Ads

Friday, September 20, 2013

Bajak Laut Kertapati Jilid 004

***Kembali

Menjelang senjakala, sebuah perahu yang cukup besar berlayar maju menuju ke timur. Perahu ini datang dari Semarang, membawa penumpang-penumpang untuk Jepara, yakni keluarga Tumenggung Basirudin beserta anak isteri, para pelayan, dan beberapa orang saudagar. Karena maklum akan bahaya yang mengancam pada waktu itu, yakni bajak laut Kertapati, Basirudin dikawal oleh sepasukan penjaga yang membawa tombak, bahkan tiga orang pemimpin pasukan membawa senapan.

Mereka merasa lega bahwa selama pelayaran itu tidak terdapat gangguan sesuatu dan kini pelabuhan Jepara telah nampak dari jauh. Ingin mereka lekas-lekas tiba di kota itu karena sebelum melangkahkan kaki di ambang pintu rumah masing-masing, mereka belum merasa aman.

Perahu maju perlahan karena angin tak berapa besar. Tiba-tiba seorang penjaga berseru,

“Ada dua perahu di depan ! “

Semua orang menjadi pucat mendengar seruan ini dan memandang ke arah yang ditunjuk. Benar saja, di depan mereka nampak dua buah perahu melintang dan terapung-apung di atas air. Akan tetapi perahu-perahu yang berbentuk kecil akan tetapi panjang itu tidak ada penumpangnya. Dua perahu itu kosong !

Tadinya pengemudi hendak membelokkan perahu, siap untuk menjauhi perahu-perahu itu, akan tetapi setelah memandang dengan jelas dan mendapat kenyataan bahwa perahu-perahu itu memang kosong, mereka menjadi lega dan melanjutkan perjalanan, makin mendekati perahu-perahu tadi.

“ Mungkin terlepas dari ikatan! “ kata seorang.

“Nelayan-nelayan menakah yang demikian lalai sehingga perahu-perahu mereka terlepas dan terapung-apung di sini? “ tanya orang kedua.

“Perahu-perahu itu bercat hitam ! “ terdengar seruan orang lain dengan kaget dan ngeri karena warna hitam adalah warna yang selalu dipergunakan oleh bajak-bajak laut Kertapati !

“Perahu-perahu macam itu bukanlah perahu nelayan ! “ kata pula orang lain dengan kaget dan gelisah.

Dan ketika perahu yang mereka tumpangi telah datang dekat dengan perahu-perahu yang kosong itu, tiba-tiba mereka melihat banyak kepala orang bersembunyi di balik perahu-perahu itu !

“Bajak ……. ! Bajak laut Kertapati …… ! “ seru seorang penjaga yang segera menyiapkan tombaknya.

Gegerlah dalam perahu besar itu dan tiga orang pemimpin pasukan yang membawa senapan segera berlari ke depan. Kini para anak buah bajak yang tadi bersembunyi di belakang perahu, muncul dan berenang dengan cepat bagaikan serombongan ikan cucut menuju ke perahu yang hendak dirampok. Tiga orang pemimpin bersenapan lalu menembak ke arah mereka, akan tetapi tiba-tiba dari balik perahu kecil itu melayang anak panah yang dengan cepat dan jitu sekali menancap di leher seorang diantara para pemegang senapan itu.

Orang itu menjerit dan senapannya terlepas dari tangannya, jatuh keluar perahu, ke dalam air ! Dua orang kawanya menjadi terkejut sekali melihat orang ini roboh dengan leher tertancap sebatang anak panah hitam, sehingga mereka menjadi gugup dan tembakan-tembakan mereka ngawur. Kembali meluncur anak panah dari pasukan pelindung yang terdiri dari lima orang dan yang bersembunyi di balik perahu sambil mementang busur dan ributlah orang-orang di atas perahu. Mereka segera mencari perlindungan dan menjauhi pinggiran perahu.

Hal ini memudahkan rombongan bajak yang dipimpin oleh Kertapati untuk melemparkan besi-besi pengait ke atas. Besi-nesi itu diikat dengan tambang sehingga kini banyak tambang tergantung di pinggir perahu. Bagaikan kera-kera yang gesit para bajak itu naik ke atas melalui tambang dikepalai oleh Kertapati.

Maka terjadilah perang tanding yang hebat di atas perahu itu diantara ponggawa dan anak buah bajak. Para ponggawa menggunakan tombak dan tameng, sedangkan para bajak menggunakan parang atau keris. Teriakan-teriakan bercampur denagn suara senjata gaduh. Anak buah bajak laut itu terdiri dari dua belas orang, sedangkan para pengawal berjumlah dua puluh orang lebih, akan tetapi para bajak itu berkelahi dengan hebat sekali.

Terutama Kertapati, pemuda yang sigap ini sama sekali tidak memegang senjata, akan tetapi di mana saja ia berada dan tiap kali kaki tangannya bergerak, bergelimpanglah tubuh para ponggawa kena tendang atau pukul. Dua orang pemimpin penjaga dengan senapannya tidak berani menembak karena dalam pertempuran kacau balau itu, sukarlah untuk melepaskan tembakan tanpa membahayakan kawan sendiri, maka mereka lalu berlari mendekati Kertapati dengan senapan ditodongkan !

Kertapati dapat melihat kedatangan dua orang itu yang menanti sat baik untuk melepaskan tembakan kepadanya. Dengan cepat, pemuda itu lalu menangkap tangan seorang penyerang yang memegang tombak, meninju perutnya sehingga orang itu mengeluh dan pingsan, kemudian dengan memutar tubuh orang ini di depannya, Kertapati melangkah maju menyambut kedatangan dua orang pemegang senapan.

Dua orang pemimpin pengawal itu terkejut sekali, akan tetapi mereka tidak berani menembak karena tembakan mereka tentu akan bersarang ke dalam tubuh kawan sendiri yang diputar-putar di depan kepala bajak itu, dan selagi mereka masih ragu-ragu tiba-tiba tubuh ponggawa itu dilontarkan oleh Kertapati ke arah seorang pemegang senapan! Dan berbareng dengan melayangnya tubuh itu, ia sendiri lalu melompat mengikuti dan menubruk pemegang senapan yang satu lagi!

Senapan ditembakkan, akan tetapi karena Kertapati telah memperhitungkan hal ini dan menubruk dengan gerakan dari samping, maka tembakan itu tidak mengenainya dan sebelum orang itu dapat menembak lagi, tangan kiri Kertapati telah menangkap pergelangan tangannya dan tangan kanan pemuda ini melayang ke arah dagu lawan. !

Akan tetapi, ternyata bahwa pemimpin pasukan itu pandai pula bersilat. Dengan cepat ia dapat mengelak ke samping, akan tetapi terpaksa ia harus melepaskan senapannya yang oleh Kertapati lalu dirampas dan dipegang larasnya. Pada saat itu, pemegang senapan yang tadi tertimpa tubuh kawannya yang dilemparkan sehingga ia jatuh tunggang langgang di atas papan geladak, telah berdiri lagi. Secepat kilat senapan di tangan Kertapati diayun dan “ brak “, senapan lawannya itu kena dihantam oleh gagang senapan Kertapati sehingga pecah berantakan ! Kertapati tertawa dan
melemparkan senapan rampasannya tadi ke laut !

Kini kedua orang pemimpin pasukan itu telah berdiri dan mencabut klewang mereka! Dengan muka beringas dan kumis berdiri saking marahnya, mereka lalu melangkah maju dengan tangan kanan yang memegang klewang diangkat tinggi-tinggi sedangkan tangan kiri dikepal dan dirapatkan di atas pinggang. Inilah sikap atau kuda-kuda seorang ahli pencak yang pandai !

Kertapati yang bertangan kosong menanti dengan tenang, tubuhnya berdiri dengan kaki kiri di depan kaki kanan di belakang, agak membungkuk dan sepasang matanya dengan tajam menatap dua orang lawannya. Seluruh urat-urat dalam tubuhnya menegang, siap menghadapi serbuan lawan-lawan itu !

Pemimpin pasukan yang berkumis tebal tiba-tiba berseru keras dan klewang di tangannya diayun dan dibacokkan ke arah kepala Kertapati dengan kecepatan luar biasa sehingga bacokan itu mengeluarkan suara bersiutan! Kertapati tidak tergesa-gesa mengelak. Dengan tubuh tak bergerak dan mata waspada ia menanti datangnya klewang yang menyambar kepalanya dan setelah klewang itu hampir mengenai kepala, barulah ia mengelak dengan sedikit gerakan saja.

Ia miringkan tubuh dengan tiba-tiba dan mengerakkan kepalanya, maka senjata lawan itu menyambar di samping kepalanya mengenai angin. Pada detik berikutnya, tangan kiri Kertapati yang dibuka dan dimiringkan telah menyambar ke arah siku lengan lawan yang memegang klewang !

Akan tetapi ternyata si kumis tebal itu benar-benar pandai silat karena ketika membacok tadi, tangan kirinya sudah siap sedia melindungi tangan kanan maka begitu melihat tangan kiri Kertapati menyambar siku kanannya, ia telah dapat menangkis dengan tangan kiri melalui bawah siku itu !

“ Duk …… ! “ ketika dua lengan beradu dengan keras, si kumis tebal berseru kesakitan dan tubuhnya terdorong oleh tenaga pukulan Kertapati sehingga terhuyung-huyung ke belakang !

Ia menjadi terkejut sekali karena merasa betapa lengannya seakan-akan beradu dengan kayu asam yang keras sehingga lengan kirinya terasa sakit sekali. Gerakan mengelak dari pemuda itu tadi membuat ia mklum bahwa lawannya adalah seorang ahli silat yang tinggi ilmunya, karena menurut gurunya dulu, makin tinggi ilmu silat seseorang makin tenang dan cepat gerakannya dan hanya mengelak apabila serangan lawan telah datang dekat untuk kemudian dibarengi dengan pukulan balasan yang tiba-tiba dan mematikan !

Kalau saja tadi ia tak berlaku cepat dengan tangkisannya, tentu siku kanannya telah terpukul dan kalau sikunya tidak terlepas sambungannya, sedikitnya klewangnya tentu akan terlepas dari pegangan !

Sementara itu, orang kedua yang bermuka bopeng bekas dimakan penyakit cacar, ketika melihat gagalnya serangan kawannya, lalu menerjang maju dan kali ini menyerang dengan menusukkan klewangnya yang tajam dan runcing itu ke arah lambung Kertapati ! Maksudnya hendak menyate tubuh pemuda itu dengan sekali tusukan. Kembali Kertapati memperlihatkan kesigapannya. Ia melihat berkelebatan ujung klewang mengarah lambungnya, maka dengan gerakan kakinya, hanya tubuh atasnya saja yang mendoyong ke kanan sehingga klewang lawan menusuk pinggangnya sebelah kiri. Saat itu, si kumis tebal telah melompat pula dan menggunakan kesempatan itu untuk membacok pula dengan klewangnya pada leher Kertapati yang tubuhnya masih miring ! Agaknya ia ingin memengal leher pemuda itu bagaikan memenggal leher ayam saja.

Namun Kertapati tidak menjadi gugup. Oleh karena ketika mengelak diri ke kanan tadi, ia tidak merobah kedudukan kakinya yang masih berada dalam pasangan kudakuda cawang, yaitu kedua kaki terpentang ke kanan kiri dengan betis tegak lurus, maka ketika klewang si kumis tebal membacok lehernya, ia dapat menggerakkan kembali tubuhnya kepada kedudukan semula sebelum dibuang ke kanan dan secepat kilat tangan kirinya yang tadi diangkat ke atas mengelak dari tusukan klewang si muka bopeng, kini diturunkan dan dengan gerakan yang luar biasa dan berani sekali ia mengempit klewang si bopeng di bawah ketiaknya ! Si muka bopeng melihat betapa lawan muda itu berani mengempit klewang yang tajam dan runcing, cepat membetot senjatanya.

Akan tetapi, kalau tadi ia telah merasa girang dan hendak membuat kulit iga aan lengan yang mengempit klewangnya menjadi robek dengan betotan klwangnya yang tajam, kini ia merasa terheran-heran sekali karena klewangnya itu seakan-akan tercapit oleh catut besi yang kuat. Jangankan dengan satu tangan, bahkan ketika ia membetot dengan kedua tangannyapun, klewangnya sama sekali tak bergerak !

Kertapati tertawa bergelak dan kaki kirinya menyabar ke arah dua tangan si muka bopeng yang terpaksa melepaskan kedua tangannya dan melompat mundur ! Si kumis tebal yang tadi tak berhasil membacok leher, ketika melihat betapa klewang lawannya telah dapat dirampas, segera menyerang lagi dengan mambabi-buta. Klewangnya diobat-abitkan bagaikan kitiran angin cepatnya, menyerang bagian atas dan bawah tubuh Kertapati denagn tubuh jongkok berdiri. Dengan gerakan ini ia hendak membuat lawanya tiada berkesempatan mengelak lagi. Akan tetapi kini Kertapati telah mengambil klewang yang tadi dikempitnya. Ia menanti sampai berkelebat klewang si kumis tebal mendekati tubuhnya, kemudian ia menggerakkan klewang rampasan tadi sambil berseru keras,

“Lepas senjata !! “ Dua batang senjata tajam bertemu.

“Traang!“ dan meluncurkan klewang dari tangan si kumis tebal bagaikan anak panah terlepas dari busurnya.

Kebetulan sekali klewang itu meluncur ke arah Tumenggung Basirudin yang berdiri denagn penuh kegelisahan di depan pintu kamar perahu itu. Agaknya klewang yang terbang itu sebentar lagi akan menancap di dadanya tanpa dapat dicegah pula.

Akan tetapi, tiba-tiba Kertapati yang melihat hal ini segera melontarkan klewang di tangannya yang secepat kilat menyambar menyusul klewang si kumis tebal tadi dan sebelum klewang itu mengenai tubuh Tumenggung Basirudin, telah tersusul dan terpukul kesamping oleh klewang yang dilontarkan oleh Kertapati! Tumenggung Basirudin menjadi pucat sekali dan segera menyerukan kepada semua ponggawanya yang telah terdesak hebat,

“Berhenti …… ! Tahan semua senjata …… ! Kami menyerah !! “

Mendengar seruan ini, Kertapati juga berseru kepada anak buahnya.

“ Tahan serbuan! “

Akan tetapi, kedua orang pemimpin ponggawa yang telah kena dirampas klewangnya itu, ternyata masih merasa penasaran. Mereka adalah ahli-ahli pencak silat yang terkenal di Semarang dan mereka bertubuh tinggi besar dan bertenaga kerbau, masa mereka harus menyerah terhadap seorang pemuda yang tak berapa besar tubuhnya dan nampak lemah lembut ini ?

Di semarang nama Kertapati telah amat terkenal pula dan tadinya kedua orang inipun merasa gentar mendengar nama itu, akan tetapi kini setelah melihat orangnya, mereka merasa penasaran kalau sampai dikalahkan. Maka mereka lalu mempergunakan kesempatan pada waktu Kertapati sedang menengok ke arah anak buahnya untuk memberi perintah itu, dengan cepat keduanya lalu menubruk maju dan sepasang lengan mereka yang berurat bagaikan tambang dan panjang serta besar itu mmeluk tubuh Kertapati ! Si kumis tebal dari kiri memeluk leher dan dada, sedangkan si muka bopeng dari kanan memeluk pinggang Kertapati.




Jepitan dua pasang lengan ini kuat sekali, melebihi kuatnya belenggu besi, karena keduanya telah menggunakan pitingan yang mereka sebut “ talipati “ yakni yang maksudnya bahwa siapa yang telah terjepit kedua lengan ini pasti takkan terlepas lagi!

“Kami telah dapat menangkapnya ! “ si kumis tebal berseru girang.

“Nah, berontaklah kau kalau mampu ! “ teriak si muka bopeng denagn sombong.

Sisa para pengawal menjadi girang melihat hal ini, sebaliknya diantara para anak buah bajak ada yang memandang dengan kuatir. Mereka ini belum mengenal betul pemimpin mereka, akan tetapi sebagain besar anggota bajak hanya memandang sambil tersenyum dan menggunakan tangan untuk mencegah mereka yang agaknya hendak membantu Kertapati. Mereka memandang seakan-akan sedang menyaksikan pertandingan gumul yang menarik !

Nampaknya Kertapati memang tak berdaya, Pemuda ini meronta ke kanan kiri mencoba untuk meloloskan diri, akan tetapi ia hanya merupakan seekor lalat kecil yang coba meloloskan diri dari sarang laba-laba yang menangkapnya ! Terdengar suara gelak tertawa dari beberapa orang ponggawa yang melihat hal ini. Tak seorangpun menyangka, juga kedua orang kepala ponggawa yang memiting Kertapati itu, bahwa gerakan Kertapati tadi hanyalah untuk mengacaukan pengeraghan tenaga kedua lawannya saja. Dengan meronta-ronta itu tenaga lawannya terbagi dan kacau balau tak dapat di dipusatkan, kemudian terdengar pemuda itu menarik nyaring sekali dan ia bergerak sambil mengerahkan Aji Belut Putih. Aji Belut Putih inilah yang membuat Dursasana tokoh pewayangan dari para senopati Kurawa, terkenal sekali karena kelincahannya.

Kedua orang pemimpin ponggawa yang menangkap tubuh kertapati itu tiba-tiba merasa betapa tubuh pemuda itu menjadi licin bagaikan belut aan sebelum mereka tahu bagaimana pemuda itu bergerak, orang yang mereka piting itu telah merosot ke bawah dan terlepas dari pegangan dan kempitan mereka ! Kertapati tidak mau berhenti sampai di situ saja, kedua tangannya bergerak dan

“ plal ! plak ! “ telapak kedua tangannya telah menampar muka kedua orang itu sehingga membuat mereka merasa pedas mukanya dan mata mereka menjadi gelap yang membuat mereka terpaksa menutup kedua mata ! Mereka lalu mengulur tangan ke depan dan menangkap sekenanya sehingga tanpa disadari mereka saling terkam dan saling piting !

“Aduh, aduh ! kau mencekik leherku!“ teriak si muka bopeng sambil terengah-engah dan sepuluh kuku jarinya mencengkeram ke depan.

“Aduh …… ! Kumisku …… ! jangan tarik-tarik kumisku …… ! Teriak si kumis tebal karena si muka bopeng dalam kebingunannya dicekik lehernya itu telah mencengkeram ke depan dan membetot apa saja yang kena ditangkapnya !

Terdengar gelak tertawa dan kali ini yang tertawa adalah kawan-kawan Kertapati. Sebelum kedua orang kepala ponggawa itu insaf bahwa mereka telah saling jambak, tiba-tiba tangan Kertapati memegang dan mencengkeram rambut kepala yang berdekatan dan kedua kepala itu lalu dibenturkan satu kepala yang lain dengan kerasnya !

Biarpun hidung merupakan anggota muka yang lunak, akan tetapi kalau saling dibenturkan dengan kuat-kuat, akan terasa sekali sakitnya. Apalagi kalau yang membenturkannya Kertapati, maka setelah terdengar suara “ blek ! “ yang bagi telinga kedua orang itu terdengar bagaikan letusan gunung Merapi, kedua orang itu setelah dilepas lalu roboh pingsan dengan hidung mengeluarkan darah !

Kini semua sisa ponggawa baru melihat dengan mata kepala sendiri kehebatan Kertapati, maka mereka berdiri dengan kaki mengigil, sedangkan Tumenggung Basirudin lalu berlari masuk ke dalam bilik perahu itu !

“Rampas semua senjata. Jangan menggangu mereka yang tak menyerang ! “

Dia sendiri dengan sigapnya lalu melompat ke dalam bilik, menyusul Tumenggung tadi. Di dalam kamar itu nampak Tumenggung Basirudin, isterinya, dan anaknya, yakni seorang gadis cantik yang berdiri denagn tegak dan membelalak kedua matanya tanpa memperlihatkan rasa takut sama sekali.

Inilah Dyah Winarti puteri Tumenggung Basirudin. Ia telah mendengar ribut-ribut tadi dan mendengar pula bahwa bajak laut Kertapati datang menyerbu, maka gadis yang tabah ini menghibur ibunya yang menangis ketakutan.

Kini, melihat datangnya seorang pemuda baju hitam, gadis ini dengan heran berseru,

“ Ah, dia ini yang mendapat tusuk konde Roro Santi dulu ! “

“ Sst, dialah Kertapati …… “ bisik ayahnya yang berdiri menghadang di depan isterinya untuk melindungi mereka. Kemudian berkata kepada pemuda itu. “Kertapati, kau boleh ambil semua barang-barang kami, akan tetapi janganlah kau mengganggu anak isteriku ! “

“Siapa yang hendak mengganggu ? “ kata Kertapati sambil tersenyum mengejek, akan tetapi tiba-tiba ia mendapatkan sebuah akal yang amat baik yang timbul dari seruan gadis itu.

Gadis ini telah kenal kepada Roro Santi, dan selain itu, iapun memerlukan seorang yang dapat membawanya masuk ke Jepara pada saat penyerbuan kota itu. Maka ia lalu berkata,

“Tumenggung Basirudin, aku tidak mau mengganggu anakmu, akan tetapi aku hendak meminjam sebentar. “

“Apa maksudmu ? “

Kertapati tertawa. Tentu saja ia tidak dapat memberitahu apa maksudnya dengan gadis itu.

“Tumenggung Basirudin, kami datang untuk mengambil barang-barang berharga di perahu ini, dan anakmu akan kami jadikan tawanan agar kami dapat pergi dengan aman. Jangan kuatir, aku yang tanggung bahwa puterimu takkan terganggu oleh siapapun juga ! “

“Keparat, jangan ganggu anakku ! “ Tumenggung Basirudin berseru dan melangkah maju hendak menerjang.

Akan tetapi sebuah dorongan tangan Kertapati membuat Tumenggung yang lemah itu jatuh tersungkur ! Kemudian Kertapati hendak menendang tubuh itu, akan tetapi terdengar teriakan Winarti,

“ Jangan pukul ! Aku akan ikut padamu ! “

Kertapati tersenyum lega ketika Tumenggung Basirudin hendak mencegah anaknya, Winarti berkata.

“Rama, Kertapati bukanlah bajak laut sembarangan yang mau mengganggu wanita. Aku percaya kepadanya ! “

Demikianlah setelah perahu itu dirampok habis, para bajak laut lalu turun dan kembali ke dalam perahu. Mereka tak perlu takut untuk diserang dari atas perahu besar, oleh karena kini mereka mempunyai seorang tawanan yang menjadi tanggungan atau penjaga keamanan ! Perahu-perahu kecil cat hitam itu lalu meluncur cepat, menghilang di dalam kegelapan malam mulai mendatang, membawa semua barang berharga dan juga Winarti yang duduk di dekat Kertapati tanpa takut-takut, bahkan menggunakan matanya untuk memandang kepada bajak laut muda itu dengan penuh kekaguman !

“Siapakah namamu, manis ? “ tanya Kertapati kepada gadis itu tanpa memandang wajahnya.

“ Diah Winarti, “ jawab gadis itu singkat.

“Tadi kau menyebut nama Roro Santi, kenalkah kau kepada gadis itu?“ Kini mata Kertapati menatapnya dengan tajam, dan heranlah pemuda itu melihat betapa sinar mata gadis itu memandangnya dengan halus dan mesra !

“Tentu saja kukenal dia, akan tetapi kalau boleh kunasihatkan, tiada gunanya kau memikirkan dia ! “

“Apa maksudmu?“ Kertapati bertanya sambil mengerutkan kening.

“Maksudku …… sia-sia saja kau jatuh cinta kepadanya dan …… “

“Hai mengapa kau berani berkata selancang itu ? “ Kertapati membentaknya. “ Siapa bilang bahwa aku …… mencinta ……. “

Winarti tersenyum memperlihatkan sebaris gigi yang kecil dan putih bersih.

“Kaukira aku tidak melihatmu ketika kau hendak mengembalikan tusuk konde dulu itu? Aku duduk di dekat Roro Santi ! Kau cinta kepadanya, hal ini mudah diterka, akan tetapi apakah kehendakmu itu akan tercapai, inilah soal yang sukar sekali! Pertama, Roro Santi adalah puteri Adipati Wiguna yang berpangkat tinggi, kedua gadis itu sekarang telah dipertunangkan denagn seorang Letnan Kompeni, ketiga, kau adalah seorang bajak laut yang dibenci. Maka kunasehatkan kau tadi bahwa tiada gunanya kau memikirkan dia ! “

Ucapan ini benar-benar menikam ulu hati Kertapati, sungguhpun ia merasa heran mengapa ia merasa hatinya sakit mendengar ucapan seperti itu. Winarti adalah seorang gadis yang berpemandangan tajam dan berperasaan halus, maka melihat kerut di kening Kertapati serta kemuraman yang menyelimuti sinar matanya, ia lalu berkata sengan suara menghibur,

“Seorang tampan dan gagah seperti kau, masih muda pula, tak perlu merasa putus asa dan patah hati. Di dunia masih banyak puteri-puteri bangsawan yang cantik jelita ! “

Kertapati mau-tak-mau tersenyum juga mendengar ucapan ini. Alangkah tabahnya gadis ini. Sebagai seorang tawanan yang berada di tangan bajak-bajak laut, bukannya merasa takut, bahkan kini menjadi penasihat dan penghiburnya dalam hal asmara.

Keberanian gadis itu membuat Kertapati menjadi agak gembira, maka sengaja ia melayani percakapan itu dan berkata,

“Bukankah tadi kau bilang bahwa aku adalah seorang bajak laut yang dibenci? Puteri bagsawan mana yang sudi kepadaku ? “

Kini jawaban Winarti yang disertai pandang mata lembut dan penuh perasaan, benar-benar membuat Kertapati terkejut. Gadis itu berkata.

“Banyak terdapat puteri-puteri bangsawan cantik jelita yang lebih menyinta seorang bajak laut yang muda, rupawan an gagah perkasa, daripada seorang teruna bagsawan atau pangeran yang bertubuh lemah, berpenyakitan, dan biasanya hanya mengumpulkan selir sebanyaknya! Aku sendiri…… akupun tidak suka dan benci sekali melihat pemuda bangsawan macam itu! Dan…… bajak laut hanyalah merupakan nama saja, merupakan sebutan seperti halnya pakaian yang dipakai. Kalau pakaian itu ditinggalkan dibuang jauh-jauh di laut dan kemudian diganti dengan pakaian lain yang bersih, siapa yang akan tahu kalau Kertapati adalah bekas seorang bajak laut yang ditakuti ? Dan aku…… kiranya aku akan dapat menolongmu dalam hal ini , yakni….. kalau kau kehendaki …… “

Tiba-tiba Kertapati tertawa bergelak.

“ Minggirkan perahu ! “ katanya kepada anak buahnya yang mendayung perahunya.

Para anak buahnya merasa heran mendengar perintah ini karena mereka masih jauh dari perkampungan yang malam hari ini akan dijadikan tempat persembunyian. Tapi mereka merasa girang melihat betapa Kertapati yang biasanya “ alim “ terhadap wanita itu, kini bahkan dengan tangan sendiri menculik seorang gadis. Dan melihat kecantikan puteri ini, diam-diam mereka mengharapkan agar kali ini Kertapati benar-benar akan memilih jodohnya !

Maka, bukan main kecewa dan keheranan mereka ketika melihat bahwa setelah perahu menempel di tepi pantai, Kertapati lalu menarik tangan gadis itu turun dari perahu dan berkata,

“Nah, sampai di sini saja. Winarti ! Dan tetang nasihatmu tadi…… akan kupikir-pikirkan baik-baik. Terima kasih!“ Sambil tertawa Kertapati lalu melompat ke atas perahunya lagi dan menyuruh anak buahnya mendayung pergi.

“Kertapati ! Jangan tinggalkan aku seorang diri di sini …… aku takut ! “ Winarti berteriak-teriak sambil memandang ke sekelilingnya yang sunyi dan gelap,

“Ha, ha, ha, ! Kau tidak takut kepada bajak laut Kertapati, masa sekarang kau takut kepada malam gelap ? Ha, ha, ha ! “ Terdengar suara ketawa Kertapati dan kawannya makin menjauh dan melenyap berbareng dengan lenyapnya bayangan perahu mereka.

Winarti menjadi binggung. Kembali ia memandang ke sekelilingnya yang gelap. Sinar bulan yang suram muram membuat pohon-pohon besar nampak bagaikan raksasa hitam tinggi besar dan angin laut yang tertiup membuat raksasa-raksasa itu bergerak-gerak seakan-akan hendak menerkamnya. Winarti berlutut di atas pasir pantai dan menutupi kedua matanya dengan tangan, lalu menangis !

“Dengar, kawan-kawan. Kalian harap lekas membawa barang-barang ini ke tempat kawan-kawan kita yang lain. Adakah persiapan untuk penyerbuan kota jepara yang akan kulalukakn pada besok malam ! Kerahkan semua kawan-kawan, bahkan tambahan bala bantuan dari kampung-kampung yang berdekatan. Kita harus memberi pukulan keras dan mendatangkan hasil yang besar kali ini agar cepat dapat kita kirimkan ke Mataram! Kalian boleh berkumpul di gerbang barat, menanti tanda yang akan kuberi dengan panah api. “

“Kau sendiri bagaimana akan dapat masuk ke Jepara ? Wajahmu telah dikenal dan setelah perahu Tumenggung Basirudin itu tiba di Jepara, tentu penjagaan akan diperkuat ! “ kata seorang kawannya.

“Mudah saja, aku sudah mempunyai “ kunci masuk “ yang merupakan seorang gadis cantik. “

Kawan-kawannya memandang heran, akan tetapi kemudian mereka dapat menduga, maka terdengar suara ketawa disana-sini. Kertapati lalu mengatur siasat penyerbuan itu dan memberi pesan kepada semua kawannya bagaimana harus menyerbu Jepara pada besok malam. Kemudian ia berkata.

“Jangan lupa, kawan-kawan, karena mungkin aku tidak akan mempunyai kesempatan untuk mengulang pesanan ini. Kelima ahli panah kita, Harjo, Wiro Mangun, Dibyo dan Kartiko, harus menyerang rumah penginapan Dolleman untuk menarik pertahanan kota di tempat itu. Serang sambil berpencar, tipu mereka dengan panah-panah kembar, dan jangan lupa bawa karung-karung pasir untuk tempat berlindung mereka. “

Setelah memberi pesan dengan teliti sekali, ia lalu berpaling kepada seorang anggota bajak yang sudah agak tua, bertanya,

“ Dirun, kau bawa perabot-perabotmu ? “

“Ada, ada dalam saku bajuku, “ jawab orang itu.

“Nah, maro kau robah mukaku, jangan terlalu muda, juga jangan terlalu tua, cukup saja untuk menarik kepercayaan seorang gadis tanpa menimbulkan jijik.”

Ia duduk di atas pasir dan Dirun mulai “ merobah “ muka kepala bajak muda itu dengan jari-jari yang amat cekatan. Pekerjaan ini dilakukan hanya dibawah penerangan beberapa batang obor yang mereka nyalakan.

***Bajak Laut Kerta Pati Jilid 005

***Kembali

No comments:

Post a Comment