediaman Manggala Muda tamtama Pengawal Raja Indra Sambada, kakak angkatnya. Kiranya Indra Sambadapun telah menunggu kedatangan mereka berlima diruang tamu dalam Istananya.
“Yoga Kumala !!”. Kata Indra Sambada, setelah mereka berlima duduk menghadapnya. “Aku memanggilmu kemari, memang ada sesuatu yang akan aku bicarakan padamu dan pada kalian semua. Tentu kalian berlima telah saling mengenal bukan?”. Indra Samhada berhenti bicara sejenak, seakan-akan menunggu jawaban dari salah seorang diantara mereka, akan tetapi ternyata semuanya hanya menundukkan kepala dengan tersenyum malu. Hanya Indah Kumala Wardhanilah yang berani menyahut pertanyaan Indra Sambada dengan kenakalannya yang tidak terduga-duga.
“Kangmas Indra!! Akang Yoga hanya mau kenal dengan Yayuk Ratnasari saja, sedangkan lainnya didiamkan, tidak diajak bicara !!”.
Menanggapi kenakalan Indah Kumala Wardhani, Indra Sambada hanya tersenyum sambil mengangguk2kan kepalanya. Ia melihat betapa Yoga Kumala dan Ratnasari kini mukanya memerah dadu, demi mendengar jawaban dari Indah Kumala Wardhani yang senang menggodanya itu!!.
“Adikku Indah I! Jangan kau iri melihat kakakmu Yoga kini berlaku demikian”. Indra Sambada menyahut sambil tertawa lebar.
Mendapat sambutan dari Indra Sambada yang demikian, sifat kenakalan Indah Kumala Wardhani bertambah melonjak. Ia turut serta ketawa riang sambil bicara dengan mencebirkan bibirnya.
“Saya sama sekali tidak mengiri, Kangmas !! Bahkan nanti agar Akang Yoga Kumala dan Yayuk Ratnasati diperkenankan pulang ke Maja Agung berduaan saja. Biarlah kami bertiga tinggal di Senapaten Kota Raja sini !!”.
Yoga Kumala dan Ratnasari semakin malu tersipu-sipu. Mereka dalam menanggapi adiknya tak dapat berkutik. Ktut Chandra pun turut bersenyum Iirih sambil tertunduk, Akan tetapi tiba2 perasaan iri dan cemburunya cepat menguasai dirinya. Entah karena apa! Tanpa terasa kini ia menjadi tertunduk diam menahan rasa dongkol hatinya. Sedang Sampur Sekar hanya tersenyum simpul sambil mengawasi wajah kedua remaja yang sedang menjadi buah permainan.
Walaupun Indra Sambada telah mengenal lama akan sifat2 kenakalan Indah Kumala Wardhani, akan tetapi kali ini ia sendiri agak terpengaruh pula akan kata2nya. Ia mengira bahwa Yoga Kumala kini memang jatuh cinta (hati) kepada Ratnasari. Apabila benar demikian halnya, maka iapun akan turut bergembira. Bukankah hubungan dengan Senapati Manggala Yudha Gusti Aditya wardhana akan lebih erat terjalin, jika kelak adik angkatnya Yoga Kumala dan Ratnasari menjadi sepasang suami istri?.
“Sudahlah! Dan kini kalian semua hendaknya mendengarkan pesanku baik2!”. Tiba2 Indra Sambada beralih bicara pada pangkal kepentingannya.
“Menurut saran dari Gustimu Tumenggung Cakrawirya, mulai hari ini Yoga Kumala telah diangkat sebagai pelindung kalian berempat. Maka hubungan sehari2 hendaknya Iebih di pererat, agar kelak dalam menunaikan tugas masing2 jangan simpang siur. Tentu saja tugas ini bagimu merupakan sampiran dalam jabatanmu sendiri, yang esok setelah selesai pertandingan akan ditentukan lebih lanjut”, Ia berhenti bicara sesaat sambil menatap pandang Pada Yoga Kumala. Kemudian melanjutkan bicaranya tertuju pada Yoga Kumala adik angkatnya:
“Yoga Kumala!. Hanya kau sendiri yang tahu bahwa keempat dara termasuk adik kandungmu sendiri, kini telah diangkat sebagai anggauta Narasandi di Kerajaan oleh Gustimu Tumenggung Cakrawirya. Sedangkan keamanan dan keselamatannya dalam mengemban tugas kelak berada ditanganmu, disamping beban tugasmu sendiri!”.
Suasana kini menjadi hening, Masing2 saling pandang dan kembali tertunduk diam. Dalam hati, Yoga Kumala tak mengira sama sekali, bahwa dipercaya mendapat tugas yang mulia itu walaupun baginya merupakan tambahan beban yang tak dapat dikatakan ringan.
Memang ia telah mengetahui pula, bahwa adik kandungnya dan dara2 temannya telah tiga bulan lamanya mendapat latihan khusus dari Tumenggung Cakrawirya yang merangkap jabatan sebagai Manggala Tamtama Narasandi. Akan tetapi tidak menduga, bahwa ia sendiri kini telah dimasukkan dalam angkatan yang maha penting itu. Kiranya Tumenggung Cakrawirya sangat memperhatikan akan kelakuannya sehari2, hingga ia berkenan menaruh kepercayaan pada dirinya.
Dengan panjang lebar dijelaskan oleh Senapati Indra Sambada, bahwa kelak pada saatnya, keempat dara remaja itupun akan dikirim pula ke Negeri Kerajaan Agung Tanah Malayu dengan tugas2 tertentu, yang amat erat hubungannya dengan tugas yang akan dibebankan pada Yoga Kumala.
Setelah diberikan penjelasan seperlunya dan disertai pesan agar Yoga Kumala dapat merahasiakan hal ini, mereka berlima diperkenankan kembali ke Senapaten Maja Agung.
“Berusahalah agar besok pagi kau dapat memenangkan pertandingan penyisihan terakhir!”. Pesan Indra Sambada sewaktu ia mengantar sampai diambang pintu gerbang.
“Doa restu Kangmas Indra semoga selalu menyertaiku”. jawab Yoga Kumala.
Keretapun berjalan dengan lajunya menuju ke Senapaten Maja Agung menyelinap dikegelapan malam yang pekat.
***
Para Senapati dan segenap priyagung serta orang2 shakti sebagai tamu undangan yang duduk berderet2 dikursi diam terpekur ditempat masing2 dengan hati berdebar penuh kecemasan mengikuti jalannya pertandingan babak penyisihan yang tengah berlangsung. Demikian pula para tamtama yang mengitari gelanggang pertandingan bagaikan pagar tembok kuat yang tak akan terobohkan oleh amukan banteng.
Semua diam. Tidak ada yang berani mengganggu mereka, yang kini sedang bertanding dengan sengitnya. Hanya kadang-kadang saja terdengar satu pujian pendek yang tertahan berulang kali dari para priyagung,
“Bagus! Bagus!”. sambil menggeleng gelengkan kepala, ataupun suara kata seruan dari pada tamtama yang menyaksikan pertandingan itu.
“kenak!”.
Namun sesaat kemudian suasana sunyi hening kembali, dengan pusat perhatian tertuju ke arah yang sedang bertanding dengan sengit. Pertandingan tata kelahi bertangan kosong antara Yoga Kumala dan Kobar untuk memperebutkan pemenang pertama itu diselenggarakan di halaman Senapaten Alap2 Ing Ayudha dengan disaksikan oleh para orang2 shakti dan segenap priyagung Kerajaan, agar dapat memberikan nilai yang sewajarnya. Ternyata kedua calon perwira tamtama yang sedang bertanding itu memiliki kesaktian dan ketangkasan yang seimbang.
“Haaaiiittt! Kena!”. Seru Kobar sambil melancarkan tendangan dahsyat ke arah lambung Yoga Kumala.
Dan bersamaan dengan meluncurnya tumit kaki kanan Kobar yang hampir mengenai lambung kiri Yoga Kumala, tiba2 ia sendiri menjatuhkan diri sambil bergulingan di tanah, untuk menghindarkan diri dari serangan balasan pukulan telapak tangan Yoga Kumala yang tidak kalah berbahayanya.
Kiranya sewaktu tendangan yang menggeledek dari Kobar hampir menyentuh tubuhnya, Yoga Kumala terhuyung-huyung ke samping kiri untuk kemudian jatuh berjongkok sambil menyerang Kobar dengan pukulan telapak tangan kiri mengarah puggung lawan, sedangkan tangan kanannya menghadang sebagai perisai untuk menghadapi kemungkinan serangan rangkaian dari Kobar. Semua yang menyaksikan adegan yang mendebarkan jantung itu, sesaat menghela nafas lega, setelah nyata keduanya bebas dari serangan masing2 yang berbahaya.
Akan tetapi belum juga tenang sejenak, kini para penonton kembali menahan nafas lagi, demi melihat Yoga Kumala melompat tinggi dengan jatuh menukik ke bawah sambil mementang tegang jari2 tangan kirinya, sedangkan tangan kanan mengepal sebagai tinju mengarah pelipis kiri Kobar yang baru saja bangkit berdiri. Cepat dan tangkas, Kobar merendahkan diri dan kembali jatuh bergulingan kesamping kiri, sambil memapaki tinju lawan dengan kaki kirinya. Akan tetapi masih juga bahu kanannya tersentuh sedikit jari2 tangan kiri Yoga Kumala.
Cepat ia bangkit dan melompat surut ke belakang dua langkah sambil mendekap bahu kanannya. Sesaat ia menyeringai menahan rasa nyeri kesemutan seluruh tangan kanannya, namun secepat itu pula ia mengerahkan pemusatan tenaga dalamnya untuk membebaskan rasa nyeri yang merangsang di tangan kanannya.
Sementara Yoga Kumala telah berdiri diatas kedua kakinya yang terpentang lebar dengan kedua lututnya ditekuk hingga setengah jongkok sambil ketawa terkekeh kekeh menyeramkan. Tangan kirinya diangkat tinggi, setinggi pundak dengan telapak tangan ke depan dengan jari2 terbuka lebar dan menegang, sedangkan tangan kanannya menjangkau lurus setinggi jajar dengan dadanya, dengan jari2 mengembang tegang pula.
Matanya memandang tajam kedepan. Inilah gerak langkah Wurushakti yang telah dikenal Senapati Muda Indra Sambada, dalam bentuk jurus “menyambut serangan maut dari empat penjuru".
Memang setiap gerakan Yoga Kumala yang memerlukan pengerahan pemusatan tenaga dalam selalu diiringi dengan tawanya yang terkekeh kekeh menyeramkan. Inilah ciri2 asli dari gerak Wurushakti. Akan tetapi lawan yang dihadapi adalah Kobar yang terkenal tangguh dan shakti. Dengan penuh kewaspadaan dan setapak demi setapak ia maju kedepan mendekati Yoga Kumala sambil siap siaga untuk memulai dengan serangannya.
Tiba2 ia membuka serangan dengan pukulan telapak tangan dalam gerak tebangan mengarah leher sambil berseru nyaring hingga memekakkan telinga. Dan sewaktu Yoga Kumala terhuyung-huyung kedepan sambil memberikan serangan balasan. Kobar telah melesat tinggi di atas kepala Yoga Kumala sambil berpusingan untuk kemudian jatuh di belakang Yoga Kumala dengan melancarkan serangan pukulan yang dirangkaikan dengan tendangan beruntun silih berganti.
la mengira bahwa serangan bukaannya sebagai gerak tipu akan berhasil memuaskan, namun Yoga Kumala kiranya telah menduga dan tak kalah tangkasnya dalam gerakan mendahului menyerang lawan.
Walaupun gerakannya sepintas lalu kelihatan lambat, akan tetapi kehebatan gerakannya selalu mengandung unsur2 serangan balasan yang amat berbahaya. Dengan menundukkan kepala dan merendahkan badannya sambil menggeser kaki kiri surut ke samping, ia terhindar dari serangan pukulan Kobar yang amat dahsyat. Sambil terhuyung-huyung ke depan ia memapaki rangkaian serangan lawan dengan pukulan telapak tangan kanannya, hingga Kobar terkesiap sesaat dan segera menggagalkan rangkaian serangannya sambil meloncat ke samping dua langkah.
Pertarungan berlangsung makin seru, dan selalu masing2 melancarkan serangan2 yang berbahaya. Semua penonton berdebar-debar, menahan nafas. Sukar kiranya untuk menebak siapa yang akan memenangkan pertandingan yang tengah berlangsung dengan tegang dan sengit itu. Masing2 memperlihatkan ketangkasan dan kesaktiannya dalam bentuk gerakan yang berlainan.
Tiba2 dalam saat yang bersamaan terdengar suara tinggi melengking dan tawa terkekeh-kekeh menyeramkan. Tanpa diketahui dengan jelas, kedua-duanya jatuh bergulingan di tanah dalam arah yang berlawanan dengan masing2 menjauhkan diri.
Kiranya Kobar memang sengaja memapaki pukulan Yoga Kumala dengan lengannya untuk mengukur kekuatan lawan. Namun keduanya saling mengerahkan pemusatan tenaga hingga benturan kedua tangan tadi mengakibatkan masing2 merasa pedih yang tidak terhingga. Secepat kilat keduanya bangkit berdiri kembali dan langsung saling menerjang dengan serangan2 kilat yang berbahaya. Kiranya masing2 ingin cepat menyelesaikan pertandingan ini dengan kemenangan difihaknya. Demikian hebatnya kesaktian masing2, hingga angin sambaran pukulan menggetarkan baju para tamtama yang menonton, dan debupun mengepul tebal bagaikan kabut.
Sewaktu semua penonton sedang terpaku menahan nafas dengan jantung masing2 berdebar-debar, tiba2 Sang Senapati Indra Sambada melompat ketengah gelanggang dan langsung berdiri ditengah2 antara Yoga Kumala dan Kobar, sambil berseru:
“Berhenti!”.
Bersamaan dengan terdengarnya suara seruan yang menggema penuh wibawa itu, Kobar dan Yoga Kumala telah berdiri tegak membatalkan gerakan masing2. Keduanya kemudian diperintahkan untuk saling berjabatan tangan, dan oleh Sang Senapati Muda diberitahukan bahwa pertandingan bertangan Kosong yang telah berlangsung itu dinyatakan seimbang, tidak ada yang kalah dan menang.
Penghentian yang tiba2 itu adalah atas perintah Gusti Adityawardhana, karena apabila pertandingan itu diteruskan, beliau mengkhawatirkan adanya korban dari salah seorang diantaranya. Dan jika terjadi demikian halnya, tentulah amat disesalkan, mengingat dua orang muda shakti itu kelak dapat diharapkan menggantikan para Manggala Tamtama yang tentunya akan surut karena usia.
Namun bagi kedua pemuda yang sedang bertanding, keputusan itu dirasakan sangat mengecewakan. Mereka merasa dapat menyelesaikan dan memenangkaan pertandingan, apabila dibiarkan berlangsung terus. Lebih-lebih bagi Kobar. Ia menganggap keputusan itu tidak adil, dan berat sabelah. Mungkin karena Gusti Senapati Indra Sambada kuatir kalau adiknya kalah pikirnya.
Akan tetapi karena takut, keduanya diam tertunduk dan mentaati perintah sang Senapati. Lain halnya dengan para priyagung dan segenap orang2 shakti tamu undangan. mereka memuji akan keluhuran budi Sang Senapati Manggala Yudha, dalam mengambil langkah kebijaksanaannya.
Untuk menentukan siapa pemenangnya, maka pertandingan dilanjutkan dengan mernpertunjukkan katangkasan ilmu pedang. Semula pertandingan itu akan dilanjutkan dengan masing2 bersenjatakan pedang, akan tetapi oleh Gusti Senapati Manggaia Yudha Adityawardhana dicegah dan dirobah dengan memamerkan ketangkasan dalam memainkan ilmu pedang, dan bukan pertandingan tata kelahi bersenjatakan pedang.
Keputusan inipun mendapat dukungan penuh dari segenap para priyagung dan para orang2 shakti undangan. Pertandingan dimulai, dan menurut hasil undian ternyata Kobar harus tampil terlebih dahulu.
Setelah menyembah pada para Manggala dan segenap priyagung Kerajaan, dengan tangkasnya ia melompat ketengah gelanggang sambil menghunus pedang pusakanya. Gerakannya tangkas dengan gaya yang sangat indah pula. Semua yang menyaksikan bertepuk tangan mengagumi gerakan lompatan pembukaan ilmu pedang dari Kobar itu. Pedang pusakanya amat tajam dan mengandung daya perbawa. Dengan gerakannya yang tangkas dan kuat, serta penuh gaya2 indah ia mulai memainkan pedangnya dengan menari-nari bagaikan kupu2 hingga sesaat kemudian hanya nampak sinar hitam berkilauan yang ber gulung2 menyelubungi seluruh tubuhnya.
Para Manggala dan segenap priyagung serta orang2 shakti yang menyaksikan berseru kagum dan sambil menggeleng2kan kepalanya. Benar2 Kobar memiliki ilmu permainan pedang yang cukup tinggi dan kiranya sukar untuk mencari imbanganya. Demikian pula para tamtama teman2nya yang menyaksikan di lingkaran sekelilingnya. Sedang ia tengah memamerkan ilmu permainan pedangnya yang indah dan perkasa dengan jurus2 simpanannya, tiba2 terdengar seruan berasal dari samping kiri.
“Awas, serangan!”.
Dan bersamaan dengan seruan tadi, dua benda putih bulat sebesar ibu jari kaki meluncur beruntun bagaikan kilat ke arah kepala dan dada Kobar. Cepat pedang pusakanya berkelebat dan dua buah benda putih yang meluncur secara beruntun, semuanya terbelah menjadi dua potong dan jatuh bertebar kesamping kanan dan kirinya. Ternyata dua buah benda putih itu adalah dua jeruk nipis yang disaput tebal dengan kapur. Akan tetapi belum juga potongan2 jeruk nipis itu jatuh di tanah seruan serupa telah menggema lagi dari arah dihadapannya.
“Awas! Serangan!”.
Dan dua buah benda putih secara beruntun menyambar ke arah kepala dan kakinya. Gerakan sabetan pedang yang baru saja membelah dua benda-benda yang menyerangnya, kini dirangkaikan menjadi gerakan bacokan dan tebangan mengarah dua benda putih yang meluncur menyerang dirinya. Sambil meloncat tinggi ia berseru nyaring.
“Haaaiitt!”.
Dan sebuah jeruk nipis yang disaput tebal dengan kapur yang mengarah kakinya terbelah menjadi dua. serta jatuh sejauh lima langkah ke samping kanan dan kirinya, Akan tetapi ia menjadi terperanjat setelah melihat sendiri adanya noda putih sebesar ibu jari yang melekat pada celana dipahanya. Keringat dingin mengucur dari dahinya hingga membasahi kedua pelipis dan sepasang pipinya. Namun ia tetap masih memainkan ilmu pedang pusakanya dengan penuh semangat serta lebih waspada, Kembali seruan nyaring terdengar.
“Awas, serangan!”.
Sebuah benda serupa meluncur dengan pesatnya dan disusul kemudian dengan benda yang serupa lagi masing2 mengarah pada dirinya dari arah muka dan belakang dalam saat yang hampir bersamaan, dimana kaki Kobar baru saja berpijak ditanah.
Akan tetapi Kobar adalah seorang tamtama yang mendapatkan julukan pendekar pedang dari teman2nya. Dengan tangkasnya ia kembali menggenjotkan kaki kanannya melenting tinggi ke udara sambil berpusingan. Pedang pusakanya berkelebat menyapu dengan gaya sabetan serangan kebawah mengikuti berputarnya badan, bagaikan baling2.
Sebuah jeruk nipis tak ayal lagi terbelah menjadi dua potong dan terpental jauh. Akan tetapi ternyata yang sebuah tepat mengenai lambungnya sebelah kanan di bawah ketiaknya. Dengan menggerutu sambil membanting kakinya ia menyesali akan perbuatannya yang kurang tangkas.
OBJEK WISATA MANCA NEGARA
===============================
No comments:
Post a Comment