Ki Banaspati disetujui Raja untuk membiayai angkatan perang yang dibentuk di wilayah timur, yaitu Sagaraherang, dengan dalih untuk membendung kekuatan musuh dari timur, yaitu Carbon. Namun belakangan diketahui, angkatan perang yang susah payah dimodali dari pajak rakyat, akhirnya bergerak ke Pakuan dan berupaya melakukan pemberontakan.
Terlibatkah Ki Banaspati? Itulah yang misterius. Sebab seusai kegagalan pemberontakan, Ki Banaspati menghilang tak tentu rimbanya (baca episode Senja Jatuh di Pajajaran ). Jadi tak aneh kalau kini Banyak Angga terkejut dengan kehadiran Ki Banaspati di Sagaraherang ini. Dari mana saja orang ini dan apa keperluannya di tempat ini?
“Ki Banaspati…” gumam Pangeran Yudakara dengan bibir terlihat bergetar.
“Lepaskan anak itu,” kata lelaki yang berusia hampir enam puluh namun bertubuh tinggi besar dan berdada bidang ini.
“Dia anak buah saya,”
“Anak buahmu berarti anak buahku juga. Maka lepaskanlah anak itu,” nada Ki Banaspati seperti perintah.
“Anak ini membahayakan, cara kerjanya serabutan. Yang dia pikirkan hanya dendam pribadi semata,” kata Pangeran Yudakara.
“Hahaha…!! Dendam adalah kekuatan untuk memenangkan perjuangan. Kudengar barusan, anak muda ini benci si Ginggi dan ingin balas dendam. Itu bagus. Si Ginggi akan jadi duri dalam daging, sebab bila kita mulai bergerak ke Pakuan, anak bengal itu pasti menghalangi jalan kita. Jadi, mengapa tidak kau hargai usaha anak muda ini?” kata Ki Banaspati.
“Dia saya tugaskan membereskan orang-orang Pakuan satu-persatu. Namun sekedar Banyak Angga pun dia tidak mampu membunuhnya,” kata Pangeran Yudakara.
“Apalah pentingnya Banyak Angga,” potong Ki Banaspati. ”Anak muda itu jiwanya lemah, kepandaiannya pun tak seberapa. Jadi tak perlu kau hiraukan sebab Banyak Angga bukan tokoh membahayakan. Yang harus kita perhatikan malah ayahandanya. Yogascitralah yang justru punya peranan dalam upaya mempertahankan Pakuan. Belasan tahun silam, gerakan Sunda Sembawa yang dari dalam dibantu Bangsawan Soka dan Ki Bagus Seta bahkan gagal karena Yogascitra sanggup menggalang persatuan. Jadi kalau kau hendak bergerak, maka terlebih dahulu enyahkanlah dulu orang tua bangkotan itu,” kata Ki Banaspati membuat hati Banyak Angga bergetar mendengarnya.
Sesudah itu, Pragola dilepaskan dan Ki Banaspati berkata bahwa Pragola akan dibawanya.
“Engkau harus bersiap-siap di pintu gerbang barat sebab kekuatan dari barat akan segera tiba,” kata Ki Banaspati.
Pangeran Yudakara menganggukkan kepala tapi terlihat lesu. Sementara itu Ki Banaspati segera bergerak meninggalkan ruangan itu sambil diikuti Pragola. Di depan pintu mereka berpapasan dengan dua orang yang hendak masuk. Banyak Angga hafal, mereka adalah Goparana dan Jayasasana, pembantu dekat Pangeran Yudakara. Sejenak mereka saling pandang dengan Ki Banaspati. Namun Ki Banaspati mendengus dan berlalu dengan langkah congkak.
“Pangeran…” bisik Goparana dan Jayasasana hampir berbareng.
Dijawab oleh Pangeran Yudakara dengan keluhan.
Terlibatkah Ki Banaspati? Itulah yang misterius. Sebab seusai kegagalan pemberontakan, Ki Banaspati menghilang tak tentu rimbanya (baca episode Senja Jatuh di Pajajaran ). Jadi tak aneh kalau kini Banyak Angga terkejut dengan kehadiran Ki Banaspati di Sagaraherang ini. Dari mana saja orang ini dan apa keperluannya di tempat ini?
“Ki Banaspati…” gumam Pangeran Yudakara dengan bibir terlihat bergetar.
“Lepaskan anak itu,” kata lelaki yang berusia hampir enam puluh namun bertubuh tinggi besar dan berdada bidang ini.
“Dia anak buah saya,”
“Anak buahmu berarti anak buahku juga. Maka lepaskanlah anak itu,” nada Ki Banaspati seperti perintah.
“Anak ini membahayakan, cara kerjanya serabutan. Yang dia pikirkan hanya dendam pribadi semata,” kata Pangeran Yudakara.
“Hahaha…!! Dendam adalah kekuatan untuk memenangkan perjuangan. Kudengar barusan, anak muda ini benci si Ginggi dan ingin balas dendam. Itu bagus. Si Ginggi akan jadi duri dalam daging, sebab bila kita mulai bergerak ke Pakuan, anak bengal itu pasti menghalangi jalan kita. Jadi, mengapa tidak kau hargai usaha anak muda ini?” kata Ki Banaspati.
“Dia saya tugaskan membereskan orang-orang Pakuan satu-persatu. Namun sekedar Banyak Angga pun dia tidak mampu membunuhnya,” kata Pangeran Yudakara.
“Apalah pentingnya Banyak Angga,” potong Ki Banaspati. ”Anak muda itu jiwanya lemah, kepandaiannya pun tak seberapa. Jadi tak perlu kau hiraukan sebab Banyak Angga bukan tokoh membahayakan. Yang harus kita perhatikan malah ayahandanya. Yogascitralah yang justru punya peranan dalam upaya mempertahankan Pakuan. Belasan tahun silam, gerakan Sunda Sembawa yang dari dalam dibantu Bangsawan Soka dan Ki Bagus Seta bahkan gagal karena Yogascitra sanggup menggalang persatuan. Jadi kalau kau hendak bergerak, maka terlebih dahulu enyahkanlah dulu orang tua bangkotan itu,” kata Ki Banaspati membuat hati Banyak Angga bergetar mendengarnya.
Sesudah itu, Pragola dilepaskan dan Ki Banaspati berkata bahwa Pragola akan dibawanya.
“Engkau harus bersiap-siap di pintu gerbang barat sebab kekuatan dari barat akan segera tiba,” kata Ki Banaspati.
Pangeran Yudakara menganggukkan kepala tapi terlihat lesu. Sementara itu Ki Banaspati segera bergerak meninggalkan ruangan itu sambil diikuti Pragola. Di depan pintu mereka berpapasan dengan dua orang yang hendak masuk. Banyak Angga hafal, mereka adalah Goparana dan Jayasasana, pembantu dekat Pangeran Yudakara. Sejenak mereka saling pandang dengan Ki Banaspati. Namun Ki Banaspati mendengus dan berlalu dengan langkah congkak.
“Pangeran…” bisik Goparana dan Jayasasana hampir berbareng.
Dijawab oleh Pangeran Yudakara dengan keluhan.
“Mengapa Pangeran membiarkan orang itu keluar-masuk wilayah kita?” tanya Goparana heran.
“Dia punya kekuatan dan aku tak kuasa membendungnya,” gumam Pangeran Yudakara.
“Dengan kata lain, perjuangan kita akan tuntas sampai di sini, Pangeran?” tanya Goparana lagi.
Pangeran Yudakara yang tadi menunduk segera mendongak dan menatap tajam pembantunya.
“Cita-citaku tak akan padam begitu saja, Pakuan tetap harus jadi milikku,” gumam pangeran itu sedikit geram.
“Lantas orang tadi?”
“Biarkan kekuatan dari barat memasuki Pakuan dan kita ikut di belakang. Mungkin orang-orang kita hanya membukakan pintu gerbang barat. Namun biarkan mereka saling bertempur dan kita tinggal menonton untuk kemudian segera menggebuk pemenangnya,” tutur Pangeran Yudakara.
“Tapi, Pangeran…” gumam Jayasasana.
“Ada apa?”
“Kami ingin meminta penjelasan dari Pangeran, sejauh mana hubungan anda dengan Nyi Mas Layang Kingkin?” tanya Jayasasana.
Terlihat Pangeran Yudakara tersenyum tipis. “Kau sangka aku benar-benar cinta terhadap perempuan tolol itu?” tanyanya masih tersenyum tipis dan sifatnya mengejek sekali. ”Aku hanya membuka jalan agar bisa keluar-masuk istana, dan kunci pintu ada di tangan si bodoh itu. Perempuan tak laku itu gila laki-laki. Dia mudah jatuh ke pangkuan lelaki mana pun. Mengapa aku tak memanfaatkannya?” Pangeran Yudakara mengerling ke arah kedua pembantunya.
“Tapi Pangeran, tidakkah sebaliknya, perempuan itu yang memanfaatkan kita untuk kepentingannya?” tanya Goparana.
“Apa maksudmu, Goparana?”
“Nyi Mas Layang Kingkin sudah kami selidiki dan dia mencurigakan sebab punya pasukan tersembunyi,” jawab Jayasasana.
Pangeran Yudakara menoleh ke arah Goparana dan yang ditatap menganggukkan kepalanya.
“Ini sesuai dengan perkataan Pragola bahwa Nyi Mas Layang Kingkin pun mengirimkan pasukan pembunuh menyusul rombongan Banyak Angga,”
“Apa yang mereka perbuat?” tanya Pangeran Yudakara heran dan penuh minat.
“Kata Pragola, dia hendak dibunuhnya kendati nampak juga bahwa Banyak Angga pun jadi sasaran pembunuhan,” jawab Jayasasana.
“Membingungkan. Kalau benar utusan itu diutus oleh Nyi Mas Layang Kingkin, apa maksudnya?” gumam Pangeran Yudakara mengerutkan dahi.
“Itulah yang harus kita selidiki,”
Nampak Pangeran Yudaka mengatupkan mulut dan mengepalkan tangan kanannya. bergeak melangkah ke sana ke mari sambil memukul-mukulkan tinju kanan ke telapak tangan kirinya.
Banyak Angga yang sejak tadi mengintip dari atas, sudah merasa waktunya untuk berlalu dan diharapkan tidak akan membuat perhatian sebab ketiga orang yang ada di bawahnya tengah tersita oleh masalah yang meruwetkannya. Yang harus dia lakukan kemudian adalah mencoba mengejar ke mana Ki Banaspati membawa Pragola.
Dia merayap dengan penuh hati-hati. Sesudah berada di atas tanah, Banyak Angga berindap-indap menuju batang pohon. Dia keluar dari lingkungan benteng mengikuti jalan ke mana tadi dia masuk.
Banyak Angga berlari cepat di kegelapan malam. Dia berfikir, tentu Ki Banaspati membawa Pragola meninggalkan wilayah Sagaraherang. Dan ke mana lagi mereka menuju kalau bukan ke barat, ke wilayah Pakuan? Ingat ini hatinya berdebar kencang. Ki Banaspati pasti mempunyai kekuatan tersembunyi. Kalau tak begitu, tak nanti Pangeran Yudakara begitu takut menghadapinya.
Kini Banyak Angga bertambah bingung sebab keruwetan makin melebar. Ketika berada di Puncak Gunung Cakrabuana dia mendapatkan berita mara-bahaya akan datang dari Pangeran Yudakara. Namun malam ini bisa dia saksikan, betapa sebetulnya ada bahaya kekuatan lain selain Pangeran Yudakara. Siapakah kekuatan itu?
Sambil berlari kencang di kegelapan malam, Banyak Angga berfikir keras. Di tahun-tahun terakhir ini Pakuan punya kekhawatiran akan adanya serangan dari musuh. Karena pernah terjadi Carbon menyisipkan orang-orangnya ke Pakuan, maka yang dianggap akan mengganggu keamanan dan keutuhan Pajajaran tentu dari timur.
Belakangan diketahui bahwa sebenarnya Nagri Carbon sudah tak punya ambisi untuk melanjutkan peperangan dengan Pajajaran dan cenderung lebih menitik beratkan menyebarkan agama baru secara damai. Kalau pun Pangeran Yudakara terbukti ingin merusak keberadaan Pakuan, itu tergerak oleh ambisi pribadi. Dia ingin menyerang Pakuan, pertama sebagai balas dendam akan kekalahan dan kehancuran kerabatnya, Sunda Sembawa pada belasan tahun silam, dan yang kedua karena ambisinya untuk memiliki kekuasaan.
Melihat kenyataan ini, tadinya Banyak Angga sudah mengambil kesimpulan bahwa Pangeran Yudakara adalah orang yang paling bahaya. Belakangan Ki Banaspati muncul dan menampilkan marabahaya yang dirasa lebih besar lagi. Kalau Pangeran Yudakara yang sudah merasa punya kekuatan untuk menyerang Pakuan sudah merasa takut menghadapi Ki Banaspati, bisa dipastikan, betapa kuatnya dia. Dan kekuatan apa yang mendorongnya untuk melakukan penyerangan ke Pakuan? Banten?
Terhenyak hati Banyak Angga. Betulkah Ki Banaspati akan datang ke Pakuan dengan diusung kekuatan dari Banten?
Ayahandanya kerap berpikir bahwa Banten memang akan selalu merupakan ancaman bagi Pakuan. Sudah terbukti pada puluhan tahun silam, betapa sebuah pasukan tanpa identitas pernah menyerbu pusat kota pada zamannya pemerintahan Sang Prabu Ratu Dewata (1535-1543 M). di alun-alun benteng luar pertempuran terjadi. Pasukan balamati, yaitu perwira pengawal Raja berhasil membendung serangan musuh namun dua perwira handalnya yaitu Tohaan Ratu Sangiang dan Tohaan Sarendet tewas dalam mempertahankan negrinya. Itu adalah pasukan misterius dan tak bisa dibuktikan dari mana datangnya. Hanya saja kendati begitu, Pakuan mencurigai bahwa serangan gelap itu datang dari Banten.
Banyak Angga merasa khawatir kalau ancaman palin besar justru datang dari barat, yaitu Banten. Mengapa tak begitu sebab di tahun-tahun terakhir ini dari tiga negara yang berhaluan agama baru yaitu Demak, Carbon dan Banten, hanya Bantenlah yang menjadi negara berhaluan agama baru yang terbesar. Semakin hari kekuatannya semakin besar, dulu sebagai mana halnya Carbon, Banten merupakan bagian dari Pajajaran.
Ketika Carbon menjadi kuat karena dibantu Demak, Banten yang waktu pemerintahan Sri Baduga Maharaja (1482-1521 M) merupakan salah satu pelabuhan internasional milik Pajajaran, direbut Carbon. Karena Banten semakin hari semakin berkembang, maka oleh Carbon diberi peranan lebih besar lagi menjadi wilayah kesultanan. Belakangan keberadaan Carbon menjadi lemah karena Demak sebagai pendukungnya dalam tahun-tahun terakhir ini disibukkan oleh perang saudara.
Setahun yang lalu (1566 M) Banyak Angga pun mendengar berita bahwa akhirnya Banten melepaskan diri dari Demak dan Carbon dan memilih berdiri sebagai kesultanan yang merdeka.
Berita besar ini oleh sementara penguasa Pakuan sengaja tak dibesar-besarkan. Sang Prabu Nilakendra yang tak menyukai kekerasan tetap berpendapat bahwa tak mungkin adanya bahaya dari luar selama Pajajaran tak melakukan hal-hal yang merugikan pihak luar. Oleh sebab itu Raja berkata bahwa bangkitnya Banten tak perlu dikhawatirkan.
Namun apa yang disaksikan malam ini membuktikan lain. Ada Ki Banaspati yang membawa khabar mengejutkan. Benarkah dalam waktu dekat ini kekuatan dari barat akan menerpa Pakuan? Dan Ki Banaspati sepertinya berada di pihak sana. Banyak Angga tak habis mengerti, bagaimana mungkin orang itu tiba-tiba bisa menyebrang ke sana?
Dia berfikir, seingatnya Ki Banaspati tak punya pertalian erat dengan Banten atau pun Carbon. Bahkan ketika tokoh ini masih berpengaruh di Pakuan, dia paling benci kepada keberadaan negara-negara yang berhaluan agama baru. Itulah sebabnya dia menggosok Sang Prabu Ratu Sakti untuk memperkuat militer dengan maksud menghalau pengaruh negara agama baru.
Sekarang, belasan tahun kemudian, setelah ambisinya amblas, secara tiba-tiba Ki Banaspati sudah bisa menyebrang dan berfihak kepada kekuatan yang dulu dibencinya. Banyak Angga bingung memikirkannya.
“Kekacauan selalu diciptakan oleh para petualang politik,” gumamnya sendirian.
Pemuda ini menilai, barangkali benar Ki Banaspati yang misterius ini gemar melakukan petualangan politik yang mungkin semuanya dia lakukan demi kepentingan pribadi semata. Banyak Angga kekurangan bukti, sejauh mana Ki Banaspati melakukan petualangan. Namun barangkali gerakan orang ini pun tak jauh berbeda dengan petualangan Pangeran Yudakara.
Seperti yang diterangkan oleh Ki Jayaratu beberapa waktu lalu, demi mengejar ambisi pribadi, Pangeran Yudakara nekad mengatas-namakan sebagai kekuatan Carbon dalam upaya menggempur Pakuan. Padahal seperti yang disebutkan Ki Jayaratu, Carbon kini lebih menitik beratkan usahanya dalam menyebarkan agama baru dengan cara-cara damai. Dengan licinnya, Pangeran Yudakara pun bisa memasuki Pakuan dan mendapatkan kepercayaan penuh dari Sang Prabu Nilakendra.
Banyak Angga berhenti dan menyeka peluh yang deras mengalir di wajahnya. Dia bahkan menjatuhkan diri, duduk di atas tonjolan batu. Suasana sunyi-sepi di sekeliling. Hawa malam terasa dingin karena langit bersih tak berawan. Banyak hal-hal ruwet yang dia pikirkan, termasuk pula urusan Nyi Mas Layang Kingkin. Benarkah wanita yang pernah dicintainya itu pun bertualang dalam berpolitik?
“Dia punya kekuatan dan aku tak kuasa membendungnya,” gumam Pangeran Yudakara.
“Dengan kata lain, perjuangan kita akan tuntas sampai di sini, Pangeran?” tanya Goparana lagi.
Pangeran Yudakara yang tadi menunduk segera mendongak dan menatap tajam pembantunya.
“Cita-citaku tak akan padam begitu saja, Pakuan tetap harus jadi milikku,” gumam pangeran itu sedikit geram.
“Lantas orang tadi?”
“Biarkan kekuatan dari barat memasuki Pakuan dan kita ikut di belakang. Mungkin orang-orang kita hanya membukakan pintu gerbang barat. Namun biarkan mereka saling bertempur dan kita tinggal menonton untuk kemudian segera menggebuk pemenangnya,” tutur Pangeran Yudakara.
“Tapi, Pangeran…” gumam Jayasasana.
“Ada apa?”
“Kami ingin meminta penjelasan dari Pangeran, sejauh mana hubungan anda dengan Nyi Mas Layang Kingkin?” tanya Jayasasana.
Terlihat Pangeran Yudakara tersenyum tipis. “Kau sangka aku benar-benar cinta terhadap perempuan tolol itu?” tanyanya masih tersenyum tipis dan sifatnya mengejek sekali. ”Aku hanya membuka jalan agar bisa keluar-masuk istana, dan kunci pintu ada di tangan si bodoh itu. Perempuan tak laku itu gila laki-laki. Dia mudah jatuh ke pangkuan lelaki mana pun. Mengapa aku tak memanfaatkannya?” Pangeran Yudakara mengerling ke arah kedua pembantunya.
“Tapi Pangeran, tidakkah sebaliknya, perempuan itu yang memanfaatkan kita untuk kepentingannya?” tanya Goparana.
“Apa maksudmu, Goparana?”
“Nyi Mas Layang Kingkin sudah kami selidiki dan dia mencurigakan sebab punya pasukan tersembunyi,” jawab Jayasasana.
Pangeran Yudakara menoleh ke arah Goparana dan yang ditatap menganggukkan kepalanya.
“Ini sesuai dengan perkataan Pragola bahwa Nyi Mas Layang Kingkin pun mengirimkan pasukan pembunuh menyusul rombongan Banyak Angga,”
“Apa yang mereka perbuat?” tanya Pangeran Yudakara heran dan penuh minat.
“Kata Pragola, dia hendak dibunuhnya kendati nampak juga bahwa Banyak Angga pun jadi sasaran pembunuhan,” jawab Jayasasana.
“Membingungkan. Kalau benar utusan itu diutus oleh Nyi Mas Layang Kingkin, apa maksudnya?” gumam Pangeran Yudakara mengerutkan dahi.
“Itulah yang harus kita selidiki,”
Nampak Pangeran Yudaka mengatupkan mulut dan mengepalkan tangan kanannya. bergeak melangkah ke sana ke mari sambil memukul-mukulkan tinju kanan ke telapak tangan kirinya.
Banyak Angga yang sejak tadi mengintip dari atas, sudah merasa waktunya untuk berlalu dan diharapkan tidak akan membuat perhatian sebab ketiga orang yang ada di bawahnya tengah tersita oleh masalah yang meruwetkannya. Yang harus dia lakukan kemudian adalah mencoba mengejar ke mana Ki Banaspati membawa Pragola.
Dia merayap dengan penuh hati-hati. Sesudah berada di atas tanah, Banyak Angga berindap-indap menuju batang pohon. Dia keluar dari lingkungan benteng mengikuti jalan ke mana tadi dia masuk.
Banyak Angga berlari cepat di kegelapan malam. Dia berfikir, tentu Ki Banaspati membawa Pragola meninggalkan wilayah Sagaraherang. Dan ke mana lagi mereka menuju kalau bukan ke barat, ke wilayah Pakuan? Ingat ini hatinya berdebar kencang. Ki Banaspati pasti mempunyai kekuatan tersembunyi. Kalau tak begitu, tak nanti Pangeran Yudakara begitu takut menghadapinya.
Kini Banyak Angga bertambah bingung sebab keruwetan makin melebar. Ketika berada di Puncak Gunung Cakrabuana dia mendapatkan berita mara-bahaya akan datang dari Pangeran Yudakara. Namun malam ini bisa dia saksikan, betapa sebetulnya ada bahaya kekuatan lain selain Pangeran Yudakara. Siapakah kekuatan itu?
Sambil berlari kencang di kegelapan malam, Banyak Angga berfikir keras. Di tahun-tahun terakhir ini Pakuan punya kekhawatiran akan adanya serangan dari musuh. Karena pernah terjadi Carbon menyisipkan orang-orangnya ke Pakuan, maka yang dianggap akan mengganggu keamanan dan keutuhan Pajajaran tentu dari timur.
Belakangan diketahui bahwa sebenarnya Nagri Carbon sudah tak punya ambisi untuk melanjutkan peperangan dengan Pajajaran dan cenderung lebih menitik beratkan menyebarkan agama baru secara damai. Kalau pun Pangeran Yudakara terbukti ingin merusak keberadaan Pakuan, itu tergerak oleh ambisi pribadi. Dia ingin menyerang Pakuan, pertama sebagai balas dendam akan kekalahan dan kehancuran kerabatnya, Sunda Sembawa pada belasan tahun silam, dan yang kedua karena ambisinya untuk memiliki kekuasaan.
Melihat kenyataan ini, tadinya Banyak Angga sudah mengambil kesimpulan bahwa Pangeran Yudakara adalah orang yang paling bahaya. Belakangan Ki Banaspati muncul dan menampilkan marabahaya yang dirasa lebih besar lagi. Kalau Pangeran Yudakara yang sudah merasa punya kekuatan untuk menyerang Pakuan sudah merasa takut menghadapi Ki Banaspati, bisa dipastikan, betapa kuatnya dia. Dan kekuatan apa yang mendorongnya untuk melakukan penyerangan ke Pakuan? Banten?
Terhenyak hati Banyak Angga. Betulkah Ki Banaspati akan datang ke Pakuan dengan diusung kekuatan dari Banten?
Ayahandanya kerap berpikir bahwa Banten memang akan selalu merupakan ancaman bagi Pakuan. Sudah terbukti pada puluhan tahun silam, betapa sebuah pasukan tanpa identitas pernah menyerbu pusat kota pada zamannya pemerintahan Sang Prabu Ratu Dewata (1535-1543 M). di alun-alun benteng luar pertempuran terjadi. Pasukan balamati, yaitu perwira pengawal Raja berhasil membendung serangan musuh namun dua perwira handalnya yaitu Tohaan Ratu Sangiang dan Tohaan Sarendet tewas dalam mempertahankan negrinya. Itu adalah pasukan misterius dan tak bisa dibuktikan dari mana datangnya. Hanya saja kendati begitu, Pakuan mencurigai bahwa serangan gelap itu datang dari Banten.
Banyak Angga merasa khawatir kalau ancaman palin besar justru datang dari barat, yaitu Banten. Mengapa tak begitu sebab di tahun-tahun terakhir ini dari tiga negara yang berhaluan agama baru yaitu Demak, Carbon dan Banten, hanya Bantenlah yang menjadi negara berhaluan agama baru yang terbesar. Semakin hari kekuatannya semakin besar, dulu sebagai mana halnya Carbon, Banten merupakan bagian dari Pajajaran.
Ketika Carbon menjadi kuat karena dibantu Demak, Banten yang waktu pemerintahan Sri Baduga Maharaja (1482-1521 M) merupakan salah satu pelabuhan internasional milik Pajajaran, direbut Carbon. Karena Banten semakin hari semakin berkembang, maka oleh Carbon diberi peranan lebih besar lagi menjadi wilayah kesultanan. Belakangan keberadaan Carbon menjadi lemah karena Demak sebagai pendukungnya dalam tahun-tahun terakhir ini disibukkan oleh perang saudara.
Setahun yang lalu (1566 M) Banyak Angga pun mendengar berita bahwa akhirnya Banten melepaskan diri dari Demak dan Carbon dan memilih berdiri sebagai kesultanan yang merdeka.
Berita besar ini oleh sementara penguasa Pakuan sengaja tak dibesar-besarkan. Sang Prabu Nilakendra yang tak menyukai kekerasan tetap berpendapat bahwa tak mungkin adanya bahaya dari luar selama Pajajaran tak melakukan hal-hal yang merugikan pihak luar. Oleh sebab itu Raja berkata bahwa bangkitnya Banten tak perlu dikhawatirkan.
Namun apa yang disaksikan malam ini membuktikan lain. Ada Ki Banaspati yang membawa khabar mengejutkan. Benarkah dalam waktu dekat ini kekuatan dari barat akan menerpa Pakuan? Dan Ki Banaspati sepertinya berada di pihak sana. Banyak Angga tak habis mengerti, bagaimana mungkin orang itu tiba-tiba bisa menyebrang ke sana?
Dia berfikir, seingatnya Ki Banaspati tak punya pertalian erat dengan Banten atau pun Carbon. Bahkan ketika tokoh ini masih berpengaruh di Pakuan, dia paling benci kepada keberadaan negara-negara yang berhaluan agama baru. Itulah sebabnya dia menggosok Sang Prabu Ratu Sakti untuk memperkuat militer dengan maksud menghalau pengaruh negara agama baru.
Sekarang, belasan tahun kemudian, setelah ambisinya amblas, secara tiba-tiba Ki Banaspati sudah bisa menyebrang dan berfihak kepada kekuatan yang dulu dibencinya. Banyak Angga bingung memikirkannya.
“Kekacauan selalu diciptakan oleh para petualang politik,” gumamnya sendirian.
Pemuda ini menilai, barangkali benar Ki Banaspati yang misterius ini gemar melakukan petualangan politik yang mungkin semuanya dia lakukan demi kepentingan pribadi semata. Banyak Angga kekurangan bukti, sejauh mana Ki Banaspati melakukan petualangan. Namun barangkali gerakan orang ini pun tak jauh berbeda dengan petualangan Pangeran Yudakara.
Seperti yang diterangkan oleh Ki Jayaratu beberapa waktu lalu, demi mengejar ambisi pribadi, Pangeran Yudakara nekad mengatas-namakan sebagai kekuatan Carbon dalam upaya menggempur Pakuan. Padahal seperti yang disebutkan Ki Jayaratu, Carbon kini lebih menitik beratkan usahanya dalam menyebarkan agama baru dengan cara-cara damai. Dengan licinnya, Pangeran Yudakara pun bisa memasuki Pakuan dan mendapatkan kepercayaan penuh dari Sang Prabu Nilakendra.
Banyak Angga berhenti dan menyeka peluh yang deras mengalir di wajahnya. Dia bahkan menjatuhkan diri, duduk di atas tonjolan batu. Suasana sunyi-sepi di sekeliling. Hawa malam terasa dingin karena langit bersih tak berawan. Banyak hal-hal ruwet yang dia pikirkan, termasuk pula urusan Nyi Mas Layang Kingkin. Benarkah wanita yang pernah dicintainya itu pun bertualang dalam berpolitik?
********
OBJEK WISATA MANCA NEGARA
===============================
No comments:
Post a Comment