Ads

Wednesday, January 19, 2022

Kunanti di Gerbang Pakuan 013

Pragola dan Paman Manggala buru-buru menimpali bahwa keributan ini adalah sudah jadi bagian dari tugas negara dan yang harus mereka laksanakan dengan penuh tanggung jawab.

“Tapi kalau saya tak memilih kalian, tak nanti kaliam dirundung kesulitan dan dihadang bahaya terus-menerus,” tutur lagi Banyak Angga.

“Saya selalu siap membela Pakuan, Raden…” kata Pragola yang kemudian daun telinganya serasa panas. Hatinya mengakui, sebenarnya ini adalah ucapan bohong belaka. Padahal yang sesungguhnya tengah dia lakukan adalah berupaya mengagalkan usaha-usaha pemuda ini.

“Seorang raja hanya bisa bertitah tanpa mau tahu apakah itu berkenan atau tidak di hati hambanya. Begitu seorang pemimpin, atau orang berpengaruh lainnya. Mereka punya keinginan, gagasan atau rencana. Tapi hanya itu. Yang harus melaksanakannya adalah bawahannya, atau orang-orang yang harus melaksanakan gagasan si pemimpin hati kecilnya menolak. Anggota perampok yang mati itu belum tentu setuju merampok. Tapi karena pemimpin memaksanya dan dia tak punya daya, dia akhirnya ikut jadi perampok. Ada juga yang ikut-ikutan merampok karena tertekan sesuatu, oleh sesuatu keadaan misalnya,” tutur Banyak Angga panjang-lebar.

“Saya bekerja untukmu tanpa rasa tertekan atau keterpaksaan, Raden….” gumam Pragola, namun kembali telinganya memerah sebab ucapannya berlawanan dengan hatinya.

Banyak Angga hanya termanggu untuk kemudian tersenyum tipis. Pragola tak bisa menduga apa yang ada di benak pemuda itu ketika tersenyum ini. Sementara itu malam telah semakin larut. Pragola menyodorkan diri untuk menjaga tawanan sendirian sepanjang malam.

“Baik Raden mau pun kedua Paman pasti menderita kelelahan yang sangat. Biarlah kalian bertiga beristirahat penuh, sehingga esok hari semuanya sudah dalam keadaan bugar,” kata Pragola memberikan alasan.

“Dan engkau sendiri bagaimana?” tanya Banyak angga.

“Lebih baik hanya satu orang yang kelelahan dari pada semuanya harus capek. Lagipula saya belum merasa payah benar,” tutur Pragola.

Akhirnya ketiga orang itu mau beristirahat dan Pragola sendirian menjaga tawanan. Pragola duduk terpisah tiga sampai empat tindak dari ketiga orang yang tergolek tidur. sementara lamunannya menerawang ke mana-mana. Pragola masih teringat kejadian tadi siang. Tawanan yang mati sebelumnya telah mengaku sebagai utusan Nyi Mas Layang Kingkin. Siapa yang akan dibunuh Layang Kingkin? Banyak Angga atau dirinyakah? Lantas apa kepentingan ibu suri membunuh mereka?

Selama dalam perjalanan, sebetulnya Pragola selalu teringat Nyi Mas Layang Kingkin. Wanita cantik bekas selir terkasih mendiang Kangjeng Prabu Ratu Sakti ini demikian penuh perhatian kepadanya. Dua kali pertemuan dengannya, wanita dewasa bermata binar itu seolah menjanjikan sesuatu kepadanya.

“Jadilah mata-mataku agar segala keinginanmu terkabul,” kata Nyi Mas Layang Kingkin tempo hari.

Janji yang disodorkan wanita berlesung pipit ini seperti tak ada ujung batasnya. Sebab naluri kelaki-lakiannya membisikkan bahwa ada janji cinta dari kerling manis mulut mungil rona merah itu.

“Janji cinta? Tapi mungkinkah orang yang mencinta akan melakukan pembunuhan? Membunuhku? Atau membunuh Banyak Angga?” pikir Pragola.

Tiga kali menerima penyerangan memang dirinya selalu menjadi incaran lawan. Tak perlu diherankan benar bila dalam pertempuran paling akhir tadi siang dia pun menerima ancaman pembunuhan sebab kaum penyerang tadi siang merupakan perampok tulen seperti apa kata Paman Manggala. Tapi penyerang yang kedua dan yang pertama, Pragola tak mengerti, mengapa dia jadi sasaran pembunuhan?

Memang sudah ada khabar dari Pangeran Yudakara bahwa prajurit Cirebon secara rahasia akan menghadang mereka agar perjalanan mencari orang pandai ke wilayah timur akan terganggu. Para penghadang mungkin akan melakukan pembunuhan. Ya, mungkin begitu. Tapi mengapa dirinya menjadi sasaran pembunuhan juga? Paman Manggala memang berkata bahwa untuk memperlihatkan serangan itu nyata, maka semua orang seolah-olah mengalami bahaya yang sama. Tapi tetap saja ucapan ini meragukan. Apa pun dalihnya, Pragola merasa bahwa nyawanya diancam orang. Siapa yang mengancamnya dan apa pentingnya dia dibunuh?

Pragola mencoba menganalisa jalan pikiran Pangeran Yudakara dan Nyi Mas Layang Kingkin. Pangeran Yudakara mengirimkan dirinya untuk menyelundup ke puri Yogascitra tentu karena percaya. Mengapa orang kepercayaan musti dibunuh?

Sekarang Pragola mencoba menelaah jalan pikiran Nyi Mas Layang Kingkin. Menyimak bicaranya, wanita cantik ini orang yang pro terhadap Kangjeng Prabu Nilakendra dan sama sekali menolak gagasan Pangeran Yogascitra yang berupaya mengirim dan mengumpulkan orang pandai ke Pakuan. Karena itulah Nyi Mas Layang Kingkin menyuruhnya ikut menghalangi perjalanan Banyak Angga.

Yang dia tak menyangka bahwa Nyi Mas Layang Kingkin bisa juga bertindak keras dengan mengirimkan pasukan pembunuh untuk melenyapkan Banyak Angga, bahkan dirinya. Dirinya? Pragola mencoba menepiskan persangkaan buruk ini. Bisa jadi serangan terhadap dirinya adalah kekeliruan. Atau seperti apa kata Paman Manggala, semua dilakukan seperti sungguh-sungguh agar Banyak Angga percaya bahwa semuanya bukan diatur.

Pragola menjadi pusing sendiri sebab semua yang dia pikirkan hanya akan berupa dugaan-dugaan belaka. Pemuda ini tersentak lamunannya ketika dari belakang ada gerakan halus. Ketika dia membalikkan tubuh, ternyata Paman Manggala yang datang.



Pragola tak menyapanya. Dia merasakan ada kerenggangan di antara mereka. Atau paling tidak, dia merasa bahwa Paman Manggala sudah menjadi renggang dengan dirinya sebab orang tua itu dicurigai menyembunyikan sesuatu rahasia.

“Tidurlah, engkau pasti lelah dan mengantuk,” bisik Paman Manggala.

Pragola menggelengkan kepala.

“Kalau begitu kita berbincang saja,” bisik lagi Paman Manggala.

Orang tua itu terus berbisik, menyadarkan Pragola bahwa Paman Manggala ingin pembicaraan penting yang hanya bisa didengar berdua saja.

“Engkau tentu menemukan sesuatu yang penting tadi siang,” kata Paman Manggala.

“Paman sendiri bagaimana?”

“Ya, sebetulnya kita telah sama-sama menemukan sebuah misteri,” jawab Paman Manggala.

“Ada lebih dari satu misteri bagiku dan Paman perlu menerangkannya padaku,’ gumam Pragola.

“Kau kan sudah tahu, tawanan yang mati itu diutus oleh siapa…”

“Kemudian siapa yang mengutus penghadang pertama yang kemudian Paman bunuh itu?” tanya Pragola.

Paman Manggala terpekur sejenak, kemudian menghela napas. “Aku membunuh tawanan yang sebetulnya orang sendiri itu agar rahasia kita tidak terkuak,” kata Paman Manggala.

“Agar rahasia mereka juga dalam upaya membunuhku juga tidak terbongkar,” potong Pragola.”Mengapa mereka hendak membunuhku?” tanya lagi Pragola dengan penuh desakan.

Kembali Paman Manggala menghela napas. “Ya… aku juga sebetulnya merasakan bahwa sebetulnya merasakan bahwa sepertinya ada upaya membunuhmu. Tapi aku belum tahu dasar kecurigaanku pada utusan Pangeran Yudakara itu. Dan kalau pun aku bunuh mereka, sebetulnya aku lebih mengkhawatirkan mereka buka mulut sewaktu diperiksa nanti. Makanya kulenyapkan saja mereka,”

Pragola tak berkomentar.

“Sungguh, aku juga berpikir sepertimu, mengapa kau jadi sasaran pembunuhan. Dan kebingungan kian bertambah ketika kita menerima hadangan kedua. Aku curiga mereka bukan orang sendiri. Dan terbukti bahwa penghadang yang kedua diutus oleh Nyi Mas Layang Kingkin. Ini mencurigakan,”

“Paman mengenal juga Nyi Mas Layang Kingkin?”

“Bekas selir mendiang Sang Prabu Ratu Sakti ini adalah kekasih gelap Pangeran Yudakara,” bisik Paman Manggala.

Serasa ada halilintar menyambar ubun-ubunnya manakala Pragola mendengar ucapan Paman Manggala ini. Nyi Mas Layang Kingkin kekasih gelap Pangeran Yudakara?

“Aku bingung dan curiga. Nyi Mas Layang Kingkin punya pasukan tentu di luar sepengetahuan Pangeran Yudakara. Yang patut dicurigai, apa keperluan Nyi Mas Layang Kingkin mengirimkan pasukan pembunuh sepertinya ingin berusaha menyaingi upaya-upaya Pangeran Yudakara?” tanya Paman Manggala.

“Apakah Nyi Mas Layang Kingkin pun bekerja untuk Cirebon?” tanya Pragola setengah menerawang kesana-kemari.

“Nyi Mas Layang Kingkin adalah orang Pakuan tulen namun merupakan tokoh yang diasingkan di negrinya,” kata lagi Paman Manggala.

Pembicaraan yang dilakukan dengan pelan menyerupai bisikan ini tidak dilanjutkan sebab ada suara batuk. Yang batuk ternyata Paman Angsajaya. Dalam keremangan nampak dia bangun dan duduk seraya menutupi mulutnya dengan punggung tangan kanannya.

Para perampok yang ditawan sudah diserahkan kepada cutak terdekat untuk diurus sebagaimana mestinya. Sesudah tugas ini diselesaikan, keempat orang itu kembali melanjutkan perjalanan. Perjalanan masih tetap dilakukan jalan kaki kendati cutak menawarinya empat ekor kuda yang bagus-bagus.

Banyak Angga memberi alasan, lebih aman dilakukan jalan kaki ketimbang naik kuda. Dengan berkuda hanya akan menarik perhatian orang, padahal perjalanan mereka harus dilakukan dengan diam-diam.

“Kaum perampok akan menganggap kita saudagar kaya dan pihak musuh akan mencurigai bahwa kita adalah orang-orang penting,” tutur Banyak Angga.

Sekarang perjalanan tidak dilakukan tergesa-gesa walau pun sudah telat satu hari. Keempat orang itu berjalan santai di samping kelelahan karena banyak mengalami bahaya, juga karena mereka tahu, Sagaraherang letaknya sudah tak terlalu jauh lagi.

Mereka berjalan sambil tak terlalu banyak bicara, Banyak Angga berjalan di depan, kedua adalah Pragola. Sedangkan melangkah paling belakang adalah Paman Manggala dan Paman Angsajaya. Kedua orang itu hanya sesekali saja melakukan pembicaraan, itu pun bukan hal yang penting. Sedangkan Banyak Angga lebih banyak diam ketimbang bicara. Ini membuat Pragola lebih leluasa mengumbar lamunannya. Tak bisa dipungkiri, ada semacam pukulan batin kepada pemuda ini setelah mendengar berita perihal Nyi Mas Layang Kingkin.

Nyi Mas Layang Kingkin adalah wanita dewasa. Barangkali usianya dengan Pragola terpaut lima tahun. Kalau Nyi Mas Layang Kingkin wanita biasa, barangkali Pragola harus memanggilnya seperti seorang adik kepada kakak perempuannya. Tapi Nyi Mas Layang Kingkin bukan wanita sembarangan. Dia adalah bekas selir mendiang raja terdahulu. Walau pun wanita itu jadi orang terasing seperti apa kata Paman Manggala, namun wanita anggun itu tetap menjadi penghuni puri di istana raja. Bahkan disebut-sebut sebagai wanita yang cukup berpengaruh, terutama bagi Sang Prabu Nilakendra.

Ya, Nyi Mas Layang Kingkin adalah seorang agung di istana Pakuan. Tapi mengapa wanita berdagu runcing dengan hidung kecil mancung itu demikian manis budi ke padanya? Senyumnya selalu merekah, kerlingnya selalu membetot jantungnya. Ada kerling cinta terhadapnya. Oh, hai Layang Kingkin, benarkah engkau cinta padaku? Usia bukanlah halangan. Banyak lelaki mendapatkan wanita lebih muda. Mengapa wanita yang lebih tua tak berhak mendapatkan lelaki lebih muda? Itu bukan sebuah dosa.

Yang menjadi ganjalan sekarang, betulkah Nyi Mas Layang Kingkin terlibat urusan politik? Tapi semua orang punya keputusan sendiri-sendiri termasuk dalam politik. Itu tak jadi halangan. Tapi kesedihan di hati Pragola adalah ucapan pahit Paman Manggala. Benarkah Nyi Mas Layang Kingkin menjadi kekasih gelap Pangeran Yudakara? Pahit sekali. Pahit dan menyakitkan. Nyi Mas Layang Kingkin yang bersikap manis kepadanya, nyatanya punya kekasih gelap, Pangeran Yudakara lagi, yaitu seseorang yang dianggap atasannya dan harus diseganinya.

Kekasih gelap? Mengapa harus menjadi kekasih gelap? Mengapa harus main sembunyi bukankah Pangeran Yudakara seorang duda dan Nyi Mas Layang Kingkin seorang janda? Apa yang membuat mereka main sembunyi seperti itu? Pragola berharap, ini hanyalah khabar burung. Artinya, berita yang disampaikan Paman Manggala terhadapnya hanyalah isu yang kebenarannya diragukan. Ya, itulah harapan hatinya.

Selama melakukan perjalanan, bila malam tiba atau bila suasana menjadi sunyi, sebetulnya Pragola selalu terkenang Nyi Mas Layang Kingkin. Dia teringat akan pipi wanita itu yang putih kemerahan di saat tubuh wanita itu jatuh dalam pelukan Pragola karena kakinya keseleo di tepi kolam kaputren. Pragola pun sungguh ingat, betapa lekuk-relung tubuh Nyi Mas Layang Kingkin demikian menantang ketika pakaian sutra tipisnya tersorot cahaya lentera. Ya, pemuda itu baru sadar belakangan ini, bahwa Nyi Mas Layang Kingkin sebenarnya telah menawarkan gelora cinta ke padanya, namun peluang yang ditawarkan ini dibuang percuma olehnya.

Nyi Mas, betapa sebetulnya engkau cinta padaku. Tapi benarkah orang lain bilang bahwa engkau bermain asmara secara gelap dengan lelaki lain, keluh Pragola. Dan kalau saja suasana sunyi di perjalanan terus berlangsung, barangkali lamunan Pragola akan terus berlarut-larut.

Namun hati pemuda ini segera tersentak manakala pada jalanan setapak di depannya terlihat seorang wanita berlari tergopoh-gopoh. Wanita itu lari dengan penuh ketakutan. Apa yang menyebabkannya terbirit-birit seperti itu bisa diketahui belakangan.

Ternyata wanita yang ditaksir usianya sekitar duapuluh lima tahunan ini tengah dikejar seorang lelaki. Lelaki itu barangkali usianya tigapuluh lima, pantas menjadi suaminya. Tapi mengapa lelaki itu seperti marah dan berniat hendak menganiaya wanita yang dikejarnya? Siapa tak menduga hendak menganiaya sebab di tangan kanan lelaki itu terpegang erat sebuah golok. Golok itu tak mengkilap benar, sebagai tanda kurang runcing. Namun setumpul-tumpulnya golok, kalau dibacokkan ke kepala orang tentu berakibat fatal.

Wanita itu sudah nampak kepayahan karena dikejar terus. Satu dua tindak saja sudah terkejar. Golok di tangan lelaki itu segera terayun. Nyata sekali akan segera mengenai belakang kepala wanita itu.

Namun sebelum benda itu menghantam kepala, secara tiba-tiba terlempar ke udara, kemudian ujungnya menancap keras di dahan pohon. Pemegangnya sendiri terpental ke belakang dan jatuh berdebuk. Lelaki itu meringis seraya memegangi pergelangan tangannya. Lelaki itu demikian kaget, menatap Banyak Angga yang barusan melemparkan sebutir batu dan kena telak di pergelangan tangannya.

“Perempuan laknat itu yang berdosa. Mengapa aku yang dihukum?” kata lelaki itu kasar.

“Siapakah perempuan itu dan mengapa hendak kau bunuh?” tanya Banyak Angga.

“Dibunuh atau tidak, itu urusanku sebab dia adalah istriku!” jawab lelaki itu bangkit dan hendak memukul wanita yang nampak berdiri menggigil ketakutan.

Namun sebelum tujuannya terlaksana, lelaki berangasan itu sudah didorong mundur oleh Banyak Angga sehingga tubuhnya kembali terjengkang.

“Dia adalah istrimu. Tapi bila sudah menyangkut keselamatan nyawa, maka semua orang bisa ikut campur. Aku tak suka melihat orang dianiaya, apalagi seorang wanita,” kata Banyak Angga.

Lelaki yang terjengkang itu sebenarnya tak punya kepandaian apa-apa, hanya berangasan saja. Namun karena berangasan itulah, dia seperti tak memiliki rasa takut.

“Melihat pakaianmu dan juga kulit wajahmu yang sehat, tentu engkau seorang Santana (sebutan untuk kelompok masyarakat pertengahan). Engkau juga seorang gagah, hai pemuda. Sayang kegagahanmu tidak kau gunakan di atas jalan kebijaksanaan. Kau hanya melihat kulitnya saja. Hanya karena melihat seorang lelaki hendak menganiaya perempuan, maka engkau langsung bersimpati pada si perempuan tanpa melihat sebab-musababnya,” tutur si lelaki berangasan sambil masih tetap memegangi pergelangan tangan kanannya.

“Tentu aku akan lihat permasalahannya. Karena itulah aku hentikan dulu perbuatan penganiayaanmu,” jawab Banyak Angga lagi. ”Sekarang sebutkanlah alasanmu, mengapa begitu tega hendak mencelakai istri sendiri,” lanjutnya.

Si lelaki berangasan itu mendengus dan memalingkan muka. “Aku enggan menerangkan aib yang dilakukan bedebah itu. Tapi kalau engkau cinta dendang prepantun, tentu engkau ingat kisah-kisah sedih Raden Banyak Angga yang kerap dilantunkan prepantun,” kata si berangasan.

Seketika memerah kulit pipi Banyak Angga. “Sudahlah Raden, kita tak perlu berurusan dengan mereka,” tutur Paman Angsajaya melibatkan diri dalam persoalan.

“Nah, sekarang tentu kalian tahu tentang permasalahan kami. Jadi tak perlu lagi melindungi perempuan tak berharga yang gila pangkat dan gila harta ini,” kata si lelaki berangasan sambil bangkit menggenggam pisau.

Demikian bencinya dia pada istrinya sehingga tetap bertekad ingin membunuhnya. Namun untuk kesekian kalinya, Banyak Angga menghalangi tindakan brutal lelaki itu.

“Engkau selalu berusaha menghalangiku, apa hakmu?” teriak si berangasan.

“Hakku adalah menghalangi tindakan kejammu,” kata Banyak Angga menatap namun dengan sorot mata lesu. ”Dan aku harus menghalangi agar kau tak bertindak kejam terhadap wanita,” lanjutnya.

“Maksudnya, engkau suruh aku agar punya hati lemah terhadap wanita seperti kisah-kisah prepantun mengenai Raden Banyak Angga itu?” tanya si lelaki berangasan. “Ingat, aku bukanlah Banyak Angga, melainkan seorang lelaki yang punya harga diri. Aku adalah lelaki yang tak mau dihina oleh perempuan tidak seperti Banyak Angga yang mandah begitu saja dikhianati Layang Kingkin, kekasih tak setianya itu!”

Paman Angsajaya hendak menghambur ke depan dan nampak hendak melayangkan serangan kepada lelaki kasar itu. Namun dengan sigapnya Banyak Angga menghalanginya.

Pemuda yang wajahnya kini pucat-pasi karena ucapan tajam si Berangasan segera menghampir si wanita yang ada di belakangnya. Dengan gerakan tak terduga Banyak Angga melayangkan tangan kanannya. Dan “plak” pipi kiri wanita itu ditamparnya sehingga tubuhnya terpelanting.

“Engkau memang patut dihukum. Tapi cepatlah pergi. Aku tak mau kau binasa karena perbuatan burukmu itu!” desis Banyak Angga menatap tajam si wanita.

Dan wanita itu bangkit dengan mata berlinang. Dia pergi dari tempat itu dengan tergopoh-gopoh. Ada terdengar isaknya yang tertahan. Makin lama terdengar makin pelan karena wanita itu semakin menjauh. Namun si lelaki tak puas dengan keputusan ini. Dia segera mengejar istrinya yang kemudian segera dihalangi Paman Angsajaya.

“Kalau kau tetap akan membunuh istrimu, maka kau pun akan kubinasakan!” teriak Paman Angsajaya mengancam.

Si berangasan malah menerjang menyerang Paman Angsajaya yang ditepiskan dengan mudah oleh prajurit setengah baya ini. Banyak Angga tak sempat melihat perkelahian kecil ini sebab dia segera pergi dari tempat itu dengan wajah murung. Selang beberapa tindak, Pragola pun ikut melangkah di belakangnya. Dia melangkah hanya dengan tanpa sadar sebab perasaannya kacau-balau.

Kini ke padanya sudah datang lagi berita baru mengenai Nyi Mas Layang Kingkin. Kemarin malam dia dapatkan melalui Paman Manggala bahwa Nyi Mas Layang Kingkin adalah kekasih gelap Pangeran Yudakara. Hari ini Pragola pun menambah perbendaharaan pengetahuan lagi. Betulkah Nyi Mas Layang Kingkin pernah punya hubungan dengan Raden Banyak Angga?

**** 013 ****





OBJEK WISATA MANCA NEGARA


Teluk Wilhelmina Antartika

Kota Tua Samarkand, Uzbekistan
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Air Terjun Victoria Afrika
Air Terjun Victoria Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Panci Makgadikgadi Botswana, Afrika
Pulau Falkland Antartika Inggris
Pulau Falkland Antartika Inggris
Panorama Alam Georgia
Panorama Alam Georgia
Kebun Raya Singapura
Kebun Raya Singapura
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Pagoda Shwedagon Yangon, Myanmar
Dataran Guci Xiangkhouang, Laos
Dataran Guci Xiangkhoung, Laos
Danau Iskanderkul Tajikistan
Danau Iskanderkul Tajikistan
Piramida Giza Mesir
Piramida Giza Mesir
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Ngarai Sungai Ikan Namibia, Afrika
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Taman Nasional Ala Archa Kirgistan
Selat Drake Antartika Amerika
Selat Drake Antartika Amerika
Istana Kekaisaran Tokyo
Istana Kekaisaran Tokyo
Jembatan Gerbang Emas
Jembatan Gerbang Emas - Amerika
Air Terjun Niagara
Air Terjun Niagara Prancis
Grand Canyon
Grand Canyon Amerika
Pasar Terbesar di Bangkok
Pasar Terbesar di Bangkok
Taman Nasional Yellowstone
Taman Nasional Yellowstone - Amerika
Burj Khalifa - Dubai
Budj Khalifa Dubai
Taj Mahal
Taj Mahal India
Musium Amir Temur Uzbekistan
Musium Amir Temur Uzbekista
Blackpool - Amerika
Blackpool Irlandia
Taman Nasional Blue Mountain - Sydney
Taman Nasional Blue Mountain Sydney
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Jembatan Baja Terbesar di Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Taman Nasional Kakadu Australia
Danau Baikal Rusia
Danau Baikal Rusia
Biara Meteora Yunani
Biara Meteora Yunani
Pantai Bondi Australia
Pantai Bondi Australia
Menara Eiffel Prancis
Menara Eiffel Prancis
Musium Van Gogh Belanda
Musium Van Gogh Belanda
Gedung Opera Sydney
Gedung Opera Sydney
Gunung Meja Afrika
Gunung Meja Afrika
Menara Kembar Petronas Malaysia
Menara Kembar Petronas Malaysia

===============================




Air Terjun Victoria Afrika

No comments:

Post a Comment