Ads

Monday, February 7, 2022

Pendekar Majapahit 008

“Akh... tidak kusangka, bahwa Bapak Kyai dapat mengelabuhi mata saya. Satu tahun aku menjadi murid bapak, masih juga tidak tahu, bahwa bapak Kyai mahir pula dalam ilmu krida yudha. Baru kali inilah saya menyaksikan dengan mata kepala sendiri dan kini tentunya bapak tidak akan dapat menyembunyikan rahasia lagi.” Indra menyahut dengan tersenyum pula.

“Itukan hanya suatu kebetulan saja.” Kyai Tunggul membantah “Orang yang menyerangku tadi kebetulan orang yang hanya pandai melarikan diri dan terbukti dalam perlombaan lari tadi, aku kalah pula dengannya.”

“Tetapi bapak tadi memang sengaja tidak mengejar. Dan aku yakin bahwa bapak dapat menangkapnya apabila hal itu dikehendaki.” sahut Indra mendesak.

“Bukan demikian maksudku, justeru aku tidak mau mengejar karena tidak mungkin aku dapat menangkapnya, mengingat daya kemampuanku yang tak berarti ini.” masih juga Kyai Tunggul mengelak “Sudahlah, jangan kita persoalkan lagi, yang terang aku harus berterima kasih pada nakmas Indra” berkata demikian Kyai Tunggul sambil mendayung sampannya menepi dipinggiran.

“Anak2 manis, mari kita turun! Tidak jauh dari kita sudah sampai dirumah” Kyai Tunggul berkata sambil menggendong Martiman.

Martinem yang masih terisak-isak menangis dalam pondongan tangan kiri Indra Sambada, sedangkan tangan kanan Indra memegang tali pengikat orang itu dan memerintah.

“Ayo lekas jalan kedepanku,” bentaknya.

Orang-orang tetangga yang melihat pulangnya Kyai Tunggul dengan Indra Sambada membawa dua anak kecil serta seorang yang dibelenggu tangannya, segera datang dan berkumpul masuk dipendapa rumah Kyai Tunggul dan menanyakan tentang peristiwa kejadiannya.

Untuk tidak memperpanjang pertanyaan-pertanyaan, oleh Tunggul diterangkan dengan singkat, bahwa orang yang diikat ini adalah begal yang mau menganiaya kedua anak itu dan kemudian dapat diringkus oleh Indra Sambada. Tapi masih ada pula diantara orang-orang itu yang kurang puas dengan keterangan yang diberikan oleh Kyai Tunggul, bahkan ada pula yang segera melontarkan rasa kemarahannya pada orang yang diikat tadi dengan memberikan tinju kearah muka orang itu.

“Bunuh saja, orang yang macam begini ini!” teriaknya.

Indra segera menyapih orang-orang yang sedang marah tadi dengan berkata. “Sudahlah kisanak, jangan turut campur dalam urusan ini. Orang ini akan aku serahkan kepada punggawa praja yang berwenang dikota nanti malam.”

Orang-orang tetangga segera pulang kerumah masing-masing dengan menahan perasaan yang kurang puas.

Nyai Tunggul turut sibuk pula mengurus dua anak tadi. Martinem masih juga menangis dan selalu menanyakan ibunya. Kakaknya Martiman dengan kata-kata membujuk menghibur adiknya. Sambil menyuapkan nasi kepada Martinem Nyai Tanggul sebentar-sebentar mengusap matanya dengan ujung bajunya karena selalu mengembeng air mata. Nyai Tunggul tak tega melihat kedua anak tersebut yang tertimpa kemalangan sedemikian rupa.

“Diam ya manis, jangan menangis lagi.” kata Nyai Tunggul menghibur. “Saya inilah gantinya ibumu selama ibumu belum pulang. Tak lama lagi ibumu pasti menyusul kemari.”

“Diamlah Nem”, kakaknya turut menghibur: “Besok ibu tentu datang kemari!”

Setelah dua anak tadi makan kenyang dan diberi pakaian sekedar menutupi badannya, rnereka segera merebahkan badannya diatas bale-bale dengan berhimpit-himpitan dan tak lama kemudian tidur dengan nyenyaknya.

Nyai Tunggul masih tetap duduk menunggu disisinya, sambil mendengarkan percakapan Kyai Tunggul dengan Indra Sambada yang duduk tidak seberapa jauh dibale-bake sebelahnya. Sujud menguntit terus dibelakang Kyai Tunggul dan memasang telinganya lebar-lebar untuk mengikuti percakapan bapaknya?

“Bagaimana menurut pendapat bapak, akan tindakan kita selanjutnya?” Indra bertanya.

“Hal itu memang sangat sulit sekali untuk memecahkannya.” Kyai Tunggul menjawab dengan memejamkan matanya sesaat, seolah-olah sedang ada yang dipikirkan berat. Kemudian ia melanjutkan. “Segala sesuatu harus dipikirkan masak-masak nakmas, tak boleh kita asal bertindak.”

“Akan tetapi jangan sampai kita terlambat, pak!” desak Indra Sambada.

“Ya, tentunya demikian. Kukira dalam hal ini nakmas mempunyai kelebihan daripada saya. Berlainan halnya apabila menolong seseorang yang sedang sakit “

“Akh…… lagi-lagi bapak masih juga merendahkan diri”, Indra Sambada menyahut sambil bergumam.

“Hasratku untuk menumpas perampok itu memang besar, tetapi apa daya, kemampuanku tidak memungkinkan untuk mendapat hasil yang baik, bahkan mungkin akan terjadi sebaliknya. Maka saya menyerahkan akan kebijaksanaan nakmas Indra Sambada saja, bagaimana sebaiknya”, Kyai Tunggul menjawab.

Mendengar jawaban Kyai Tunggul itu, Indra sebenarnya timbul rasa kecewanya. Namun demi untuk menghormat orang tua itu sebagai gurunya ia melanjutkan bicaranya dengan merendah.

“Baiklah, saya akan mengemukakan pendapat saya, setelah saya memeriksa tawanan itu.” Berkata demikian Indra Sambada bangkit dan berdiri dimuka orang yang duduk dilantai sebagai tawanannya itu.

Ternyata setelah mengadakan tanya jawab dengan orang yang diikat tangannya itu Indra Sambada tidak dapat menghasilkan jawaban yang diharapkan. Rupa-rupanya orang itu hanya seorang bawahan biasa yang disuruh untuk mengadakan pengawasan didesa Trinil tadi, berkenaan dengan akan datangnya para perampok pada besok petang harinya.

Tiga orang pemuda desa yang berada dipondok Kiai Tunggul segera dipanggil dan diperintah untuk menjaga tawanan itu bergiliran. Kini orang tahanan tadi dibawa kebelakang di kandang pedati dan dijaga tiga orang pemuda tadi secara bergilir.

“Bagaimana halnya jika orang tadi besok pagi-pagi lepaskan, pak.” Indra Sambada bertanya kembali kepada Kyai Tunggul, setelah orang tahanan tadi dipindahkan kebelakang.

“Jangan, jangan nakmas!” jawab Kyai Tunggul dengan sungguh-sungguh. “Walaupun orang itu tidak ada artinya bagi kita, tapi jangan sampai dilepaskan besok pagi, itu dapat menggagalkan siasat kita!.”

Dalam hati Indra Sambada merasa geli juga. Kini setelah dia mengusulkan supaya dilepaskan tahanan tadi. Kyai Tunggul mencegah karena takut akan kegagalan siasatnya, sedangkan sebelumnya ia menyerahkan akan kebijak-sanaannya. Indra Sambada sama sekali tidak memperlihatkan rasa gelinya ia tetap bicara dengan wajar.

“Lalu mau kita apakan tahanan itu, pak?” Indra Sambada melanjutkan kata-katanya.

“Kita lepaskan juga, akan tetapi setelah nakmas Indra berhasil menumpas Kerta Gembong dengan gerombolannya.” Jawab Kyai Tunggul.



Usul ini sebenarnya sependapat pula dengan fikiran Indra Sambada, namun ia hanya berpura-pura saja, untuk mengetahui siasat Kyai Tunggul.

“Mengapa justru saya sendiri yang harus menumpasnya, bukankah kita berdua bersama Bapak Kyai? Karena saya sendiri belum tahu akan kesaktian yang dimiliki oleh Kerta Gembong. Kenal namanya saja baru sekarang.” Kembali Indra Sambada mendesak Kyai Tunggul.

“Bagaimanapun kesaktian Kerta Gembong, aku percaya bahwa nakmas pasti dapat menundukkannya. Saya akan mengawasi dari kejauhan, karena jika saya turut serta, nanti bahkan akan mengacaukan gerakan nakmas Indra. Saya hanya bermaksud untuk menolong kakek tadi keluar dari desa Trinil”

Kini Indra menaruh curiga pada Kyai Tunggul. Sewaktu Kyai Tunggul diserang dengan tiba-tiba, Indra melihat dengan jelas, bahwa gerakan cara mengelakkan serangan-serangan tadi adalah mentakjubkan. Kiranya jarang yang memilikinya. Tetapi sekarang kelihatannya Kyai Tunggul takut menghadapi Kerta Gembong dengan gerombolannya. Apakah ini hanya merupakan sandiwara saja dari Kyai Tunggul, Indra Sambada tidak dapat menebaknya.

“Biarlah, besok toh akan terbongkar juga rahasianya” pikir Indra.

****

Bayangan hitam berkelebat bergerak pesat di kegelapan malam, memasuki suatu pekarangan didesa Trinil. Dengan tangkasnya bagaikan seekor kucing ia memanjat pohon nangka dan melompat ke wuwungan sebuah rumah Genteng. Gerakan itu dilakukan dengan ketangkasan yang luar biasa, menilik tidak adanya suara bergoyangnya dahan ataupun suaranya genteng pecah.

Cepat bayangan hitam itu mengguling ke bawah dan untuk kemudian menjatuhkan diri ditalang antara bangunan dapur dan rumah besar, dengan tidak mengeluarkan suara sedikitpun, seolah-olah seperti daun kering saja jatuhnya. Sungguhpun langit cerah, dan bintang-bintang bergemerlapan diangkasa, namun cahaya bulan sedikitpun tiada nampak. Bulan purnama telah berselang beberapa waktu yang lalu.

Indra Sambada dengan pakaian ringkasnya yang serba hitam dengan keris pusakanya di pinggang dan kantong berisi taji disebelah kanan, sedang melihat melalui celah-celah genteng ke ruangan dalam rumah yang terang benderang mendapat sinarnya cahaya lampu minyak yang tergantung di tengah-tengah ruangan.

Lima orang sedang duduk di bale-bale dengan bercakap-cakap keras, yang diselingi dengan gelak ketawa. Satu diantara lima orang itu adalah Kerta Gembong sendiri. Ia memakai baju hitam dengan disulam benang emas berbentuk kepala harimau didadanya. Sedang golok panjang hampir menyerupai klewang dengan tangkainya dari gading terselip dipinggang menonjol kedepan. Celananya hitam panjang sampai dibawah lutut, dengan sarung warna dasar merah yang dilipat menyelubungi perutnya.

Orangnya bertubuh tinggi besar, mukanya bersih berseri-seri dengan matanya yang agak cekung dan bersinar tajam. Rambutnya panjang terurai sampai dipundaknya dan kelihatan telah berwarna dua. Ikat kepalanya lebar segitiga diikat kebelakang berwarna merah. Sungguhpun ia dalam percakapan tadi lancar menggunakan Bahasa daerah Jawa namun logatnya menunjukkan bahwa ia bukan berasal dari daerah sekitar Kota Raja ataupun dari daerah Martapura.

Ketiga orang yang berada dihadapannya semua berpakaian serba hitam pula, dengan bersenjatakan klewang, sedangkan seorang yang duduk disamping kiri Kerta Gembong, pakaiannya menyerupai Kerta Gembong. Hanya sulamannya dengan benang perak didadanya, berbentuk kepala harimau pula.

Orang yang berkumis tebal tidak berjenggot dan alisnya tebal berbentuk sepasang golok. Mukanya kasar dan bopeng, dengan sinar pandang matanya yang bengis. Menunjukkan bahwa ia adalah seorang yang kejam yang tidak berkeperikemanusiaan. Dihalaman luar kelihatan adanya empat ekor kuda yang ditambatkan pada pohon dadap, dan ringkikannya terdengar jelas.

Dari percakapan itu dapat ditarik kesimpulan bahwa Kerta Gembong akan menyerahkan pimpinannya kepada orang yang berada disampingnya. Dan dari pembicaraan itu dapat diketahui pula bahwa orang itu bernama Suronggolo, atau digelari oleh anak buahnya Suro Macan. Sedangkan orang-orang banyak yang mengenalnya menamakan dia sebagai Surodaksiyo, dengan melihat kekejaman yang telah dilakukan.

“Adi Suro, saya akan pergi jauh selama kurang lebih satu tahun, maka desa Trinil ini supaya kau jaga dan pertahankan sebagai tempat kita menetap untuk melebarkan sayap kita kearah timur hingga sampai di Kota Raja. Kelak apabila saya kembali akan langsung datang didesa ini. Panggilah besok pagi-pagi Den Demang Jlagran itu, dan angkatlah dia sebagai wakilmu. Dengan dia berarti kita mempunyai tambahan anak buah yang tidak sedikit jumlahnya. Lagi pula ia adalah punggawa narapraja, yang mempunyai pengaruh luas didaerah ini.” Kerta Gembong berhenti sejenak dan mulai lagi menghisap pipanya dalam-dalam dan menghembuskan asap tembakaunya keluar dari mulutnya.

“Kakang Kerta” orang disamping yang diajak bicara menjawab dengan suara parau “Perintahmu akan saya taati semua, tapi sebelum kau berangkat hendaknya simpanan harta benda, kita bagi-bagikan lebih dahulu.”

“O, soal itu tak usah kau khawatirkan, semua harta akan aku serahkan semua padamu, sedangkan aku hanya akan membawa bekal secukupnya saja untuk keperluanku diperjalanan.” sahut Kerta Gembong.

Salah satu dari ketiga orang yang berada dihadapannya memotong bicara: “Percaya saja kepada Pak Gembong, kang Suro. Sedari dahulu Pak Gembong tidak pernah rakus dalam pembagian harta. Bahkan sebagian besar selalu diberikan kepada anak-anak buah seperti kita-kita ini.”

Belum juga Suronggolo menjawab, tiba-tiba genteng diatasnya jatuh pecah berantakan dilantai dan bersamaan dengan itu meloncat jatuh tegak berdiri seorang pemuda yang berpakaian serba hitam didepan mereka, dengan tangan kiri bertolak pinggang, sedangkan tangan kanannya menuding sambil berkata.

“Menyerah semua!”

Dengan tidak menjawab akan seruan itu Suronggolo dengan suatu gerakan meloncat langsung menyerang dengan babatan klewangnya kearah pinggang Indra Sambada. Dengan tangkasnya Indra Sambada memiringkan badannya dan surut setindak untuk mengelakkan serangan tadi.

Dengan satu loncatan kesamping kiri Indra Sambada langsung memukul lampu yang tergantung dengan telapak tangannya. Lampu padam dan kini ruangan menjadi gelap gulita. Segera suara gaduh terdengar. Lima orang serentak maju dengan senjata masing-masing ditangan menerjang Indra Sambada. Tetapi kiranya tidak mudah menyerang dalam kegelapan, dimana semua kebetulan memakai pakaian serba hitam. Satu sama lain bertubrukan, bahkan ada yang terkena bacokan klewang kawannya sendiri.

Kerta Gembong bersiul panjang dan nyaring, serta menerjang keluar dengan pukulan yang dahsyat ditujukan kearah pintu. Pintu kayu jati yang kokoh segera hancur berantakan dan terbuka lebar. Semua itu hanya terjadi dalam sekejap mata. Semua segera mengikuti gerakan Kerta Gembong ketuar rumah. Namun dua diantara orang-orang tadi yang segera jatuh tersungkur didepan pintu dengan tidak bernafas lagi. Dua buah taji yang dilemparkan Indra Sambada tepat mengenai kepala bagian belakang dari kedua orang tadi.

Melesatnya Kerta Gembong seperti bayangan dalam kegelapan malam, diikuti oleh Suronggolo menuju ketegalan pinggiran desa Trinil. Sesaat kemudian menyusul Indra Sambada dengan tidak kalah gesitnya. Kiranya untuk tanya jawab sudah tidak ada kesempatan lagi.

Kerta Gembong segera membalikkan badannya dengan golok terhunus langsung menyerang Indra Sambada yang baru saja. tiba mengejar. Demikian pula Suranggala membantu menyerang Indra dengan klewangnya. Pertarungan sangit terjadi, Indra Sambada sangat sibuk melayani dua musuhnya yang tangguh dan bersenjata. Dengan suara teriakan nyaring Indra Sambada meloncat tinggi untuk menghindari dua senjata yang menyerang dari arah yang berlawanan, untuk kemudian jatuh disamping. Dengan demikian kini ia dapat melayani serangan-serangan hanya dari depan dan samping.

Tapi Kerta Gembong rupanya telah menduga akan maksud yang akan dilakukan oleh Indra Sambada. Dengan tidak kalah tangkasnya ia meloncat tinggi dengan goloknya membabat kearah kepala Indra. Kembali Indra Sambada menjadi sibuk, dan segera ia merendahkan diri untuk menghindari serangan yang dilancarkan mengarah kekepalanya. Dengan demikian kedudukan Indra Sambada kembali seperti semula, yang mana ia harus melayani serangan-serangan musuhnya dari arah yang berlawanan lagi yaitu dari arah muka dan belakang.

Kedudukan demikian itu kurang menguntungkan bagi Indra Sambada. Namun ia tetap masih dapat melayani dengan tangan kosong. Untuk mencabut keris pusakanya dirasakan belum pada saatnya. Ia menyesal mengapa ia tadi tidak membawa klewang ataupun tongkat. Kesempatan untuk menggunakan lemparan tajinya tidak ada, karena datangnya serangan dari arah yang berlawanan itu sangat bertubi-tubi, ditambah jarak antara keduanya sangat terlalu dekat.

Benar-benar Kerta Gembong memiliki kemahiran dalam menggerakkan goloknya. Gerakannya menyamai gerakan seorang perwira tamtama yang tangguh. Kini ia tahu sudah akan segi kekuatan dan kelemahan lawan, Indra Sambada berniat menggempur Suronggolo terlebih dahulu, yang tidak begitu mahir dan tangkas dibandingkan dengan Kerta Gembong.

Suronggolo hanya mengandalkan pada kekuatan dalam gerakan menggunakan klewang untuk membabat serta memutarkannya bagat perisai, apabila diserang. Dalam pertempuran ia banyak mengeluarkan tenaga, tidak seperti halnya dengan Kerta Gembong yang selalu menyerangnya dengan perhitungan-perhitungan yang cermat serta berbahaya. Seringkali gerakan golok Kerta Gembong hanya merupakan pancingan saja, yang kemudian disusul dengan tendangan-tendangan yang dahsyat atau pukulan tebangan dengan tangan kirinya disertai loncatan yang indah.

Pertempuran berjalan dengan serunya, Kerta Gembong bersiul nyaring lagi mengulangi panggilan kepada bawahannya dengan melancarkan serangan-serangan yang berbahaya. Namun agaknya ia menjadi heran, setelah sesaat mengawasi kanan kiri tidak ada anak buahnya yang datang.

Ternyata niat Indra Sambada untuk lebih dahulu menggempur Suronggolo tidak mendapat kesempatan dan tidak mudah pelaksanaannya, sebagaimana ia perkirakan lebih dahulu. Tiap kali ia akan menerjang Suronggolo, golok Kerta Gembong selalu berkelebat menyerangnya dari arah yang tidak diduga.

Tusukan golok Kerta Gembong kembali datang dari arah belakang, yang cepat dielakkan oleh Indra Sambada dengan merendahkan badannya, tetapi segera disusul lagi dengan tendangan yang dahsyat. Ternyata tusukan goloknya hanya merupakan tipu belaka. Serangan semacam itu sudah dapat diduga dan mendapat perhatian lndra akan datangnya tendangan yang beruntun.

Namun sekarang kiranya sukar untuk dielakkan. Kerta Gembong tertawa nyaring demi melihat serangan tendangan kakinya mengenai sasaran dan bersarang dilambung Indra Sambada. Dengan jatuh berguling-guling Indra bangkit merapat dengan badannya Suronggolo yang sedang mengayunkan klewangnya kearah kepala lawannya.

Kesempatan demikian tidak disia-siakan oleh Indra Sambada. Dengan pukulan pada pergelangan tangan kanan Suronggolo, klewang yang dipegang dengan eratnya telah terpental jatuh sejauh dua langkah dari tempat itu. Bersamaan dengan terpentalnya klewang, bayangan hitam berkelebat mendatangi dan langsung memukul Suronggolo dengan pukulan tongkat yang tepat mengenai kepalanya, hingga Suronggolo jatuh terlentang untuk tidak berkutik lagi.

Dalam saat yang sama Kerta Gembong meloncat surut kebelakang dan lari terus meninggalkan gelanggang pertempuran. Kerta Gembong sadar bahwa tendangan yang diperkirakan dapat mematikan ternyata memang sengaja diterimanya dengan kekuatan dalam yang luar biasa sebagai gerak tipuan.

Gerak tipu Indra Sambada ternyata hanya setengah berlindung karena gerak tipunya cepat dapat diketahui oleh lawannya. Pada waktu tendangan dari Kerta Gembong diterimanya, Indra Sambada memang sudah mematek aji kesaktiannya Bandung Bondowoso yang disalurkan keseluruh badannya untuk membuat dirinya kebal terhadap serangan pukulan-pukulan dan tendangan yang sudah diduga terlebih dahulu datangnya.

Indra Sambada segera meloncat mengejar larinya Kerta Gembong. Tetapi Kyai Tunggul dengan tangkasnya melemparkan tongkat penjalinnya menghadang didepan Indra Sambada. Ternyata tongkat yang dilemparkan tadi tepat beradu dengan sebatang golok pendek yang meluncur dengan pesatnya kearah Indra.

Kiranya sambil berlari cepat Kerta Gembong melemparkan golok pendeknya kearah Indra Sambada untuk mencegah pengejaran. Indra Sambada terpaksa berhenti sejenak untuk mengelak kesamping. Dalam hati ia memuji ketangkasan Kyai Tunggul dalam melepaskan tongkat penjalinnya. Dengan demikian terang sudah bahwa Kyai Tunggul memiliki pula suatu ilmu yang tinggi. Dengan melihat jatuhnya dua benda yang berbenuran diudara tadi, Indra Sambada dapat mengukur pula akan kekuatan Kyai Tunggul dan Kerta Gcmbong adalah seimbang.

Kini jarak antara Indra Sambada dan Kerta Gembong telah lebih dari lima puluh langkah, maka Indra Sambada segera melemparkan tajinya kearah Kerta Gembong dengan kekuatan bathin yang telah disalurkan lewat tangannya.

Taji meluncur cepat, berkelebat sepintas dalam kegelapan. Namun kiranya Kerta Gembong telah waspada akan datangnya bahaya dari belakang. Golok panjang disabetkan dengan berpusingan sambil terus lari dengan membongkok. Suara beradunya taji dan golok yang tepat berpapasan terdengar nyaring.

Kyai Tunggul maju mendekati Indra Sambada dan mengambil tongkatnya yang jatuh ditanah. Ia memegang lengan Indra dan tangan kanannya menunjuk kearah larinya Kerta Gembong dalam kegelapan.

“Lihatlah, nakmas. Ada bayangan baru yang muncul mengejar Kerta Gembong.

“Siapakah dia, pak?” Indra menyahut dan bertanya. “Bukankah kita hanya berdua saja?”

Tapi jarak dua bayangan yang sedang kejar mengejar itu agak jauh, sungguhpun jarak antara keduanya terlihat makin dekat. Tiba-tiba sampai diujung desa Kerta Gembong meloncat tinggi, dan kemudian ternyata ia telah menaiki kudanya yang ditambatkan dikegelapan diujung desa tadi. Ia memacu kudanya dengan berteriak lantang,

“Tunggulah setahun lagi aku pasti datang kembali disini!.” Suaranya jelas terdengar sebagai ancaman. Hanya tertuju kepada siapa, Indra Sambada tidak tahu.

Kyai Tunggul dan Indra Sambada masih mengikuti larinya bayangan yang kedua sampai diujung desa pula, tetapi bayangan tadi kini hilang di kegelapan dan tidak meninggalkan bekas. Kyai Tunggul membisikkan kata-kata ketelinga Indra Sambada dengan pelan, kemudian mereka berdua segera masuk kembali didesa Trinil dan memasuki rumah rusak yang ditempati oleh kakek-kakek waktu kemarin. Berdua mereka menjumpai kakek-kakek itu. yang sedang duduk bertopang dagu dengan tongkatnya ditangan, serta menggigil ketakutan.

“Mbah, apakah tadi tidak ada orang masuk kemari?” Indra Sambada menegur.

“Tidak nak! yang saya dengar keributan diluar sana, tapi saya takut untuk melihatnya,” jawab kakek-kakek dengan kata-kata terputus, karena ketakutan.

Kyai Tunggul dengan Indra Sambada segera keluar lagi menuju kerumah bekas tempat pertempuran tadi. Pun disitu sunyi sepi tak ada suara orang ataupun ringkikan kuda. Mereka segera memasuki halaman. Dan alangkah terkejutnya setelah melihat empat orang bergelimpangan menjadi mayat, demikian pula keempat kuda mengalami nasib yang sama.

Seingat Indra, dalarn pertempuran tadi hanya dua oranglah yang menjadi korban lemparan taji-nya. Indra Sambada memandang kepada Kyai Tunggul dengan penuh curiga, namun Kyai Tunggul tiba-tiba menegur Indra;

“aach, kuda-kuda itu sebenarnya tak perlu dibunuh, nakmas! Tetapi sudah terlanjur!” gumamnya.

“Bukankah ini semua bapak yang melakukannya?” Indra Sambada bertanya dengan rasa curiga!

“Ha?…… Tak mungkin saya sekejam ini!” jawabnya tegas: ”Mari kita kembali ketempat kakek-kakek tadi!”

Mereka segera keluar halaman menyeberangi jalan desa menuju ketempat kakek-kakek tadi yang sedang duduk menggigil ketakutan. Tetapi keduanya lebih lagi terperanjat, penuh dengan keheranan. Setelah mencarinya didalam kegelapan dimana kakek-kakek tadi telah tidak berada dirumah itu.

Mereka segera keluar rumah yang sudah tinggal separo itu, menuju kehalaman belakang. Dan terdengarlah suara rintihan orang. Setelah didekati ternyata ada lima orang yang diikat kakinya dan tangannya dalam keadaan tidak sadarkan diri. Hanya seorang diantara mereka telah kembali sadar dan merintih kesakitan.

Kyai Tunggul segera menyiramnya dengan air yang ditimbanya dari perigi yang berada di halaman. Setelah keempat lainnya sadar kembali, mereka mulai mengerang kesakitan dan menggigil ketakutan minta diampuni. Kelima orang tadi setelah berjanji tidak akan melakukan lagi perbuatannya menjadi perampok, segera dilepaskan dari ikatannya dan disuruh pergi dari desa Trinil, dengan membawa mayat kawan-kawannya serta mengubur kuda-kuda yang telah mati. Dari keterangan yang diperoleh dari kelima orang anggota perampok itu bahwa isteri Jajadipa kini berada dirumahnya Demang Jlagran.

“Mari kita pulang dahulu, nakmas, nanti setelah kita beristirahat sejenak, akan saya ceriterakan dengan jelas persoalan yang rumit ini!” Kyai Tunggul berkata.

Waktu itu telah hampir fajar. Dengan janji Kyai Tunggul itu, Indra Sambada agak merasa lapang hatinya. Ia percaya bahwa teka-teki yang selarna ini terkandung dalam hatinya akan dapat segera dipecah oleh keterangan Kyai Tunggul. Sampai dirumah keduanya segera duduk berjajar bersama-sama mengatur pernafasannya, untuk kemudian bersemedi. Lama mereka tenggelam dalam semedinya.

Terlebih dahulu Kyai Tunggul dan Indra Sambada melakukan sembahyang kepada Dewata Yang Maha Agung yang telah memberikan akan segala kemurahanNya dan kemudian memulihkan tenaganya kembali. Mereka lalu merebahkan badannya untuk membiarkan syaraf-syarafnya dan jalan darah kembali tenang dan berjalan seperti keadaan sebagaimana mestinya.

Memang bagi orang yang telah tinggi ilmu bathinnya, jika dikehendaki, ia tidak memerlukan waktu terlalu lama untuk istirahat dan memulihkan tenaganya walaupun telah lebih kurang sehari semalam tak mengaso. Waktu itu waktu telah pagi. Orang-orang petani telah berada disawah untuk mengerjakan tanahnya, sedangkan orang yang pergi ke pasar desa telah pulang pula.

Para wanita dari petani-petani itu, telah pula siap untuk berangkat kesawah dengan membawa makanan dan minuman untuk merangsum suaminya atau keluarganya yang sedang mengerjakan sawahnya dengan giat. Matahari dari timur memancarkan sinarnya dengan terik. Anak-anak kecil bermain-main dipekarangan dan ditegalan dengan asyiknya.

“Marilah nakmas, kita berangkai mencari ikan dikali Bengawan, sambiI nanti kuceriterakan rahasia yang selama ini menjadi tanda tanya bagi nakmas!” Kyai Tunggul mengajak Indra Sambada.

Dengan membawa jaring dan kantong tempat ikan yang lazim disebut "kenis". Mereka pergi menuju ke kali Bengawan dengan diikuti oleh Sujud.





OBJEK WISATA MANCA NEGARA


Teluk Wilhelmina Antartika

Kota Tua Samarkand, Uzbekistan
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Air Terjun Victoria Afrika
Air Terjun Victoria Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Panorama Alam Georgia
Panorama Alam Georgia
Kebun Raya Singapura
Kebun Raya Singapura
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Dataran Guci Xiangkhouang, Laos
Dataran Guci Xiangkhoung, Laos
Danau Iskanderkul Tajikistan
Danau Iskanderkul Tajikistan
Piramida Giza Mesir
Piramida Giza Mesir
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Selat Drake Antartika Amerika
Selat Drake Antartika Amerika
Istana Kekaisaran Tokyo
Istana Kekaisaran Tokyo
Jembatan Gerbang Emas
Jembatan Gerbang Emas - Amerika
Air Terjun Niagara
Air Terjun Niagara Prancis
Grand Canyon
Grand Canyon Amerika
Pasar Terbesar di Bangkok
Pasar Terbesar di Bangkok
Taman Nasional Yellowstone
Taman Nasional Yellowstone - Amerika
Burj Khalifa - Dubai
Budj Khalifa Dubai
Taj Mahal
Taj Mahal India
Musium Amir Temur Uzbekistan
Musium Amir Temur Uzbekista
Blackpool - Amerika
Blackpool Irlandia
Taman Nasional Blue Mountain - Sydney
Taman Nasional Blue Mountain Sydney
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Danau Baikal Rusia
Danau Baikal Rusia
Biara Meteora Yunani
Biara Meteora Yunani
Pantai Bondi Australia
Pantai Bondi Australia
Menara Eiffel Prancis
Menara Eiffel Prancis
Musium Van Gogh Belanda
Musium Van Gogh Belanda
Gedung Opera Sydney
Gedung Opera Sydney
Gunung Meja Afrika
Gunung Meja Afrika
Menara Kembar Petronas Malaysia
Menara Kembar Petronas Malaysia

===============================




Air Terjun Victoria Afrika

No comments:

Post a Comment